Part belum di revisi.
Typo bertebaran.
Thanks for support.
Happy reading.
***
Bang!
Nero berlari dan langsung menerjang tubuh Ernest. Menendang Ernest kuat hingga tubuh Ernest jatuh ke belakang.
"Nero!"
"Tuan Muda!"
Ellina dan Ethan berhambur menghampiri. Ellina menahan tubuh Nero dengan memeluknya. Sedangkan Ethan berusaha menghalangi tendangan Nero pada Ernest. Semua terjadi begitu cepat. Alvian dan Lykaios lebih memilih menonton. Kekacauan itu langsung mendapat sorotan. Saat semua yang melihat memegang telepon genggamnya dengan arahan kamera yang tertuju cantik. Dan rekaman video itu langsung tersebar secara cepat di kota Z.
Ernest bangun dan menyingkirkan Ethan. Tubuh Ethan tertarik ke samping dan terhempas. Nero yang melihat itu terlihat sangat kalap. Kilatan benci itu terlihat sangat jelas. Dengan amarah yang memuncak hingga tak menyadari bahwa ia melukai tangan Ellina yang tengah memeluk tubuhnya. Menahannya agar tak menyerang Ernest lebih jauh.
Ernest menatap dingin. Ekor matanya melihat lengan Ellina yang memerah hingga membiru. Di sisi tangan lainnya luka gores terlihat, dengan kepalan tangan kuat pria lain yang mencoba melepaskan tangannya. Senyum Ernest terukir, membuat wajah tampannya terlihat dingin namun bersahabat sekaligus.
"Beraninya kau menyentuhnya," desis Ernest dingin. Tangannya bergerak cepat. Menahan tangan Nero untuk menekan tangan Ellina. "Jangan menyakiti permataku!"
Nero tak mempedulikan Ernest. Namun telinganya jelas mendengar hal yang Ernest katakan. Ia memberontak kuat hingga membuat tubuh kurus Ellina terhempas kebelakang. Sebuah kursi yang tetarik acak oleh tangan Ellina ikut berguling dan menimpa tubuhnya keras.
"Ellina," teriak yang lainnya yang berada di dalam cafe.
"Kau!" maki Ernest tak suka. Ia bergerak cepat. Menutupi tubuh Ellina dengan tubuhnya. Matanya menatap wajah Ellina yang terpejam. "Kau baik-baik saja? Apakah tanganmu terluka?"
Ellina mendongak, melihat wajah Ernest yang begitu dekat dengannya. Ia menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja."
Seakan tersadar dari amarah, Nero tertegun saat melihat Ernest mengabaikannya dan memilih melindungi Ellina. Ia bisa mendengar dengan jelas, bagaimana pria itu mengkhawatirkan Ellina. Ia terhuyung lemas, kekhawatirannya memuncak. Tidak, ini tidak mungkin. Bagaimana aku baru menyadari bahwa Ellina mengenalnya? Lalu,
Ingatannya kembali satu tahun lalu. Saat ia menjemput Ellina dari Apartemen A di kota Z. Ia menggeleng pelan. Apakah itu dia? Orang yang Ellina temui sebelummya. Jika benar, lalu kebangkrutan keluargaku itu berarti?
"Biarkan aku memeriksamu," ujar Ernest menarik pundak Ellina pelan agar ikut berdiri bersamanya. "Apakah kau benar baik-baik saja? Perlukah kita ke rumah sakit?"
Ellina menggeleng, ikut berdiri dan menerima semua perhatian yang Ernest berikan. Hal itu membuat kekacauan yang lain. Ada desahan kecewa karena menyadari bahwa idola mereka telah milik seseorang. Ataukah mereka menyadari bahwa mereka tak sepadan dengan pria di samping Ellina. Yang dapat menyentuh dan dekat dengan Ellina begitu mudah. Kekecewaan lain terlihat karena iri pada Ellina, pada pria tampan yang begitu perhatian padanya.
"Aku baik. Aku--"
"Tanganmu terluka," potong Ernest. "Ethan, cari kotak p3k. Jika dalam waktu lima menit kau tak mendapatkannya, maka kau keluar dari divisi IT!"
Ethan yang mendengar itu langsung berhambur keluar menjalankan perintah. Sedangkan Ernest membawa Ellina duduk di bangku terdekat. "Duduklah, aku akan meniup lukamu."
Ellina menarik tangannya. "Ernest, itu tak seserius itu."
"Itu bedarah," seru Ernest tak setuju.
"Ini hanya luka kecil,"
Alvian yang melihat itu bertepuk tangan. Hal itu membuat Ernest menatap tajam Alvian. "Wah, wah, tak kusangka. Kecantikan jurusan kita adalah kekasih Tuan Muda E. V?"
Mata Nero terkesiap. Ia terhuyung mundur dan duduk dengan lemas. Benarkah itu?
Lykaios menatap Ellina dan tersenyum. "Kau memang memiliki mata yang bagus," ucapnya dengan memberikan dua jempol pada Ellina.
Ernest merasa tak peduli. Ia meniup luka di tangan Ellina dengan hati-hati. Sedangkan Ellina menatap Nero yang terlihat menyesal.
"Kalian saling mengenal?"
Nero menatap Ellina saat pertanyaan itu terlontar. Pandangan matanya bergeser pada Ernest yang masih terlihat acuh tak acuh.
"Siapa? Pada si brengsek yang telah menyakitimu?" tanya Ernest tanpa menoleh pada Nero.
Nero tertawa sinis. "Bedebah tak tahu diri!"
Ellina menatap Nero dan Ernest bergantian. Ia sangat tak paham pada dua pria yang terlihat saling membenci. Desakan kaki ingin mendekat membuat Ellina menoleh ke arah lain. Itu Alvian dan Lykaios yang menyeret sebuah bangku dan duduk di antara dia, Ernest dan Nero.
"Jangan dekati dia," ucap Ernest lebih seperti peringatan.
Ellina menatap Ernest. "Siapa?" tanyanya memastikan. "Maksudmu Nero? Tapi aku berteman dengannya."
"Berteman? Setelah menyakitimu?" tanya Ernest dengan nada tak bersahabat.
Nero yang melihat Ellina tertawa kecil. "Jadi, kau juga mengenal pria sepertinya? Apakah kau tahu betapa buruknya dia?"
Ellina mengerutkan alisnya. Sedangkan Ernest tertawa kecil. "Berbicaralah, maka keluargamu tak akan melihat matahari esok hari,"
Lykaios dan Alvian yang mendengar itu menggeleng. Mereka sangat tahu siapa Ernest. Terkenal bersahabat dan mudah di hadapi, tapi siapa yang mau berurusan dengan orang semacam dia? Orang yang dengan mudahnya tersenyum saat menyingkirkan sesuatu. Seperti orang lain tak berarti di matanya.
Nero yang mendengar ancaman itu kembali tertawa. "Oh, Tuan Muda E. V, kau tak hanya membuat keluargaku bangkrut juga ingin melenyapkan kami? Apakah kami begitu menghambat jalanmu?"
Ellina yang mendengar itu menarik tangannya dari genggaman Ernest. Hal itu membuat Ernest menatap Ellina. "Tunggu, apa yang kau katakan? Siapa yang membuat keluargamu hancur?"
Nero tersenyum, menatap Ellina lembut. Namun nada suaranya terdengar dingin. "Kenapa tak kau tanyakan padanya?"
Ellina beralih pada Ernest. "Ernest, apa ini? Kenapa kau menghancurkan keluarganya?"
Ernest bersandar pada kursi yang ia duduki. Tatapannya sama sekali tak berubah. Menatap Ellina teduh dengan mata sangat menghargai. "Benar, aku menghancurkannya. Hanya dalam waktu kurang lebih 2 jam."
Ellina tertegun. Semua yang ada di dalam cafe pun membisu. Itukah hal yang biasa Ernest lakukan?
Dengan senyum tipis yang melebar, membuat lengkungan bibir tipis itu terlihat menggoda. Wajah tampannya kian terlihat mekikat. "Bagaimana? Bukankah aku hebat?" tanya Ernest lagi pada Ellina.
Ellina yang mendengar itu tak terkejut, tapi hanya menggelengkan kepalanya. "Kenapa?"
Ernest bangun dan menyentuh dua pundak Ellina. Membuat semua orang di sana menatap waspada. "Karena dia membuatku kesal!"
Nero yang mendengar jawaban Ernest bangkit dan menarik Ernest dari belakang. "Aku bahkan tak tahu kapan bertemu denganmu! Bagaimana mungkin aku membuatmu kesal!"
Menjauh, saat melihat ruang antara Ernest dan Ellina, Nero menarik Ellina ke belakang tubuhnya. "Jangan dekat dengannya, Ellina. Dia orang yang berbahaya!"
Melihat itu, Ernest tak bisa tak menerjang Nero. Memukul wajah Nero kuat hingga berkali-kali. Lykaios dan Alvian maju, mencoba memisahkan keduanya.
"Hentikan!" teriak Ellina. Ia menatap Nero dan Ernest bergantian. Tapi tatapannya lebih tertuju pada Ernest. "Kenapa kau kesal? Apa yang telah dia lakukan padamu?"
Wajah Ernest bergeser. "Bukan aku, tapi dirimu."
Ellina tertegun. "Maksudmu?"
"Satu tahun lalu, aku menyelidiki semua tentang dirimu. Dan terakhir kali aku menemukan orang yang berhubungan denganmu adalah dia. Kau tak dapat mengendalikan dirimu selama setahun dan hal itu membuatku frustasi. Jadi aku menghancurkannya! Karena dia membuatmu seperti mayat hidup."
Nero, Alvian dan Lykaios tertegun pada jawaban Ernest.
Nero. "..." Jadi benar? Semua karena Ellina?
Alvian. "..." Wah, apa ini. Dia menghancurkan satu keluarga hingga ke dasar hanya karena seorang wanita?
Lykaios. "..." Aku pasti tak salah dengar. Itu berarti Ellina lebih dari sekedar yang kupikirkan.
Ellina tak dapat berkata-kata. Ia menepuk keningnya pelan. "Jadi semua karena diriku?" tanyanya memastikan.
Ernest mengangguk. "Aku bisa membunuhnya saat itu, tapi kurasa aku butuh persetujuanmu. Jadi, apa kau ingin membunuhnya? Aku akan melakukannya untukmu."
Nero yang mendengar itu melonjak ingin menerjang tapi Alvian dan Lykaios menahannya. "Kau! Kau pikir siapa dirimu!"
Ellina benar-benar tak menyangka semuanya. Ia menatap Ernest lama. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Itu semua salah."
"Salah?" tanya Ernest tak mengerti.
Ellina mengangguk. "Bukan dia orangnya."
"Jadi aku benar-benar melakukan kesalahan?" tanya Ernest memastikan.
Ellina mengangguk. Melihat itu hati Nero lega. "Aku berteman dengannya. Dia satu-satunya teman yang kumiliki saat itu."
Keterangan Ellina membuat Ernest tertegun. "Lalu, siapa yang membuatmu seperti itu?"
"Seperti apa?" tanya Nero, Alvian dan Lykaios bersamaan. Mereka terlihat sangat penasaran pada hal yang terjadi pada Ellina.
Ernest yang melihat menjadi kesal. "Urus urusan kalian sendiri!" jawabnya ketus. Ia menatap Ellina sekali lagi. " Kau yakin bukan dia?"
Ellina mengangguk. "Aku tahu siapa orangnya. Jadi aku akan mengurusnya sendiri."
Ernest terlihat kecewa. "Apa kau tak percaya padaku?"
"Ernest, kau tahu kenapa aku mengunci diriku. Dan alasan aku melihat dunia hari ini,"
Ernest mengangguk. "Baiklah, baiklah, baiklah. Aku percaya pada pilihanmu."
Ellina tersenyum, tapi menatap Nero yang masih terlihat kesal. "Aku minta maaf. Aku tak tahu kau mengalami kesakitan itu karena aku. Sampaikan maafku pada keluargamu juga."
Nero mengangguk.
"Karena masalah kalian selesai, kini tinggal padamu urusanku," Ellina menatap Ernest lembut. "Kau bisa mengembalikan semuanya bukan?"
Ernest tak mengerti. "Apa?"
"Semua yang kau hancurkan. Dia tak bersalah,"
Ernest mengangguk. "Itu mudah. Besok kau dia sudah bisa melihat semua hal yang menjadi miliknya."
Mendengar itu Nero cukup terkejut. Ia akan percaya pada semua yang Ernest katakan. Ia merasa sangat bersyukur hari ini. Karena semua kesulitannya menghilang.
Mereka semua kembali duduk. Saling berbincang hingga suasana cafe kembali tenang. Ernest tengah mengobati luka di tangan Ellina. Sedangkan yang lainny berbincang dengan Ethan. Mereka tak percaya, bahwa mereka dapat bertemu langsung langsung dengan Ethan. Dimana semua orang tahu, Ethan adalah peretas terbaik di kota Z. Tentu, karena mereka belum tahu hasil akhir pertandingan Ethan dengan Ellina.
Melihat kartu hitam bergaris emas yang tergeletak di meja, Ellina tersenyum. Ia menarik tangannya hingga Ernest mendongak.
"Lukamu belum di tempel plester,"
"Ernest," panggil Ellina sangat lembut. Membuat, Ethan, Nero, Alvian dan Lykaios yang tengah berbincang menoleh dan berhenti bicara.
"Apakah kartu ini palsu?" tanya Ellina lirih. Namun di mata para lelaki yang mendengarnya itu terlihat sangat manja dan menggemaskan. Membuat mereka ingin menjadi pria yang harus melindungi sosok rapuhnya.
Mendengar itu Ernest tersenyum dingin. "Palsu? Siapa yang berani mengatakannya?"
"Itu," mata Ellina menatap mata Ernest sendu. Wajah putihnya terlihat sedikit mendung. "Ada seseorang yang mengatakan, ia memiliki kartu seperti banyak di rumahnya."
Mendegar itu, empat pria di sekitar Ellina menghela napas. Mereka benar-benar mengutuk kata-kata manja Ellina. Mereka sangat tahu, seperti apa Tuan Muda keluarga E. V. Dan karena mereka tahu, seperti apa berartinya Ellina untuk pria itu, mereka lebih memilih mundur. Menghela napas dalam dan merasakan udara di sekitar mereka tak lagi aman.
Nero, Terkutuklah kau Ariella. Kenapa kau harus meniup api dengan minyak?
Alvian. Wah, dia benar-benar menakutkan. Tapi siapa yang tak akan luluh dengan tatapan memohon yang imut seperti itu? Aku pun akan melakukan hal yang sama.
Lykaios. Hahaha, sepertinya aku harus berhati-hati jika itu menyangkut Ellina. Nyawaku bisa melayang kapan saja.
Ethan. Aku pasti sudah gila karena pernah menantangnya.
Ernest yang mendengar kata-kata Ellina tersenyum manis. Tapi siapapun yang mengenalnya, akan lari ketakutan saat melihat senyum itu. "Siapa yang mengatakanya!"
Mendengar itu, Ellina tersenyum jahat. Menoleh ke belakang dan melihat tubuh Ariella yang tegang dan pucat.
***