Beberapa hari setelah kejadian itu...
Seseorang wanita datang dari balkon kamar Zila, memakai baju long dress putih, berjalan anggun, menghampiri Zila yang tengah membaca buku.
"Waktu mu sudah habis Zila, kembalilah ke masa yang seharusnya." Ujar si wanita itu.
Zila menoleh, hampir saja melempar buku bacaannya. "Si-siapa?"
"Tidak perlu tahu, sekarang kembalilah. Pegang tanganku, kita harus segera kembali"
"Tapi, gue belum banyak tahu tentang masa depan ini. Dan, gue belum bisa pergi. Gue tetap mau disini"
"Ada kalanya seseorang tidak harus tahu, keseluruhan cerita. Cukup tahu depannya saja, agar ia penasaran." Wanita itu menjulurkan tangan kanannya, mengajak Zila kembali ke masa lalu.
"Mereka gimana?" Tanya Zila, wanita itu mengerti. Tersenyum ke arah Zila, "tenanglah, ini hanya sketsa. Pulanglah Zila, semua akan baik-baik saja."
Zila bimbang, ia masih penasaran bagaimana cerita masa depannya, tapi di satu sisi ini bukan dimensi yang seharusnya Zila tinggali.
Dengan berat hati, Zila berdiri dan menggenggam tangan si Wanita itu, beberapa detik kemudian Zila seperti ditarik dari alam bawah sadarnya.
Dann...
Zila terbangun dari tidurnya, saat melihat sekeliling, kelasnya sudah sepi. HAH? KELAS? kaget Zila, berarti benar saat ia tertarik ke dalam dimensi masa depan itu.
Sikut tangannya tak sengaja terkena bangku, "A-aw!" Zila mengaduh kesakitan, saat ia lihat, sikutnya di perban. Berarti benar ia kecelakaan.
Hanya ada Andre dan Riyan di kelas itu, mereka sedang piket menyapu dan membereskan meja yang berantakan.
Zila bergegas mengambil tas nya dan berlari keluar kelas, damn.. ia masih sekolah, dan kejadian itu nyata. Saat sudah sampai lantai 2, ia melihat di mading bahwa besok ada kunjungan dari pemilik sekolah ini, maka dari itu pihak sekolah akan mengadakan acara penyambutan yang cukup meriah.
Ekspresi Zila sangat datar, ia masa bodo dengan itu. Yang penting ia sudah kembali lagi ke tempat yang seharusnya.
Tapi tunggu?
Ia masih perawan kan?!
Zila merinding membayangkan adegan demi adegan saat ia melayani suami masa depannya, yang bernama Fadil, Fadil itu.
Tapi, masa bodolah. Zila menuruni tangga lagi, saat sudah di lantai dasar, suasana sekolah nampak ramai dengan para pekerja sedang membangun tenda acara, dan ada Pak Kepala sekolah yang sedang mengawasi.
Kakinya ia bawa ke Area parkir sekolah, disana ada motornya yang tengah berdiri di lapangan parkir yang telah sepi.
Baru saja ia mau memakai helm, Zila dikagetkan oleh tepukan ke pundaknya. Dengan cepat ia menoleh, "Samuel, ngapain masih di sekolah?!" Kaget Zila, pasalnya Samuel adalah orang tercepat sampai rumah, bila sudah waktunya pulang.
Ia tidak mau berlama-lama di sekolah, entah apa alasannya. Anak itu hanya cengegesan, menampilkan gigi putihnya yang rapih. Samuel menaikki motor Zila cepat, "loh, loh. Kutil kuda, ngapain lu naik motor gue? Mobil jemputan lu mana, sat!"
"Nebeng Zil, pak Maman lagi sakit. Mobilnya jadi gak ada yang bawa, tadi ada tugas OSIS jadi pulang telat" terang Samuel dengan memasang wajah melasnya.
Zila memutar bola matanya jengkel, ia kembali memasangkan helm dengan benar di kepalanya lalu menaikki motor kesayangannya. Zila men-stater motor itu lalu meninggalkan Area parkir.
Samuel tertawa, ia memeluk Zila dari belakang saking senangnya diajak orang nomor 1 ter-cuek di sekolah. Kenapa Zila dapat predikat itu? Karena Zila benar-benar acuh dengan apapun, saat semua siswa panik karena hari itu Razia Hp, dengan santainya Zila duduk di bawah pohon, sembari memasang muka datarnya.
Saat guru memeriksanya, Zila tidak kena Razia tersebut. Karena Hp nya ia taruh di atas pohon, sesaat sebelum bel masuk berbunyi. Ayolah, itu mudah bagi seorang Azila Amora.
Maka dari itu ia menyandang predikat yang sangat, A S U bagi Zila. "Mau dianter kemana?" Tanya gadis berekspresi minim itu.
"Kerumah lah, kemana lagi."
"Kirain ke kuburan, kan itu rumah lu. Nanti" samuel menggeplak helm Zila pelan, membuat gadis itu terkikik geli.
"Besok ada acaran apa'an" tanya Zila yang sedang fokus melihat jalan. "Anak pemilik Yayasan mau dateng, sama pemilik Yayasan. Mau dikenalin kalo anaknya yang sekarang yang gantiin bapaknya gitu."
Zila yang mendengar itu hanya mangut-mangut, tanda mengerti. "Besok free dong! Asek. Gua bisa gak masuk,"
"Gak Zil, semua siswa wajib masuk. Nanti lo dapet sanksi kalo gak masuk,"
"Ck! Ribet amat, yaudah besok gua masuk, tapi di kelas."
"Kelapangan semua Zil, di Area acaranya. Gak ada yang di kelas,"
"B a n g s a t!"
...
Suasana pagi yang sangat sibuk, di SMA Zila, para siswa sudah diatur oleh anggota OSIS untuk mengisi kursi yang kosong di bagian belakang. Karena bagian depan untuk para guru.
Panggung yang lumayan 'wah' sudah berdiri kokoh, di hadapan mereka. Ketua OSIS tidak lupa men-cek satu-satu mic, yang akan di pakai.
Pukul setengah 9, acara itupun dimulai. Dari pertama menyambut bapak Yayasan dan anaknya, dengan sambutan meriah tari-tarian, tidak lupa sang Ratu Vocal, Amel menyanyikan lagu Mars SMA mereka.
Dilanjutkan dengan pertunjukan berbagai, ekstrakulikuler yang ada. Para siswi hanya fokus memuji ketampanan anak bapak ketua Yayasan yang sangat tampan bak model Hollywood.
Zila menguap, ia tidak tertarik pada acara ribet seperti ini. Teman-temannya menjerit-jerit kala si anak ketua Yayasan tersenyum.
Zila bangun, lalu pergi melangkahkan kakinya ke atap sekolah yang menyajikan pemandangan yang indah.
"Please lah, gabut gua tuh." Bokongnya ia hempaskan di kursi kayu yang ada di sana.
"Kamu harusnya ikut acara itu, kamu tidak menghargai saya." Ujar seseorang dari belakang.
Zila refleks menoleh, "Om Fadil?"