Entah karena kemarin aku habis menonton film horor bersama Niko, pagi ini aku masih merasa ada yang mengawasiku dari belakang hingga bulu kudukku merinding. Aku juga merasa aneh dengan sikap kedua sobat gosipku, Nizar dan Sadam, sejak aku datang tadi mereka hanya diam sambil menatapku sinis seolah aku telah berbuat kesalahan pada mereka, ayolah... memangnya apa yang kulakukan pada mereka sih?
"Cil, gue mau mastiin sesuatu ke elo" kata Nizar begitu bel istirahat berbunyi. Akhirnya dia mengajakku bicara. Tapi apa ya yang ingin dia bicarakan? Tidak biasanya dia bersikap serius seperti ini.
"Mastiin apa?" tanyaku penasaran. Nizar melirik Sadam yang dududk di seberangnya.
"Gimana Sad?" tanya Nizar.
"Kantin yuk" kata Sadam.
Aku tidak terlalu paham dengan sikap mereka, tapi tiba-tiba saja Nizar sudah menyeretku mengikuti Sadam ke kantin. Bukan menyeret juga sih, itu sepertinya berlebihan, tepatnya dia merangkulku dan membawaku paksa ke kantin, padahal dia tau kalau aku tidak terlalu suka tempat yang hanya akan menguras kantongku itu.
"Apaan sih bawa-bawa gue ke kantin, kalo mau makan ya tinggal kaya biasa aja, kalian yang beli, gue nungguin di kelas, kenapa pake bawa-bawa gue segala sih?!" omelku saat Nizar tengah merangkulku.
"Karena kita gak mungkin manggil orang ke kelas, dikiranya kita bully orang" kata Sadam.
Hah...? Apa sih maksud mereka?
"Udahlah, gak usah protes, lo duduk aja di sini, jangan kemana-mana" kata Nizar, masih dengan merangkulku, dia mendudukanku di salah satu meja kosong yang tidak jauh dari pintu keluar sementara Sadam pergi entah kemana, dan tiba-tiba saja kembali dengan membawa tiga gelas es teh harga tiga ribuan.
"Nih minum, gue yang bayar" kata Sadam. Aku tidak protes dan tanpa ragu meminum es teh itu. Kalau sudah gratis begini mau bagaimana lagi?
"Mana sih orangnya?" tanya Nizar, matanya jelalatan mencari seseorang.
"Kayanya lagi bayar atau gimana, tunggu aja, bentar lagi juga lewat" kata Sadam, matanya juga jelalatan mencari seseorang.
"Cari siapa sih?" tanyaku penasaran.
"Ntar lo juga tau, nah nah itu dia!" seru Sadam. Aku dan Nizar langsung mengalihkan pandangan ke tempat yang ditunjuk Sadam. Ada siapa sih di sana? Eh, bukanya itu Niko?
Seperti yang diprediksi Sadam, Niko berjalan ke arah kami, bukan ke arah kami sih sebenarnya, trpatnya ke arah pintu keluar yang berada di samping kami.
"Woy, Niko! sini lo!" seru Nizar lumayan keras, tapi tidak cukup keras hingga memecah keramaian kantin. Hanya beberpa di dekat kami saja yang memalingkan pandangan pada kami. Aduh... untuk apa sih dia memanggil Niko? Jangan-jangan mereka sudah tahu kalau aku pacaran dengan Niko, argh... kalau begini pasti aku akan di bully karena ketahuan pacaran dengan adik kelas.
Niko berjalan ke arah kami sementara teman-temannya keluar kantin terlebih dahulu. Dia tampak terkejut saat tau ada aku di antara Nizar dan Sadam. Aku hanya diam menunduk tanpa berani menunjukan wajahku padanya.
"Nama lo Niko kan?" tanya Nizar memastikan.
"Iya, ada urusan apa kakak-kakak manggil gue?" tanya Niko tanpa ragu, dia sama sekali tidak segan pada kakak kelas.
"Apa hubungan lo sama Cecile?" tanya Nizar. Deg, mampus aku.
"Kemarin lo bawa Cecile kemana?" tambah Sadam. Meskipun aku tidak melihat, aku dapat merasakan tatapan Niko padaku.
"Kenapa kalian penasaran sama hubungan gue dan kak Cecile?" Niko balas bertanya. Aduh... jantungku kenapa tidak bisa tenang sedikit sih? Walaupun yang ditanya adalah Niko, tapi aku malah merasa aku yang diinterogasi karena ketahuan selingkuh oleh pacarku. Padahalkan yang pacarku Niko, bukan Sadam ataupun Nizar, kenapa jadi terbalik-balik seperti ini sih? Membuat pusing saja.
"Gak papa, cuma mau mastiin aja hubungan lo sama adek tercinta gue ini" balas Nizar.
"Jadi gimana? Apa hubungan lo sama Cecile? dan kemana kemarinnlo bawa pergi Cecile?" tanya Sadam. Jantungku rasanya mau meledak, sebenarnya aku tinggal bilang kalau aku dan dia pacaran, kenapa terasa sulit sekali sih? Enatah kenapa aku tidak mau hubungan kami ketahuanboleh Nizar dan Sadam.
"Kami gak ada hubungan apa-apa" deg, apa aku tidak salah dengar?
Aku mengangkat wajahku untuk melihat Niko yang memasang wajah tanpa ekspresi padaku, tapi sorot matanya berkata lain.
'aku gak akan bilang ke mereka kalo kamu mang gak pengen hubungan kita diketahui' eh, ini halusinasiku saja atau memang arti tatapannya seperti itu sih?
"Dan kayanya kalian salah paham, gue gak inget pernah bawa kak Cecile pergi" tambah Niko. Kok hatiku terasa sakit ya?
"Oh, gue kira kalian pacaran atau punya hubungan khusus lain, tapi kalo gak ada... syukur deh kalo gitu" kata Sadam.
"Yah... kalau ada hubungan khusuas pun gue gak bisa ngelarang sih walaupun kalau ada gue agak gak rela kalau Cecile gue yang manis ini pacaran sama orang yang mukanya aja kaya kentut gini" deg, dadaku terasa sakit mendengar pernyataan Nizar. Okelah muka Niko memang tidak ganteng-ganteng amat seperti Nizar yang atau putih layaknya artis korea seperti Sadam. Muka Niko sangat biasa-biasa saja, dan terkadang kalau di kamera malah terlihat di vawah standar, tapi bukan berarti mereka berhak mengatai muka Niko mirip kentut yang bentuknya saja abstrak itu.
"Udah, sana pergi lo" usir Sadam, saat Niko beranjak...
"Tunggu bentar" aku berdiri, Niko diam menatapku, begitupun Nizar dan Sadam.
"Emang kenapa kalau gue pacaran sama cowok yang mukanya kaya kentut? Apa masalahnya sama kalian?" tanyaku. Mereka tampak terkejut dengan pernyataanku.
"Apa? Lo beneran pacaran sama dia?" tanya Sadam tak percaya.
"Iya, kenapa? Ada masalah? Sekarang kalian tau kan kalo hubungan kita itu pa-ca-ran? Kemarin gue sama dia pergi nonton, ada yang mau ditanyain lagi?" ujarku, beberpa orang tampak sedang memperhatikan kami. Bodo amatlah, sekalian saja seluruh dunia tahu kalau aku dan Niko pacaran.
"Kak Cecile..."
"Aku kan udah bilang jangan panggil aku kak, aku pacar kamu, bukan kakak kamu" kataku, Niko terdiam dengan ekspresi yang tidak bisa kubaca sampai kemudian dia tersenyum lembut padaku, ya, hanya padaku.