Chereads / Wanita dititik Terendah / Chapter 12 - Digoda 21+

Chapter 12 - Digoda 21+

Sedikit demi sedikit pertahananku luntur, aku dikalahkan oleh cintamu yang kini mulai merasuk sampai ke tulang sumsum-ku

^Achiera Grey^

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

"Memikirkan aku..?"

Sumber suara itu menghentakkan Achiera yang sedang melamun.

Suara yang lembut dan pelan itu membuatnya terlonjak kaget dan hampir terjatuh, dengan cekatan Hans menolong dan menopangnya.

Mata Achiera bertatapan langsung dengan mata biru lelaki yang menjadi objek pemikirannya saat ini, yang kini hanya berjarak 3cm dari wajahnya.

"Ah ... Hans. Apa yang kau lakukan di sini?" ucap Achiera menutupi kegugupannya.

"Ini kantorku, jadi aku bebas dong berada di mana saja. Apa aku perlu izin untuk berada di mana pun di kantorku sendiri?" jawab Hans sombong.

"Ah tidak-tidak, hanya saja inikan toilet umum. Apa seorang presdir sepertimu akan menggunakan toilet umum? Bukankah kau sudah punya toilet pribadi di ruanganmu?"

Hans tersenyum manis dan itu sangat membuat Achiera tergoda.ย 

"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, apa kau berencana untuk terus bertumpu pada diriku? Aku tidak keberatan jika harus melakukannya di toilet ini sekarang."

Suara Hans serak akibat menggoda Achiera.

"Dasar perayu ulung! Aku akan berdiri sendiri!" jawab Achiera dan langsung memalingkan mukanya, menyembunyikan rona merah yang ada dipipinya.

"Sudah terlambat siluman pengacau!" Hans langsung mencium Achiera, dengan sangat bergairah dan menggebu-gebu seakan-akan sudah lama tidak berciuman, padahal semalam mereka baru melakukannya hingga beronde-ronde.

Suara percakapan dan langkah kaki yang semakin mendekat membuat Achiera terperanjat, sadar akan kelakuannya dengan cepat dia mendorong Hans dan langsung berlari mengambil sapu untuk segera bekerja.

Hans tertawa melihat tingkah laku Achiera. Sambil merapikan setelannya, dia melangkah sedikit menjauh dari pintu toilet dan berbicara lembut kepada karyawan yang ingin masuk ke toilet.

Achiera mengintip ingin menyaksikan bagaimana cara lelaki kepala es batu itu berbicara dan membalas sapaan orang-orang tersebut.

"Hans sialan, idiot, bajingan! Dengan santainya, dia boleh bertingkah ramah dengan para karyawan itu. Sementara, hampir saja membuatku dalam masalah!" gerutunya sambil mulai bekerja.

"Sialan, Idiot, bajingan! Hebat Nona Grey," ucap Hans yang entah kapan sudah berada di sana. "Orang bijak sering berkata, jika seseorang dengan kesal mengumpat dan sambil menyebut namamu, itu pertanda 'kesal karena cemburu'. Jadi, apa bisa aku menyimpulkan bahwa kau sedang cemburu karena aku berbicara dengan sangat ramah pada mereka, seperti katamu tadi?" ucap Hans sambil menyipitkan sebelah matanya.

"Tidak, bagaimana mungkin aku cemburu, sedangkan aku tidak punya hak untuk itu!" jawab Achiera langsung berpaling.

Muka sedihnya terlihat jelas oleh Hans, hal itu membuatnya tidak senang. Entah apa yang merasukinya, sehingga merasa demikian.

Hans mendekat ke arah Achiera dan langsung memeluknya dari belakang.

"Jangan ucapkan kata-kata itu, aku tidak ingin mendengarnya! Kau punya hak atas diriku, ingat kau itu milikku sampai kapan pun!" ucapnya meyakinkan Achiera.ย 

"Nanti habis kerja datang ke ruanganku, aku punya banyak kerjaan hari ini. Aku mau kau menemaniku di sana, supaya aku bisa semangat. Ingatlah, jangan langsung pulang yaa," lanjut Hans sambil mencium kepala Achiera, seolah tidak memerlukan jawab dia langsung pergi.

๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ

Setelah selesai jam kerja Achiera dengan mengendap-endap pergi masuk keruangan Hans, sewaktu ingin mengetok pintu, tiba-tiba pintu sudah terbuka sendiri.

"Hans pintunya kenapa boleh terbuka sendirinya?" tanyanya memulai pembicaraannya.

Hans terlalu serius sehingga tidak menyadari keberadaan Achiera. Achiera menyaksikan betapa seriusnya Hans menatap laptop sambil mengetik, tiba-tiba perasaan kagum lagi dan lagi hinggap di hati gadis itu.

Dan seakan tak ingin melanjutkan pembicaraannya, dia pergi menyuduh kopi untuk Hans, setelah melihat gelas kosong di meja dekat sofa.

Selang beberapa menit dia datang dengan kopi ditangannya, lagi dan lagi menyaksikan Hans yang sangat serius bekerja.

Tak ingin mengganggu lelaki itu, dia meletakkan kopi tersebut di meja kerja Hans dan langsung pergi.

Setelah melangkah beberapa langkah, tiba-tiba Hans berbicara dan menghentikan langkah kaki Achiera.

"Sejak kapan kau sudah di sini, makanya sudah membuatkan kopi untukku?" tanya Hans dan langsung mengalihkan perhatiannya dari laptopnya.

Dia meluruskan kaki dan bersandar di kursi kebanggaannya, serasa ingin meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat duduk yang terlalu lama.

"Tidak lama, hanya beberapa menit yang lalu," jawab Achiera sambil menatap ke arah Hans.

"Kau duduklah di sofa itu dan lakukan hal yang membuatmu tidak bosan, membaca, menonton dan lain-lain. Atau kau boleh mandi. Di pintu sana ada kamar, di dalam kamar itu ada lemari yang isinya beberapa baju ganti untukmu dan untukku," ucap Hans dan menyesap kopinya.

Ekspresi terkejut Achiera tertangkap oleh Hans dan berhasil membuatnya tertawa geli.

"Tak perlu Heran seperti itu, beberapa hari ini aku sebenarnya memiliki banyak pekerjaan yang deadline. Aku tidak mungkin membawa semuanya ke rumah, itu hanya akan membuang-buang waktu. Jadi aku suruh saja sekretarisku untuk membeli beberapa baju untuk kita. Tujuannya agar kau juga ikut menemani ku di sini," jelas Hans dan menyesap kopinya lagi.

"Karena setelah beberap lama bersamamu, kini aku mulai terbiasa akan adanya kau di sampingku. Aku takut fokusku akan gagal jika kau tidak di sini bersamaku."

Achiera mengerutkan dahi mendengar ucapan Hans.

Ya Tuhan, lelaki ini sudah berubah menjadi pengombal ulung, batinnya lalu pergi mandi.

Setelah beberapa saat, Achiera datang menjumpai Hans dengan memakai baju yang ada di lemari. Hans memang paling pintar dalam memilih baju untuknya. Saat sampai di ruangan kerja Hans, dia masih mendapati lelaki itu serius dengan dokumen-dokumen juga laptopnya.

Tak ingin mengganggu, Achiera duduk di sofa lalu menonton. Dia Sangat serius menonton hingga tidak sadar ada mata yang sedari tadi menatapnya dengan tajam.

"Ekhem ... kau serius sekali menonton, apa kau bisa memasak seperti itu?" ucap Hans tiba-tiba dan berhasil membuat Achiera terlonjak kaget.

Achiera menatap Hans, lelaki itu sudah bersandar di sofa sambil meneguk kopinya.

Achiera mengalihkan pendangannya lalu fokus kembali menonton.

"Ahh ... tidak, aku hanya teringat. Dulu saat aku masih kecil mama-ku sering memasak seperti ini di hari libur. Dan kami sekeluarga menikmatinya sambil bersantai di pinggir-"

Achiera menghentikan ucapannya dan berniat tidak ingin melanjutkan perkataannya, karena dia tidak ingin Hans mengetahui kondisi keluarganya dulu.

"Di pinggir? Di pinggir apa? Kenapa tidak dilanjutkan?" tanya Hans.

"Ahhh tidak... itu sudah masa lalu tidak perlu diunggkit. Tadi aku hanya terkenang saja," jawab Achiera sambil tersenyum masam.

"Tidak ada salahnya dengan mengenang masa lalu, asal kita jangan terbelenggu oleh masa lalu. Apa kau tau, masa lalu itu sebenarnya seperti kopi ini,"-Hans menyesap kembali kopinya-"kadang berhasil membuatmu susah tidur, ada pahitnya tapi selalu saja ada hal yang manisnya. Karena masalalu itu tidak selalu menceritakan tentang hal yang buruk. Seperti katamu kenangan tentang ibumu. Itu adalah kenangan yang indah, dan buatlah itu menjadi motivasimu," terang Hans.

"Sepertinya tuan muda dari keluarga Matthew ini sangat pandai berbicara. Apa semua orang mengetahui sisimu yg seperti ini?" goda Achiera sambil tertawa.

Hans ikut tertawa melihat tingkah Achiera.

Wanita ini, apa dia tidak tau kalau aku sedang berusaha menenangkannya? Bukan membalasku dengan pelukan sebagai tanda terima kasih, malah menertawaiku yg banyak bicara, batin Hans.ย 

"Aku belum pernah menemui wanita sepertimu sebelumnya," ucap Hans masih dalam tawa.

Achiera menghentikan tawanya dan menoleh ke arah Hans dengan bingung. "Wanita seperti ku?" tanya Achiera sambil menunjuk hidungnya.

"Yah, benar. Polos, jujur, dan tidak berusaha memanipulasiku." Hans mengedipkan sebelah matanya. "Dan masih bisa tersipu sampai memerah di sekujur kulitnya, padahal sudah berkali-kali aku sentuh." Hans menggoda Achiera.

Kali ini Achiera tidak hanya tersentak kaget, tetapi bahkan tersedak teh yang baru saja diminumnya. Segera diletakkannya gelas itu dan ditatapnya Hans dengan waspada. Lelaki itu juga sedang menyesap kopinya dengan santai, seolah-olah tidak ada yang salah dengan ucapannya barusan, tetapi mata birunya yang tajam itu menatap Achiera dari sisi gelasnya.

"Kau seperti kucing yang baru saja tertangkap basah mencuri ikan, terjebak di dalam ketakutan." Hans tersenyum sensual. "Apa cara bercintaku menyakitimu?"

Pipi Achiera memerah seperti udang rebus mendengar perkataan Hans yang blak-blakan itu.

"Tuh kan, lihatlah dirimu. Aku baru berbicara seperti itu pun, wajahmu sudah memerah. Padahal aku belum menyentuhmu sama sekali sejak tadi. Akuย  jadi berpikir, apa benar aku menyakitimu saat bercinta?" Hans menimpali ucapannya.

"Akh, ti-tidak ... tidak. Bukan seperti itu, aku hanya belum terbiasa saja."

Achiera menelan ludahnya yang tidak ada, ketika melihat Hans bergerak menghadap ke arahnya dan memandangnya dengan intens.

"Kalau begitu, tidak ada yang bisa aku lakukan selain membuatmu terbiasa, bukan?" Hans langsung mencium Achiera dan mengangkatnya ke kamar yang ada di ruangannya tersebut.