"Oh … jadi gitu. Gua punya rencana," ungkap Risya.
Aku terdiam menunjukkan wajah sedang berpikir. "Lo pasti ada maksud bantuin gua," celetukku.
Risya hanya menyengir kearahku.
"Ingat Ris kita sahabatan sudah berapa lama. Walaupun lo mau ke ujung kulon atau pergi berjuta tahun dari gua. Gua masih hafal sifat lo."
Ya, aku sangat tau sifat Risya yang tak akan membantu orang jika hanya membantu dengan cuma-cuma. Ntah karena apa aku bisa bertahan sahabatan lama dengan Risya tanpa masalah. Yang aku yakin gimana pun dia. Tapi perasaanku kali ini mengatakan dia gak akan mengecewakanku. Walau aku saat ini sedang terluka karena rasa kecewa. Tapi dia bukan sekedar sahabat. Risya sudah aku anggap saudaraku sendiri.