Chereads / Introvert Boss & Mad Secretaries / Chapter 21 - Insiden Rok

Chapter 21 - Insiden Rok

"Pak Armand, sebentar! saya..." Arvita kesulitan untuk turun, rok hitamnya membatasi pergerakannya agar bisa bergerak cepat.

"Breettt.."

Suara robekan yang cukup kencang, membuat Arvita menyadari kalau saja dia sudah membuat kesalahan. "Duh.. Apes banget hari ini." Batin Arvita dan melihat sisi roknya yang sudah robek cukup panjang.

Armand mendengus kesal dan ia sendiri juga melihat apa yang sudah terjadi dengan sekertarisnya, ketika Arvita terlalu bersemangat untuk turun melewati pintu kereta, yang penuh dengan orang-orang.

"Maaf pak, rok saya." Arvita menutup sisi pahanya dengan tangannya. Mencoba menarik belahannya agar tidak terlalu terbuka.

Armand tiba-tiba membuka setelan jasnya, dan ia berikan untuk Arvita. "Kamu pakai ini, kita sudah tidak ada waktu untuk kembali ke kantor, apalagi mencari rok baru untukmu."

Arvita menatap tidak percaya, atasannya memberikan setelan jasnya yang sangat mahal? Hanya untuk menutupi bagian sisi roknya yang robek?

Jangan-jangan nanti dipotong gaji? Batin Arvita, dan belum berani untuk meraih setelan jas luar milik Armand.

"Nona Arvita? Kenapa kamu malah melamun?" Kerutan di alis Armand kembali muncul. "Cepat! Ahhh..." Armand tampaknya sudah tidak bisa bersabar. Dia sendiri sudah melingkarkan setelan jasnya pada pinggul Arvita.

"Eh.. pak.. Saya pikir, saya tidak perlu pakai..."

"Begini lebih baik, bukan? Ayo kita lanjutkan perjalanan kita kembali." Ucapnya.

Dengan menggunakan transportasi tambahan, Sebuah layanan taksi online. Akhirnya Arvita dan Armand bisa sampai tiba waktunya. Mereka sudah tiba pada sebuah gedung yang tidak kalah megahnya dengan EG Group.

Arvita merasakan dengan jelas, bagaimana kesan mewah dan elegan yang memang sengaja diperlihatkan oleh Rustam Group. Dan tidak hanya disitu saja, hampir semua karyawan memandangi kearah mereka berdua.

Tentu saja bukan Arvita yang menjadi pusat perhatian, tapi Armand-lah yang menjadi tontonan istimewa. Hanya menggunakan rompi hitam, tanpa setelan jas luar. Pria blasteran tersebut tampak lebih memikat dan mempesona.

"Armand, akhirnya kau datang juga." Ucap Angelina menyambut kedatangan tunangannya, pada ruang pertemuan. Matanya langsung memandangi kearah Arvita, dan jelas sekali tatapannya langsung tertuju pada bawahan Arvita.

"Selamat pagi, Bu Anggelina." Sapa Arvita dengan sangat sopan, dan tersenyum lebar.

"Kenapa kau tidak mengenakan Jas-mu? Dan apa yang ia kenakan adalah jasmu, Armand?" Tunjuk Angelina, dan tidak menghiraukan ucapan Arvita.

"Roknya sobek saat perjalanan kami kesini. kau tidak ingin kan sekertarisku yang akan menjadi pusat perhatian pada rapat nanti." Jawab Armand tegas.

"Ohh.. Ok. Fine." Ucap Angelina dan duduk disamping kiri Armand. Sedangkan Arvita duduk berseberangan, memang ia sengaja mengambil posisi duduk yang lebih jauh.

"Kenapa kamu duduk disana, duduk disebelahku. Cepat!" Perintah Armand dengan tegas. "Armand, biarkan saja dia duduk disana, lagi pula tugasnya hanya sebagai notulen. Tidak terlalu penting." Angelina tidak setuju, dan menatap sinis pada Arvita.

"Saya duduk disini saja, Pak Armand." Tolak Arvita sopan. "Lihat kan, sekertaris kamu saja! Dia tahu diri dengan posisinya." Cibir Angelina.

"Arvita, apa sekarang kamu berani menolak perintah saya?" Suara Armand yang tegas, dan lantang. "Ba.. Baik pak." Jawab Arvita dengan terpaksa, sehingga Arvita baranjak dari kursinya, dan duduk disamping kanan Armand.

Tidak lama para peserta rapat lainnya bermunculan, dan rapat penting pagi hari itu sudah dimulai. Arvita terus mencatat setiap penjelasan yang diberikan oleh salah satu pria yang memimpin rapat.

Sebuah rencana untuk membuka perhotelan dengan fasilitas mewah, ada dua rencana tempat yang akan menjadi tempat pembangunan. Pilihan pertama adalah di daerah Pusat Jakarta, dan pilihan kedua ada di daerah Surabaya.

"Sebenarnya dua-duanya sama-sama menguntungkan, baik Surabaya ataupun Jakarta. Hanya saja jika kita memilih lokasi Jakarta, kami masih terbentur dengan beberapa warga yang tidak mau menjual rumah dan tanah mereka. Walaupun, kami sudah memberikan harga beli yang sangat tinggi." Ucap si pria tersebut.

"Apa alasan mereka, Derry? Cih.. Sangat munafik sekali, mereka hanya orang-orang yang ingin meraup keuntungan yang sangat banyak. Aku yakin, jika kita menaikkan kembali harga beli. Mereka pasti akan senang menjual rumah dan tanah mereka." Angelina mengucapkan dengan sombong.

Armand tidak bergeming mendengarkan ucapan tunangannya, sedangkan Arvita langsung sedikit menoleh dan membatin "Sombong sekali, dia."

"Masalahnya bukan Mengenai uang, tapi karena salah satu warga sekitar merupakan orang-orang yang mengelola budaya asli Jakarta. Dan saya sendiri pernah mencoba, untuk menawarkan dengan harga yang lebih tinggi. Tapi... Tetap saja mereka menolak." Jawab Derry.

Arvita langsung berhenti dari mengetik pada laptopnya, memandang kearah Derry dan tiba-tiba saja ia teringat pada kedua orangtuanya. "Ahh.. Arvita tidak mungkin. Mungkin itu wilayah Jakarta yang berbeda." Batin Arvita menenangkan dirinya.

"Kalau begitu apa kita akan memilih Surabaya sebagai pilihan lokasi berikutnya?" Tanya salah seorang peserta.

"Tidak bisa, Jakarta lebih baik. Dan Derry! Kamu harus mengusahakan, agar orang tersebut mau menjual rumah dan tanah mereka." Angelina memotong sengaja.

"Maaf..." Ucap Arvita tiba-tiba. Dan sedikit menyesal karena ia bersuara, seketika pandangan mengarah kearahnya. Termasuk dengan Armand, padahal pria itu dari tadi tidak bergeming.

"Ya?" Tanya Derry yang juga penasaran.

"Apa saya boleh tahu dimana lokasi tersebut? Mm... kebetulan saya tinggal dan banyak tahu daerah Jakarta, mungkin saya bisa membantu untuk melakukan negosiasi dengan mereka." Arvita mencoba memberikan penjelasan dan alasan yang bagus.

Kedua tangan Derry melipat didepan dadanya, kacamata kotaknya sesekali ia betulkan, walaupun sebenarnya tidak mengapa. "Mm.. Lokasinya ada di Jalan XXX "

Bagaikan mendengar petir disiang hari bolong, Arvita segera menahan napasnya. Karena dia memang sangat mengenal daerah yang dijelaskan oleh Derry, tempat tersebut merupakan wilayah tempat tinggalnya.

"Oh ya,. satu lagi Nona Arvita. Kalau kamu memang ingin bernegosiasi, kamu lebih baik bertemu dengan orang yang cukup disegani di wilayah tersebut. Sebentar... Ahh.. Rojali! Nama pria tersebut Rojali." Derry meneruskan penjelasannya.

***

Armand memandang kearah Arvita yang sedari tadi banyak diam, dan seperti sedang merenung. Pandanga Arvita hanya mengarah pada sisi jendela mobil.

Saat ini mereka sudah berada didalam mobil, sopir pribadi Armand sudah tiba sebelum rapat selesai. Dan akan mengantar mereka kembali ke Kantor.

"Arvita?" Panggil Armand.

"Ah... Ya, pak? Maaf, saya lupa mengembalikan jas bapak." Arvita salah mengartikan panggilan bosnya, dan anehnya ia segera saja berusaha melepaskan jas Armand yang masih melingkar pada pinggulnya.

Untuk beberapa detik Armand bisa dengan jelas melihat bagian sisi paha Arvita. Dan segera saja pria dewasa itu mengalihkan pandangannya, "Tidak Arvita, lebih baik kamu pakai saja dulu."

"Oh, maaf pak. Saya pikir, bapak ingin memakai jas bapak kembali." Arvita tampak malu, dan kembali mengikat jas Armand pada pinggulnya.

"Saya hanya ingin berterimakasih, karena kau sudah akan bernegosiasi dengan orang-orang tersebut. Katakan saja kepada saya, hal apa yang kamu butuhkan." Ucap Armand.

"Baik pak, terima kasih." Jawab Arvita dan tersenyum dengan terpaksa.