Sofia memang merencanakan untuk menjebak Soraya di depan Liam, agar Liam bisa menilai jika Soraya bukanlah wanita baik-baik sebagaimana dalam otaknya. Caranya pastilah dengan melibatkan Reyhan di sana, yang berperan sebagai kekasih liarnya Soraya.
Namun begitu mendengar pemaparan Reyhan, rencana itu pun buyar seketika. Bukan hanya Reyhan yang lemas karena sumber keuangannya menghilang, tetapi Sofia juga merasakan hal yang sama.
"Memang ada apa sama Soraya?" tanya Reyhan yang masih penasaran.
Sofia menghela napas pelan lalu berkata, "Sebenarnya gue kenal sama Liam, dia juga temen gue. Makanya dulu waktu elu pernah cerita, gue mastiin dulu, orang yang sama apa enggak."
"Kok elu baru cerita?" Reyhan tersentak mendengar pengakuan itu.
"Kan gue udah ngomong barusan, gue mau pastiin dulu." Sofia kembali menengak minumannya.
"Jadi, cowok yang dulu pernah elu ceritain ke gue itu Liam orangnya? Yang elu bilang itu cowok ribet?"
Sofia mengangguk. Sedangkan Reyhan berdecih sambil tersenyum miring, ia tidak menyangka jika dunia benar-benar selebar daun kelor.
"Trus rencana elu tadi apaan?" Reyhan tetap mengorek rasa penasarannya.
"Rencananya, gue mau kasih lihat jeleknya Soraya ke Liam, tapi menguntungkan buat elu!"
Reyhan mengernyitkan alisnya, kemudian Sofia tersenyum membalas menatapnya. Perlahan Sofia mulai menjelaskan rincian rencana jahat itu pada Reyhan yang mana rencana itu membuat Reyhan akhirnya tersenyum lebar.
Entah sejak kapan Sofia berpikiran picik, dan entah sejak kapan pula Sofia menjadi menginginkan Liam. Padahal dia tahu betul bagaimana hidup Liam yang terlalu rumit. Tetapi tidak dapat dia pungkiri, jika pertemuannya tadi siang benar-benar membuat luluh hatinya, hingga rencana jahat itu terlintas dalam benaknya. Seketika.
"Boleh juga tuh rencana lu!" celetuk Reyhan.
"Tapi 'kan elu udah putusan, ya nggak mungkin dong!" Sofia mengeluh.
Sedangkan Reyhan malah sebaliknya, ia kembali tersenyum miring menatap teman lamanya itu. Dalam otaknya, muncul ide-ide licik lainnya yang sangat menguntungkan baginya. Apalagi jika bukan untuk menikmati kembali tubuh Soraya.
Mungkin semua lelaki akan berpikiran sama untuk masalah yang satu ini. Yang muncul hanyalah nafsu belaka, bukan akal sehatnya. Tetapi tidak bagi Reyhan, kedua hal itu muncul bersamaan dalam otaknya. "Trus apa untungnya buat gue, kalau gue ngelakuin itu?"
Sofia menatap tajam kedua mata Reyhan, dia tidak mengira jika lelaki itu masih berpikir untuk mencari keuntungan lainnya dari rencana itu.
"Maksud elu?" tanya Sofia berpura-pura bodoh.
"Halah, elu kayak enggak tahu aja! Gue butuh duit buat hidup. Elu pikir habis gituan sama dia, trus gue bisa bertahan hidup berbulan-bulan? Hah?" Reyhan menengak minumannya.
"Akhirnya elu merendah juga sama gue! Gue pikir elu nggak butuh duit!" Sofia terkekeh pelan. Baru kali ini lelaki itu mengatakan membutuhkan uang sebagai imbalan dari pekerjaan kotor itu.
Biasanya Reyhan selalu berlagak bak lelaki kaya raya. Membayarkan setiap bill yang ada bila mereka sedang berkumpul dengan teman-teman yang lainnya. Menawarkan makanan dan juga minuman yang harganya terbilang cukup mahal. Belum lagi tempat mereka menghabiskan waktu, yang mana selalu saja tergolong lounge ataupun bar. Lelaki itu tidak mau berkumpul di resto atau sekedar di kafe-kafe kecil.
Lalu jangan tanyakan darimana asal-muasal uang yang dia miliki untuk membayar semua gaya hidupnya itu. Pertama-tama, ia akan mencoba menjual beberapa asset kecil peninggalan kedua orang tuanya. Entah itu perabotan di dalam rumahnya atau sekedar menjual jam tangan koleksi pribadi orang tuanya. Yang jelas, dia akan berupaya untuk mendapatkan uang dengan cara yang cepat.
Salah satunya dengan meminta kepada Soraya. Ya, semenjak semua harta peninggalan itu habis, ia selalu menjadikan Soraya sebagai mesin ATM berjalan. Walaupun uang diberikan Soraya tidaklah banyak, tetapi uang itu cukup baginya.
Dan tentu saja, dengan bodohnya Soraya selalu mau saja memberikan uang kepada Reyhan. Ya, pikirnya balas budi, itulah saat yang tepat untuknya membalas segala kebaikan Reyhan dulu. Saat kedua orang tua Reyhan masih ada.
"Oke, gue kasih imbalan kalau rencana ini berhasil." Sofia melirik Reyhan, merasa ragu-ragu dengan keputusannya. "Memang bisa elu ngelakuin itu? Bukannya kalian udahan? Gimana elu bisa deketin dia?" sindirnya.
Lagi-lagi Reyhan tersenyum tipis, sebuah senyuman yang menandakan kesombongan ada pada dirinya. "Apa yang nggak bisa gue dapat?"
Sofia mengangkat kedua bahunya, lalu mencibir. "Jangan panggil gue Reyhan, kalau gue nggak bisa tidurin tu cewek!" ucap Reyhan dengan pasti. Sedangkan Sofia hanya mendelik lalu kembali menengak minumannya.
Malam semakin larut, kedua orang itu sudah menghabiskan bergelas-gelas minuman yang mereka pesan. Sambil sesekali tertawa bersama setelah membahas rencana picik itu. Pikiran mereka lalu melayang, membayangkan seandainya rencana itu berhasil dilakukan.
"Gue yakin, Liam pasti bakalan jijik sama Soraya begitu ngeliat kalian udah 'begituan'!" Sofia melantur, diikuti dengan kekehannya.
"Baguslah, jadi tu cewek bakalan selamanya jadi simpanan om-om! Dan gua benar-benar puas bisa nikmatin yang kedua kalinya!" balas Reyhan tertawa.
Untungnya Sofia tidak merespon, dia tidak terlalu fokus dengan ucapan Reyhan. Dalam otaknya hanya Liam dan bagaimana cara mendapatkan perhatian dari Liam. Itu saja. Rupanya, seharian menghabiskan waktu bersama Liam tadi membuatnya benar-benar jatuh hati pada lelaki itu.
***
Soraya bergegas pulang, meninggalkan tempat maksiat itu. Dia merasa dirinya sungguh sial beberapa hari ini. Langkah kakinya kini tidak lagi tertatih, dia menguatkan dirinya sendiri. Otaknya penuh dengan kilas balik yang menimpa dirinya.
Sepanjang perjalanan pulang, sesekali terdengar umpatan-umpatan yang terlafal dari mulutnya. Ya, Soraya mencaci-maki dirinya sendiri. Sudah hampir seperti kebun binatang isinya.
Hingga akhirnya tiba-tiba ponselnya berbunyi, Farrel yang menghubunginya. "Hallo? Iya, kasih tahu aja kalau hari ini aku banyak kerjaan di luar. Nanti aku hubungi langsung. Ya!" Kemudian dia menutup teleponnya.
Soraya menghentakkan kaki kanannya. "Sialan!"
Tiit tiit tiiiit!!
Bunyi klakson mobil memecahkan cacian dirinya, mobil itu dengan sigap langsung menepi, tepat di samping Soraya, membuatnya terpekik kaget. Soraya mengenali mobil itu.
Perlahan kaca mobil terbuka, seorang lelaki dari dalam mobil itu memanggil namanya. "Aya?"
Soraya menundukkan tubuhnya, dan mendapati sosok lelaki yang selama ini dia rindukan. Yap, lelaki itu adalah Liam. Tanpa sepatah kata, Soraya langsung meraih kno pintu mobil Liam lalu membukanya, masuk ke dalam mobil dan menarik tubuh Liam. Soraya memeluknya.
Beberapa detik berselang, Soraya menumpahkan air matanya di sana. Wanita itu menangis sesegukan, meluapkan isi hati yang tidak dapat dia uraikan dengan kata-kata. Hanya air mata.
Liam yang melihat semua itu jelas saja terdiam. Ia syok begitu mendengar rintihan tangisan Soraya, wanita kesayangan hatinya.
Dengan penuh kelembutan, Liam membalas rangkulan Soraya, lalu mengelus punggung wanita itu. Lidahnya seakan kelu, enggan untuk bertanya ada apa dan kenapa. Ia hanya mencoba untuk menenangkan Soraya dengan cara membiarkan wanita itu menangis sepuasnya.