Chereads / Nightmare Cinderella / Chapter 16 - Langkah Terbaik.

Chapter 16 - Langkah Terbaik.

Part belum di revisi.

Typo bertebaran.

Happy reading.

***

Sinar mentari tampak tinggi dengan kilauan panas yang menyengat. Bangunan tinggi bertuliskan 'E. V. Company' itu tampak tenang. Kecuali satu pria yang telah menunggu lebih dari dua hari di sana. Wajahnya tampak kusut dengan sangat menyedihkan. Harapannya tak pernah putus hingga hari ini. Menjadikannya pemandangan yang sangat menyedihkan.

Saat sebuah langkah lebar di sertai para pengawal mengikutinya, pria itu bangkit langsung menghadangnya. Meninggalkan kesedihan dengan api membara di matanya.

"Presiden E. V," panggilnya lantang.

Ernest menoleh. Membuat barisan para pengawalnya menepi. Satu alisnya terangkat dengan pandangan tak mengenali. Hingga Zacheo maju dan membisikkan sesuatu. Lalu senyum Ernest menyambut.

"Kenapa?" hanya kata itu yang keluar.

Masih tersenyum, Ernest memasukkan dua tangannya ke saku. Menatap pria yang tak jauh darinya dengan dingin. "Oh, putra dari keluarga Prinz."

Mata Nero menyala. Menghadirkan tatapan benci yang tak terungkap.

"Bukankah sudah kukatakan? Karena aku hanya ingin menghancurkannya."

Nero tertegun. Itu adalah alasan yang sama yang ia terima dari dua hari lalu melalui sekretaris keluarga E. V. Namun ia ia tak menyangka, bahwa Ernest akan menjawab hal yang sama.

"Hanya karena itu? Kapan kami menyinggungmu? Kapan keluargaku melakukan kesalahan?"

Ernest tertawa kecil mendengar itu semua. "Keluargamu? Bukan mereka. Tapi dirimu!"

Mendengar jawaban ini, Nero menghambur dengan kepalan tangan erat ke hadapan Ernest. Namun kembali, tubuhnya tersungkur beberapa meter dengan lebam di sisi kiri wajahnya. Para pengawal di sekitar Ernest jelas melindungi Ernest dan menghantam tubuh Nero.

Nero yang melihat itu tersenyum miris. Ia menatap benci ke arah Ernest. "Apa yang kau katakan! Kapan aku menyinggungmu! Aku bahkan baru pertama kali bertemu denganmu!" teriaknya mengundang penonton.

Ernest tertawa. Ia melangkah dan sepatu hitamnya menginjak dada Nero yang masih tergeletak. Tak membiarkan Nero bangun sedikitpun. "Kapan? Mungkin itu sudah lama. Tapi itu membuatku kesal,"

Jawaban-jawaban itu masih menjadi misteri untuk Nero. Ia benar-benar tak mengenal pria di hadapannya. Hanya pernah tahu melalui kabar berita dan entah kapan dia mulai menyinggung Tuan Muda di hadapannya.

"Jangan menjadi pengecut!" teriak Nero kalap. Ia mengindahkan kaki Ernest dan berdiri. "Aku sama sekali tak mengenalmu dan kau membuat keluargaku hancur."

Tertawa, Ernest menanggapi kata-kata Nero. Baginya itu tak penting. Tangisan atau makian dari orang yang telah ia hancurkan sama sekali tak berarti baginya. "Itu bukan urusanku, kan?" jawabnya dengan senyum tipis lalu berlalu.

Nero mengejar, namun orang-orang penjaga Ernest menahannya dan kembali memukuli wajahnya. Hingga ia tersudut. Tak bisa bangkit dan tergeletak dengan putus asa. Semua seakan telah direncakan. Dan ia hanya bisa melihat kehancuran keluarganya. Semua karena dirinya!

Hal apa yang telah kulakukan hingga aku berurusan dengannya!

***

Tiga bulan kemudian, suasana industri hiburan tampak ramai. Itu karena kabar panas yang beredar tengah menjadi topik perbincangan yang hangat. Tentang rencana pernikahan pria nomor satu di kota Z dengan artis baru yang menyandang gelar Artis pendatang terbaik membuat semua media selalu ingin tahu.

Siang ini, di sebuah toko yang menjual gaun pengantin tampak tenang. Semua pakaian terbaik mereka keluarkan karena kabar bahwa pasangan terpanas tahun ini akan berkunjung. Semua hal telah di siapkan dengan sangat apik. Saat sebelum pintu terbuka pelan lalu sosok Lexsi masuk. Menghadirkan wajah segarnya yang cantik dengan rambut yang mulai panjang.

Pemilik toko segera menyambut, membawa Lexsi untuk memilih beberapa gaun terbaik yang mereka miliki. Lexsi tersenyum, menyadari bahwa toko yang ia datangi adalah toko terbaik di kota Z yang biasa menangani pernikahan para artis besar. Dengan pipi merona penuh, ia duduk sambil menikmati teh yang telah di suguhkan. Tangannya membuka buku gaun-gaun dan konsep pernikahan yang telah di susun.

Suara gemerincing menandakan pintu toko di buka membuat semua yang berada di dalam ruangan menoleh. Sosok tinggi dengan balutan jas rapi tampak melangkah memasuki toko. Wajah tampan dengan ekspresi datar mempertegas karakter dinginnya. Namun semua mata yang menatap mulai menyadari bahwa jantung mereka berdetak kencang hanya dengan melihat pria itu melangkah mendekat.

Lexsi tersenyum, menyadari sekitarnya yang terpesona oleh ketampanan kekasihnya. Ia berdiri dan langsung memeluk tubuh pria itu. Membuat para mata yang melihat patah hati dan kecewa.

"Kenzie," sapa Lexsi dalam pelukan dan suara yang sangat manis.

Kenzie membeku, tak membalas ataupun menjawab sapaan yang Lexsi lontarkan. Satu gerakan tangannya membuat tubuh Lexsi menjauh dan pelukan itu terlepas. Matanya beralih menatap gadis di depannya yang tampak malu dengan perlakuannya. Tapi itu bukan urusannya.

"Jangan membuat waktuku terbuang," tekan Kenzie. Alih-alih merasa senang, wajahnya mulai menggelap dengan tatapan jijik yang tak terkira. "Aku hanya mematuhi kata-kata para tetua untuk berada di sini. Kau bisa melakukan sesuka hatimu hari ini. Tapi jangan mencoba mengusikku!"

Bagai tamparan, wajah Lexsi memerah menahan amarah. Ia menunduk dalam dan mulai kesal saat mendengar bisikan-bisikan di sekitarnya. Tentang hubungannya yang tak semanis yang ia katakan di media. Ia telah berusaha selama ini. Bahkan satu tahun lebih, ia mempersiapkan dirinya untuk menjadi wanita terbaik di sisi Kenzie. Memperjelas pada dunia bahwa tak akan ada wanita yang pantas bersanding dengannya kecuali dirinya.

Membangun karirnya sedemikian rupa lalu menceritakan kisah-kisah asmaranya yang sangat romantis dan manis hingga media dan seluruh wanita di negeri ini sangat iri pada keberuntungannya. Membuat kisah yang ia ciptakan sendiri meski semua tak seperti yang ia kira. Acuh tak acuhnya Kenzie membuatnya berpikir bahwa ia tak keberatan dengan semua hal yang telah ia lakukan. Hingga semua menganggap, bahwa hubungannya dengan Kenzie sangatlah baik dan romantis.

Tapi siapa yang mengira, bahwa di balik itu semua, Lexsi mulai merasa khawatir. Pada sebuah kenyataan bahwa Kenzie sama sekali tak peduli padanya. Ia bahkan tak bisa mendekat dan bersikap intim pada pria dingin yang ia cintai. Kedinginan pria itu membuatnya membeku di tempat tanpa berani mendekat. Dan hal itu membuatnya berpikir bahwa setelah pernikahan semua akan berbeda. Bahwa semua akan membaik seperti cerita yang ia katakan pada media.

Tapi hari ini, sikap Kenzie memperjelas semuanya. Di dalam toko ini, semua pelayan dan pemilik toko menjauh sedikit saat tatapan Kenzie yang dingin membuat udara merosot turun dan membeku. Mereka tak berani berbicara dan hanya memandang Lexsi prihatin. Atau tatapan simpati palsu yang menimbang antara kenyataan dan hal yang ia dengar dari media.

Lexsi menahan amarahnya. Ia tersenyum manis dan menyentuh jari Kenzie. "Jangan seperti ini, aku tahu kau sibuk. Tapi tak baik membawa kemarahanmu dan memperlihatkan pada mereka semua," ujarnya terdengar sangat manis.

Dan semua mata di sana menunggu reaksi Kenzie. Bukankah mereka harus memastikan? Dari yang mereka dengar hubungan Lexsi dan kekasihnya sangatlah baik dan romantis. Tapi dari yang mereka lihat itu tak seperti yang di ungkapkan. Lalu apakah artis di depan mereka membual? Mereka sangat ingin tahu dengan reaksi pria tampan yang terlihat terganggu dan kesal.

Kenzie menatap jarinya yang di sentuh oleh gadis di depannya. Rasa muaknya melonjak hingga ke ubun. Tapi ia tak bereaksi. Hanya menarik tangannya lalu duduk di salah satu bangku, menarik sebuah buku konsep pernikahan meski matanya sesekali terlihat menatap jalanan melalui jendela kaca. Salah satu pelayan segera menuangkan teh, lalu kembali pada tempatnya. Melihat itu semua, Lexsi mengulum bibirnya dan cemberut dengan ekspresi wajah yang imut.

"Aku harus mulai dari baju yang mana?" tanyanya manja, bersikap sangat akrab seakan tak peduli pada ketidakpedulian Kenzie. "Aku telah memilih beberapa baju, tapi kurasa kau harus ikut ambil bagian. Ini pernikahan kita,"

Lexsi menekan kata pernikahan hingga membuat mata Kenzie menatapnya. Pandangan dingin itu tak berubah. Garis bibir tipisnya merapat. Terkunci dengan tatapan jenuh yang sangat kental. Melihat hal itu Lexsi sangat gugup. Ia mundur dan tersenyum sekali lagi.

"Aku akan mencobanya, jadi kau harus melihatku, oke?"

Tak menjawab, Kenzie hanya memilih diam dan mengabaikan kata-kata Lexsi. Hal itu bahkan lebih menyebalkan untuk Lexsi. Namun ia tetap tersenyum. Memilih sebuah gaun dan mencobanya di ruang ganti. Beberapa pelayan masuk dan membantu. Membuata Kenzie merasa ia telah membuang waktunya beberapa menit ke depan.

Sedangkan di lain tempat, Ellina membalut tubuhnya dengan pakaian kerja hitam yang sangat pas di tubuhnya. Rok di atas lututnya memperlihatkan kakinya yang cantik dengan balutan hig hells yang tak begitu tinggi. Kemeja putih pendeknya di balut dengan rompi kerja berwarna hitam senada dengan rok yang ia kenakan. Semua itu Ernest yang telah memilihnya dan memaksa Ellina untuk memakainya. Rambut panjangnya di ikat rapi lalu di sanggul ringan. Memperlihatkan wajahnya yang kecil menjadi begitu cantik dan tampak sedikit dewasa.

Hari ini adalah hari pertama ua keluar dan menampakkan diri pada dunia. Biasanya ia lebih suka bekerja di villa dan menghubungi Ernest jika ada keperluan mendesak. Tapi kali ini, Ellina memilih keluar. Mendatangi kantor E. V. Company dengan sangat tiba-tiba.

Ia telah berdiri di depan pintu saat para pelayan villa begitu kagum pada kecantikan Ellina. Lalu mata mereka menoleh, saat pria tampan yang terlihat sangat tampan itu baru saja turun dari mobil yang baru saja terpakir. Mereka tersenyum senang saat Ernest dengan sangat perhatian menggandeng tangan Ellina dan membukankan pintu mobil. Di mata mereka, 'E couple sangatlah serasi'.

Lebih dari itu semua, Ernest memang memperlakukan Ellina dengan sangat berbeda. Kenyamanan Ellina adalah hal utama yang ia pikirkan. Ia akan memblokir semua jalan yang mengganggu permata perusahaannya. Karena ia tahu, butuh pikiran yang sangat segar untuk menciptakan sebuah dunia yang ia inginkan. Dan ia tak ingin Ellina mengalami kesulitan karena itu semua.

"Kenapa kau tak mengirim Zacheo saja untuk menjemputku?"

Ernest menoleh, menarik tangan Ellina menuju mobil sport-nya. "Kenapa? Kenapa kau ingin lebih bertemu dengan Zacheo dari pada diriku?"

Ellina memasuki mobil dan menunggu Ernest duduk di sampingnya. Saat pria itu memasuki mobil dan mulai menghidupkan mesin, ia berkata pelan. "Kenapa aku merasa kau menjadi over protektif padaku? Aku bukan kekasihmu, oke."

Ernest melirik Ellina sesaat. Lalu fokus kembali pada jalanan. Hari ini pun ia merasa bahwa Ellina sangat cantik. Dan entah kenapa ia merasa kesal saat membayangkan semua mata di perusahaannya menatap Ellina minat. "Aku harus menjaga permataku dari para serigala liar,"

Jawaban itu membuat Ellina tertawa. Ini pertama kalinya ia pergi keluar. Melihat kekhawatiran Ernest, ia menjadi sangat senang. Karena ia selalu merasa, meski Ernest membeli otaknya untuk bekerja, tapi pria di sampingnya adalah orang yang sangat baik padanya. Jadi ia harus bersikap lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Ernest.

"Kau benar-benar ingin keperusahaan?" tanya Ernest memastikan.

Ellina mengangguk. "Sudah saatnya aku keluar,"

"Hei, kau bisa selalu bekerja di villa. Aku tak keberatan untuk mengunjungimu setiap hari," ujar Ernest merasa Kebaratan akan pilihan Ellina.

Acuh tak acuh, Ellina menatap jalanan di depannya. "Ada hal lain yang harus kukerjakan,"

Kini Ernest menatap Ellina sesaat lalu menghentikan mobilnya tiba-tiba.

"Ernest...!" maki Ellina kesal saat tubuhnya sukses terantuk ke depan.

"Apakah ini soal balas dendammu?" tanya Ernest memastikan. Entah kenapa ia menjadi sangat tertarik.

Ellina menatap Ernest. Ia memang menceritakan segalanya. Kecuali kelahirannya yang membuatnya terdampar pada tujuh tahun sebelum semua hal yang terjadi. Mengangguk pelan, dengan diiringi senyum tipis, ia menatap jalanan di luar mobil. "Bukankah aku harus memiliki hal yang telah direbut dariku."

Mendengar itu, Ernest bertepuk tangan. "Bagus! Benar kau melakukan hal yang benar, permataku. Kau harus membalas mereka ribuan kali lipat. Katakan padaku jika kau membutuhkan sesuatu. Kau sangat tahu, di kota ini tak ada orang yang tak mengenalku. Aku tak takut pada siapapun. Karena kau memiliki dukunganku, maka jangan takut untuk melakukan semua hal."

Ellina tertawa. Kata-kata Ernest, entah kenapa terdengar seperti hiburan. Tapi ia sangat tahu, bahwa langkah yang ia pilih mulai hari ini adalah langkah yang tak kenal ampun. Ia tak takut mati. Ia tak takut jika dunia menghujatnya. Ia tak takut mencoreng nama keluarga ayahnya. Atau ibunya. Karena mulai hari ini, ia akan berdiri sendiri di atas nasibnya.

***