Chereads / Om Fadil / Chapter 11 - Bab 11

Chapter 11 - Bab 11

"Om Fadil?"

....

Pria berperawakan tinggi, itu mengangkat sebelah alisnya. Kenapa ia dipanggil om? Padahal umurnya masih muda.

"Kamu kenapa tau nama saya?" Dan kenapa gadis ini tahu namanya. Bahkan tadi ia belum sempat memperkenalkan, namanya di hadapan para siswa/i. Zila mengangkat bahunya, sebenernya Zila gugup. Ia takut ketauan.

"Kamu anak Indigo ya?" Celetuk Fadil, Zila langsung menggeleng cepat. "Bukan. Bukan! Gue anak Indihome sama Indomie, lagian gu-- gue.. eummm gu-e" ucapan Zila terbata-bata, ia sedang mencari alasan yang tepat. Tapi tidak kunjung ia tangkap di dalam otaknya.

"Gue apa? Ck. Lagian lo ngapain ke atas sini? Di bawah tuh acaranya penyambutan gue, lo malah kabur kesini, gak menghargai banget!" Sembur Fadil, membuat Zila mendengus sebal.

Tangan Fadil dimasukkan ke kantong celana bahannya, ia memperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. "Pakaian lo gak rapih, padahal lo siswa tingkat akhir kan? Jadi contoh yang baik lah buat adek kelas lo. Ini malah awut-awutan, gak banget!" Sembur Fadil lagi, mungkin itu terdengar seperti ejekan di telinga Zila.

"Belom tau aja lo jings, betapa lo tergila-gila sama gue nanti! Heuh. Awas aja kepet dasar!" Maki Zila dalam hati, matanya memincing memperhatikan Fadil.

Demi sempak si Riyan yang bolong, Zila bersumpah akan membalas ucapan si suami masa depan-nya itu nanti. "Sana, kembali ke bawah. Papah mau ngasih tau kalo gue yang bakal gantiin posisi dia, disini!" Tekan Fadil di akhir ucapannya.

"Heleh, disana panas! Dempet-dempetan. Bau segala macem, lo enak diatas kena kipas angin, lah gue udah di belakang, sesek! Suek banget" dumel Zila sembari meminum minuman kaleng, yang ia bawa tadi. Fadil menghampiri Zila dan membenarkan bajunya yang acak-acakan, serta merapikan rambut Zila yang kusut terbawa angin.

Zila hanya diam, melihat suami masa depannya itu begitu perhatian padanya. Ahhh jadi sayang, "ck! Gini aja lo harus di bantuin orang. Setelah gue nge-jabat jadi ketua yayasan disini, gue bakal terus perhatiin anak-anak bandel semacam, lo! Dan khususnya biang keroknya elo!"

Ucapan Fadil membuat Zila lagi-lagi mencibir. "Oh iya satu lagi, lo duduk samping gue biar kena angin, biar gak kepanasan. Turun sekarang, ikut gue!" Lengan Zila ditarik paksa oleh Fadil, membuat Zila agak terseok-seok. Tapi setidaknya seulas senyum muncul dari bibir Zila, ternyata begini toh, awal mereka bertemu. Not bad!

Sesampainya mereka disana, semua orang langsung menatap mereka dengan pandangan, sedikit aneh. Zila sih, masa bodo dengan itu, Fadil juga demikian.

Fadil menarik Zila keatas panggung, ia kembali duduk di tempatnya, ada tambahan satu kursi di sebelah Fadil untuk Zila. Kipas angin khusus mengarah pada Zila yang sedang tersenyum kepada teman-temannya. She is so lucky girl!

Fathar, Papa Fadil berbisik ke telinga putranya itu. "Dil, itu pacarmu? Kenapa gak bilang sama Papa kamu punya pacar, dari anak yayasan kita?"

Fadil melirik sekilas, Zila yang tengah menikmati angin yang segar masuk ke celah-celah BH-nya. Sangat ademmm, "bukan Pah. Dia numpang ngadem doang, biang onar! Bukan tipe Fadil!"

"Awas jatuh cinta," ingat Fathar, setelah itu ia terkikik geli melihat Zila yang memajukan wajahnya sampai dekat dengan kipas, Fadil tersenyum canggung lalu menarik rambut Zila agar duduk dengan tegak lagi. Zila mendelik tak suka.

"Pantes Fatih ngeselin, Papanya aja pas muda gini. Ckck!" Dumel Zila, menggeplak lengan kekar Fadil. Kini giliran pria itu yang mendelik, Zila hanya menjulurkan lidahnya.

..

Zila pulang dalam keadaan lesu, karena tadi ia jadi bahan gunjingan, bahan ghibah teman-temannya karena pria yang mereka sukai dekat dengan Zila. Badannya menyender lesu pada sofa ruang tamu, tasnya di lempar ke samping sofa. Mama Zila duduk bersebrangan dengan Zila.

"Kenapa sih Kak? Muka asem banget kayak sayur basi. Pulang-pulang bukannya salam"

"Kesel! Masa Zila disangka pelakor!!" Adu Zila pada sang Mama.

Mata mama Zila melotot, "siapa yang bilang begitu sama kamu? Belum tau aja mamanya juara satu silat se-daerah Jakarta!"

"Tau tuh, gara-gara si Fadil! Kesel banget gue."

"Si--" belum sempat Mama Zila melanjutkan omongannya, Papa Zila datang dari arah kamar mandi dapur, hanya mengenakan handuk dipingang nya menutupi roti sobek kesukaan Mama Zila.

"Mah, sempak polkadot Papa di kemanain yak? Papa cari di jemuran gak ada. Mama pake ya?" Tuduh Papa Zila.

"Enak aja! Udah aku cuci kemarin, perasaan ada di lemari kecil tempat daleman deh."

"Gak ada! Mana itu sempak kesukaan Papa. Mama juga suka kan, apalagi isi sempaknya," Mama Zila mendelik mendengar itu, Papa Zila hanya cengengesan tidak jelas.

"Ck. Kaylan ini, sempak nya Zila pake pah, abisnya daleman segitiga sama kaki Zila abis, kotor semua. Agak ganjel ya Hehehe"

"Ya gusti, ini anaknya siapa"

"Anak Mama, hasil goyangan Papa Muahahah!"

"ZILAA!" seru kedua orangtua Zila, anak itu hanya cekikikan lalu lari ke arah kamarnya.