"Lo gimana sih? lo bilang mau bantuin gue buat video?!" seruku di telephon.
"Sorry banget Cil... gue lupa kalo mau nongki sama temen-temen gue..." jawab Sadam dari seberang sana dengan nada bersalah. Dasar php, katanya mau membantuku, eh malah nongkrong sama teman-temannya.
"Oh, kalo gitu gue bukan termasuk temen lo donk?" ujarku sinis.
"Elo mah gak bisa disamain sama mereka, lo lain dari yang lain. Tapi kan gue udah janji mau maen sama mereka duluan. Gini aja deh... gue pinjemin kamera gue, mau gak?" kata Sadam menawarkan.
"Ya udah, buruan anter kameranya ke kos gue, biar gue bisa cepetan ambil video" ujarku.
"Tapi gue udah di lapangan futsal nih" argh... rasanya aku ingin menjitak kepalanya sekarang juga seandainya dia ada di depanku, masalahnya dia tidak di sini, melainkan di lapangan futsal bersama teman-temannya.
"Ya udah, kalo gitu lo suru emak lo ngirim tu kamera pake ojol, bego!" ujarku emosi.
"Iya-iya Cil, gak sabaran amat lo" setelah mengatakan itu dia menutup telephonnya, kurang ajar!
Aku hampir saja membanting hp ku yang masih menggunakan baterai lepas pasang saking emosinya dengan makhluk satu itu. Tapi berkat adanya panggilan masuk aku mengurungkannya, pasti Sadam lagi, sekarang apa yang akan dikatakannya.
"Apaan? Ngapain lo telepon-telepon lagi? Buruan kirim kameranya!" ujarku kesal.
"Kamera?" eh, kok suaranya berbeda? Aku menatap layar hpku, bukan Sadam, tapi Niko...
"Eh, sorry, aku kira kamu Sadam. Kenapa telepon?" tanyaku agak merasa tak enak karena membentaknya yang tidak salah apapun.
"Emang gak boleh telepon kamu kak eh, Cil, kan kamu pacarku sendiri" ujar Niko, aku terkikik geli. Sepertinya dia mulai pede.
"Ya, boleh-boleh aja sih kamu telepon aku. Ada apa emangnya nelpon-nelpon segala?" tanyaku.
"Em... kamu ada acara hari ini?" tanya Niko.
"Ada, aku mau ngerjain tugas buat video... eh, bentar, emang kalo aku gak ada acara kamu mau ngapain?" tanyaku.
"Ya... kalo kamu gak ada acara aku pengen ngajak kamu jalan, tapi karena kamu harus ngerjain tugas..."
"Nah pas banget, kamu pengen ngajak aku jalan, kalo gitu sekalian aja kamu anterin dan temenin aku buat video dokumenter di pantai, gimana?" ujarku, ideku memang cemerlang. Selain bisa kencan, aku juga punya teman untuk menemaniku mengerjakan tugas, dan yang terpenting, aku hemat ongkos transportasi karena tidak perlu menggunakan ojek online untuk pergi ke pantai melainkan diboncengkan Niko dengan motor CBR nya.
"Em... boleh sih, kalo gitu aku siap-siap dulu terus langsung jemput kamu di kost mu ya" ujar Niko.
"Ok, kalo gitu aku juga siap-siap dulu, bye" aku menutup telepon.
*******
Sekarang di sinilah aku, di salah satu pantai di kotaku, bersama dengan pacarku Niko. Butuh lebih dari dua jam untuk mencapai pantai ini dan perjalanan panjang itu hampir saja membuatku tertidur di motor yang dikendarai Niko, membuat Niko berteriak panik saat aku oleng dan hampir jatuh, berkat teriakan Niko, nyawaku selamat.
"Kamu jelek amat sih, gak foto genic sama sekali, gak bisa aku jadiin model videoku" ujarku sambil mengecek video di kamera yang beberapa menampakan Niko, yang kurang sebenarnya tidak jelek-jelek amat, tapi tetap tidak cocok untuk masuk dalam frame videoku.
"Ya udah, kalo gitu kamu aja yang aku video, kan kamu cocok mau bergaya apapun di depan kamera" balas Niko. Aku menengok ke belakang dimana Niko sedang berdiri, ikut-ikutan melihat video rekamanku. Aku mengernyit menatapnya.
"Kenapa liatin aku kaya gitu?" tanya Niko. Aku menggeleng.
"Bukan apa-apa, tapi kata orang kita akan merasa berdebar kalau menatap orang yang kita sukai apalagi dengan jarak yang dekat. Yah... bukannya aku gak berdebar juga sih, aku tetap berdebar kok, secara kalau gak deg deg an kan aku mati" ujarku.
"Kamu sama sekali gak deg degan deket-deket aku gini?" tanya Niko. Aku menggeleng.
"Artinya kamu gak suka aku?" tanya Niko, ada kekecewaan di wajahnya dan aku tidak suka itu. Aku mengedikan bahuku.
"Gak tau, kan aku belum pernah suka sama orang" jawabku.
"Terus kalo gitu kenapa kamu terima aku?" tanya Niko.
"Soalnya kamu keliatan lucu waktu nembak aku, ya udah deh aku terima" jawabku seadanya.
"Hah? Cuma gara-gara itu?" tanya Niko tak percaya.
"Ya iyalah, emang ada alasan apa lagi? Eh, kamu gak sakit hati kan aku omong kaya gini? Aku cuma omong jujur aja lho, daripada aku bohong sampai akhir" kataku membela diri. Niko menghela napas dan tersenyum lembut, aku agak tertegun menatapnya, tidak menyangka cowok yang terlihat agak urakan ini bisa menunjukan senyum selembut itu.
"Enggak kok, aku gak marah, cuma ya... agak kecewa sih, tapi gak papa, makasih udah nerima aku. Karena kamu belum pernah suka sama orang, biarin aku jadi cowok yang pertama kali kamu suka" kata Niko, dia menyelipkan rambutku yang berantakan ke belakang telinga. Deg, sumpah, apa-apaan ini? Kata-katanya kenapa bisa seperti tetesan madu? Dan tatapannya bisa selembut kapas? Sialan! Kenapa juga aku jadi berdebar?
Kutepis tangan Niko, dia agak terkejut.
"Sorry-sorry, aku gak akan nyentuh kamu kalo kamu gak suka" kata Niko. Aku buru-buru melepas ikat rambutku dan membetulkannya.
"Gak papa, gak masalah, aku cuma mau benerin rambutku sendiri kok.
Kataku, berusaha menghilangkan kegugupanku. Niko kembali tersenyum, dan aku hanya bisa memalingkan wajahku yang memanas.