Helena mengerjapkan mata dan membukanya perlahan saat ia mendengar dering ponsel yang tak juga berhenti setelah ia sengaja mendiamkannya karena malas untuk mengangkat panggilan itu. Ia berharap orang yang menghubungi Darren menyerah lalu mengakhiri panggilannya. Darren juga sepertinya nampak kelelahan, sampai tidurnya terlalu pulas dan mengabaikan suara ponselnya, karena biasanya suaminya akan segera terjaga apabila ada yang menghubunginya kendati suara ponsel yang berdering sangat kecil.
Ia ingin mengangkat panggilan itu, lalu mengatakan untuk jangan menelponnya lagi, karena sungguh ia kesal jika tidurnya terganggu. Namun Masalahnya adalah saat ini ia tengah terhimpit diantara dua jagoannya, suaminya tengah memeluknya dari belakang dan anak keduanya memeluknya dari depan secara posesif membuat pergerakan Helena terbatas. Sudah dua hari ini Arya menginap di kamar kedua orangtuanya dikarenakan Arya terserang demam, suhu tubuhnya naik turun dan karena khawatir, akhirnya Helena memutuskan untuk sementara waktu Arya tidur dikamarnya.
Ponsel masih berbunyi nampak enggan berhenti jadi tidak ada cara lain bagi Helena selain membangunkan Darren dengan menepuk punggung tangan pria itu yang masih melingkar diperutnya. Helena membangunkan Darren dengan lembut lalu pria itu mengerjapkan matanya, mencari kesadarannya yang sempat hilang.
"Ponselmu berbunyi" bisik Helena agar Arya tidak terbangun. Tangan Darren meraih ponselnya, tanpa melihat siapa yang menghubungi ia langsung mengangkatnya.
"Hallo" sapanya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. Kemudian ia mendengar suara orang di seberang telepon dengan nada panik, Percakapan itu cukup singkat namun bisa membuat Darren secepat kilat menjadi siaga. Ia membangunkan tubuhnya setelah mematikan panggilannya dan bergegas bersiap diri membuat Helena kebingungan.
"Ada apa?"
"Baru saja terjadi kecelakaan beruntun. Jadi aku harus ke rumah sakit, mereka membutuhkan ku sekarang!" Katanya mulai mengganti piyamanya dengan kaos hitam yang dibalut dengan jas dokter miliknya. Ditengah kesibukannya yang tergesa-gesa Tanpa disadari sejak tadi Helena menatapnya tak suka.
"Jangan pergi!" Larang Helena dengan tegas, membuat Darren mengernyitkan keningnya, ia menghentikan aktivitasnya dan menatap Helena tajam. Perempuan itu tidak peduli jika Darren akan marah padanya, yang jelas sebagai seorang ibu ia memiliki perasaan buruk tentang anaknya, dan ia membutuhkan Darren untuk tetap disampingnya. Helena ingin egois, seharusnya tidak masalah jika Darren tidak pergi masih banyak dokter yang berjaga dirumah sakit, lagipula ini pertama kalinya Helena meminta Darren untuk tetap tinggal. Hari ini saja, Helena ingin Darren menuruti perkataannya. Ia bukan wanita yang suka melarang suaminya pergi apalagi ini kewajiban Darren sebagai dokter, sudah berapa kali ia merasakan dirinya ditinggal Darren tapi kali ini feelingnya terlalu kuat. Ia membutuhkan Darren!
"Jangan bercanda Helena!! Aku tidak punya banyak waktu!"
"Tidak Darren!! Kumohon dengarkan Aku sekali ini saja, Ar—"
"Helena!! Mereka membutuhkanku!! Jangan seperti ini, kamu memberatkanku. Percaya padaku Arya baik-baik saja ia hanya demam biasa. Besok dia pasti sembuh. Aku tidak bisa mengulur waktu lagi. Aku harus segera pergi." Banyak nyawa yang bergantung padaku." Setelah berkata demikian tanpa membiarkan Helena membuka suara lagi Darren segera meninggalkannya, setelah sebelumnya mengecup kening Helena. Saat pria itu menghilang dibalik pintu, Helena menghela nafasnya gusar, ia memandang sedih pintu kamar miliknya.
"Tapi aku juga membutuhkanmu.. Arya juga" gumamnya sedih, ia mengusap pucak kepala Arya dengan lembut.
🍀🍀🍀
Helena terbangun untuk yang kedua kalinya. Perasaan ia baru saja terlelap, tapi ia harus terbangun lagi karena guncangan pelan pada lengannya. Ia merasai tubuhnya yang memeluk Arya semakin memanas, Helena bangkit dari tidurnya secara otomatis, mendapati wajah Arya yang memucat, anaknya terlihat kesulitan bernafas, seketika itu juga Helena menjadi panik, ia bingung harus berbuat apa. Melihat anaknya kesakitan, tak luput membuatnya mengeluarkan air mata. Bagaimana ini? Helena tidak tahu harus berbuat apa, ia bingung, ia hilang arah. Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan? Secara tergesa ia keluar dari kamar menuju kamar Ed yang tepat berada disampingnya. Sekuat tenaga ia menggedor pintu kamar Ed. Ia tidak bisa lama-lama meninggalkan Arya.
"ED!!! Bangun Ed!!! Tolong kakak!!" Teriaknya, suaranya begitu lantang, ia tak menyadari bahwa semua orang bisa mendengar suaranya. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan putranya.
"ED!!! Bangun!!"
Ed yang tengah pulas terlonjak begitu menengar gedoran pintu dan suara teriakan Helena. Ia berlari menuju pintu kamarnya, membukanya dengan cepat lalu mendapati Helena yang tampak sangat kacau.
"Ada apa?"
"Arya Ed... Arya!!! Dia sesak nafas, aku... aku.. aku tidak tahu harus bagaimana." Ucapnya disela tangisnya. Mendengar jawaban Helena, Ed segera menuju kamar Helena, ia melihat Arya masih kesulitan bernafas. Ia mendekati Arya, menggedongnya sebentar lalu mendudukan Arya dengan telapak kaki menyentuh lantai. Ia membantu Arya mencondongkan dada sedikit ke depan. Perlahan Ed juga membimbing Arya meletakan siku dilututnya kemudian menahan dagu dengan tangannya.
"Sayang... dengarkan uncle! Kau harus merilekskan tubuhmu, tarik nafasmu lalu dibuang perlahan. Lakukan berulang kali dengan rileks."
Helena menyaksikan dengan seksama, air matanya tiada hentinya mengalir, ia menyesali suaminya yang tidak mau mendengarkannya. Kasihan sekali Arya, ia pasti sedang merasakan kesakitan. Arya mengikuti panduan dari pamannya, perlahan tubuhnya semakin rileks dengan nafas yang lebih mudah menghirup udara. Sampai pada akhirnya anak itu bisa kembali bernafas dengan normal, namun kondisinya tidak serta merta baik-baik saja. Arya demam tinggi, seluruh tubuhnya panas.
Kegaduhan terdengar begitu jelas, nenek dan yang lainnya menghampiri Helena yang tengah memeluk Arya.
"Ada apa Ed?"
"Arya sakit nek, tadi sesak nafas, sekarang sudah lebih baik tapi demamnya terlalu tinggi."
"Ya Ampun, dimana Darren? Ayah cicitkukan seorang dokter." Ed menggelengkan kepalanya. Helena juga enggan menjawab ia hanya menangis saja. Nenek menghampiri Helena mengusap kepala wanita itu dengan lembut. Sentuhan nenek membuat Helena mendongak secara otomatis.
"Kita kerumah sakit sekarang ya?" Detik itu juga Helena menganggukan kepalanya.
🍀🍀🍀
Darren berlarian di lorong rumah sakit, setelah ia mendapat panggilan dari Brian bahwa mereka sekarang berada dirumah sakit karena Arya dalam kondisi buruk, ia langsung melarikan diri dari istirahatnya sehabis mengobati para korban. Jangan ditanya bagaimana perasaannya saat ini, ia menyesal setengah mati sebab tak mendengarkan istrinya, seharusnya ia tidak pergi, seharusnya ia lebih memperhatikan kondisi anaknya, karena usai mendengar apa yang diceritakan Brian, kondisi Arya pasti sangat buruk.
Ah Darren kesal pada dirinya sendiri. Apa bisa ia disebut seorang ayah? Bagaimana bisa ia tidak menyadari anaknya dalam kondisi terburuk, Helena jauh lebih peka darinya. Ia juga merasa tidak pantas disebut sebagai dokter.
Langkah kakinya terhenti seiring dengan suara ketuk sepatu yang menghilang. Seketika hatinya mencelos mendapati istrinya nampak kacau dalam dekapan Hana. Ia terdiam tidak tahu harus berkata apa, ia semakin merasa bersalah.
PLAKKKKKKKKK
"NENEK!!!"
Rasa panas menjalar pada pipinya, ia tak menyadari nenek berada dihadapannya sampai tamparan keras yang diberikan nenek menyadarkannya. Semua orang yang ada disana terkejut, kakak tertua mereka tidak pernah bermasalah dengan nenek, ia cenderung cucu penurut, beda halnya dengan Daniel dan Aldrian..
"Jangan sebut dirimu sebagai ayah, menjaga anak saja tidak becus! Percuma kau kuliah tinggi-tinggi menjadi dokter tapi tidak bisa menyadari anak sedang demam tinggi. Aishhhh anak ini benar-benar apa aku tidak pernah mengajarkanmu tanggung jawab."
"Nek sudah.. jangan marah-marah." Kata Brian mencoba menenangkan nenek, ia tidak enak nenek marah-marah sekeras itu dirumah sakit. Meski rumah sakit ini miliknya tetap saja, mereka harus tahu etika, apalagi ia juga merasa iba dengan kakaknya.
"Ma-maaf nek"
"Jangan minta maaf padaku, minta maaf pada istri dan anakmu. Lain kali tuh utamakan dulu kel—"
"Nenek!! Nenek lupa pake wig!" Teriak Daniel sontak mengalihkan atensi nenek.
"Apa???!?" Kata nenek menyentuh rambutnya yang mulai menipis ia baru menyadari, karena terburu-buru tak sadar ia melupakan wignya. Melihat kepanikan nenek, Daniel memanfaatkan itu, ia merangkul nenek mencoba menjauhkan nenek dari kakaknya.
"Nah!! Ayo pulang! Keburu banyak yang lihat."
"Tidak mau aku mau menjaga cicitku."
"Nek! Sudah ada Bang Darren sama Ka Helena juga, Arya dijamin aman. Apalagi sudah dirumah sakit. Daripada orang lihat nenek kaya gini, dibilang tuyul bukan tapi rambutnya hampir gundul."
"Kurang ajar!!! Boca tengik! Yasudah ayo pulang, besok kita balik lagi."
"Nah gitu dong, kalau gitu kan cantik kaya madonna" Kata Daniel yang berhasil, ia bertatapan dengan Brian, memberi kode untuk ikut pulang membiarkan Darren berdua dengan Helena, apalagi mumpung nenek berhasil dibujuk. Brian cukup kagum ternyata otak sekopong Daniel masih bisa digunakan untuk hal berguna, meskipun yang dilakukannya tidak pernah benar. Selalu diluar nalar. Brian menarik Hana yang masih disamping Helena.
"Ayo kita pulang sayang, Bang pulang dulu ya, besok balik lagi." Darren mengangguk dan berterima kasih kepada mereka. Sepergian mereka Darren duduk disamping istrinya, dalam pelukan Darren tangis Helena pecah.
"Maafkan aku Helena"
🍀🍀🍀
Teman2 semua yang ada disini, di search pake google bagaimana menanggapi org yg sedang sesak nafas. Murni aku search dari google, kalau dirasa kurang tepat mungkin aku memang belom maksimal mencari tahu. Buat mempelajarinya butuh waktu lama nanti makin lama update huhuhuhuhu, jangan dihujat ya 💜💜💜