Chereads / Introvert Boss & Mad Secretaries / Chapter 22 - PANGILAN DARURAT

Chapter 22 - PANGILAN DARURAT

Arvita menatap lekat pada jas hitam yang tergantung pada kursi, ia sendiri sedang duduk diatas tempat tidurnya dan memikirkan kejadian yang baru saja terjadi sehari itu. Dan tanpa ia sadari, Arvita memegangi keningnya, mengingat bagaimana Armand mengecup keningnya tanpa disengaja.

"Ayo...!! Lagi mikirin apa kamu!" Seru Rosa yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya.

"Ihh.. Bikin kaget saja, kok belum tidur sih?" Tanya Arvita yang heran, dan Rosa pun memandang dengan heran seraya terkekeh. "Loh ini baru jam tujuh malam, dan kamu nyuruh aku tidur jam segini?"

"Aku pikir sudah larut malam." Arvita pun ikut merebahkan dirinya, dan menatap langit-langit kamarnya bersama dengan Rosa. "Eh... kok kamu pulang gak diantar sama Samudra?" Tanya Rosa yang penasaran.

"Tadi sempat chat sih, lagi sibuk. Banyak kerjaan yang belum selesai katanya." Jawab Arvita, dan Rosa membalikkan tubuhnya. "Lidia juga lagi gak pulang, ada acara dengan bagian marketing dan design. Tadi sih dia bilang gak pulang malam ini." Ucap Rosa.

"Enaknya kita ngapain ya hari ini?" Tanya Rosa kembali.

"Makan yuk diluar? Bebek goreng enak deh kayanya." Ide makan itu terbesit begitu saja dari Rosa, tapi sayangnya Arvita tidak terlalu menanggapi dengan senang. "Kamu kenapa sih Vita? Kayanya banyak banget yang lagi dipikirin?" Tanya Rosa yang mulai menyadari kelesuan dari wajah sahabatnya.

"Duh..." Arvita meraih bantal, dan menutup sebagian besar wajahnya. "Rasanya aku mau teriak aja tau gak!" Keluhnya dan bantal itu masih menutupi wajahnya.

"Vita? Are you okay? Lo masih waras kan? Gue pikir lo bakal bertahan lama kerja sama si Hulk itu." Ucap Rosa dan menyingkirkan perlahan bantal dari wajah Arvita.

"Rosaa....." Erang Arvita tiba-tiba. "Tolong gue... Please..." Lanjut Arvita dan semakin menunjukkan kesedihan pada wajahnya, yang terus saja memelas. Rosa terperanjat, ketika kedua tangannya sudah berada pada genggaman Arvita.

"Ihh.. Lo kenapa sih? Beneran nih gilanya udah kumat." Cibir Rosa.

Hanya dalam waktu sepuluh menit saja, dan Arvita sudah bisa menjelaskan semua permasalahannya. Yaitu bagaimana caranya agar dia bisa bernegosiasi dengan ayahnya sendiri, dan bagaimana perusahaan EG Group bisa mendapatkan lahan yang sangat mereka incar.

"Fuhh..." Rosa menarik napasnya dan berpura-pura seperti menyeka keringat yang terlalu banyak dan berlebihan. "Lebih baik saat ini kamu mundur aja Vita, daripada nanti jadi anak durhaka." Ucap Rosa yang membayangkan dengan seram, bagaimana ayah Arvita Rojali ketua perguruan pencak silat, akan mengamuk bagaikan monster.

"Oleh karena itu, aku jadi pusing banget. Rasanya kepala ini mau pecah, pas aku cek ternyata lahan itu milik babeh... Hah... Aku harus apa dong?" Keluhnya kembali.

"Mm... Mungkin ada baiknya kamu coba bicara baik-baik dulu sama Babeh kamu, Vit. Siapa tahu... sekarang pemikiran Babeh Rojali sudah berubah." Ucap Rosa.

Suara ponsel Arvita yang berbunyi nyaring, menghentikan percakapan dua sahabat itu. Rosa hanya melirik dengan penasaran, ketika melihat mimik wajah Arvita yang sudah berubah. Bukan berubah menjadi tenang, tapi justru menjadi lebih panik.

"Kenapa Vit?" Tanya Rosa dan akhirnya ia berhasil mengintip, pada layar ponsel sahabatnya. "Hahhh!! Hulk... Ngapain Hulk telepon kamu? Cepet angkat! Sebelum dia ngamuk besar." Ucap Rosa yang ikut menjadi panik.

Arvita segera saja menerima panggilan masuk dari bosnya, sedangkan Rosa ikut menempelkan telinganya pada ponsel Vita, yang sudah berada ditelinganya juga. "Halo Pak Armand?" Ucap Arvita sopan, dan dengan perasaan berdegub.

"ARVITA!" Teriak Armand yang tampak kesal, bahkan kedua wanita itu segera menjauhkan telinga mereka dari ponsel. Rosa berucap tanpa bersuara, "ada apa sih? Kok tahu-tahu marah?"

Arvita mengangkat kedua bahunya, dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kemudian menempelkan kembali ponsel pada telinganya. "Ada apa Pak Armand?" Tanya Arvita sedikit takut. "Saya ingin kamu datang ke apartement saya. Dan itu sekarang!!" Jawab Armand dengan lantang.

"Tapi pak, kenapa harus malam ini?" Arvita melihat kearah jam dinding, dan waktu baru menunjukkan hampir setengah delapan malam.

"Arvita ini sangat darurat! Saya butuh bantuan kamu! Dan saya akan jelaskan ini nanti, ketika kamu sudah datang! Jangan lupa bawa juga laptop kamu ya!" Perintah Armand tidak mau mendengarkan alasan dari sekertarisnya, setelahnya dia langsung saja menutup telepon.

Arvita segera melompat turun dari tempat tidurnya, mengganti kaosnya dengan sweater pink panjang dan celana kream. "Kamu beneran mau kesana Vita?" Tanya Rosa dengan iba. "Katanya darurat, entah ada apa? Aku disuruh bawa laptop aku juga." Ucap Arvita dan merapikan rambutnya yang langsung ia kuncir satu.

Arvita dan Rosa sudah berada diruangan depan, dan kejutan lainnya tidak berhenti sampai disitu. Suara bel pintu terdengar baru saja, membuat Arvita yang sudah memegangi gagang pintu sontak terkejut.

"Lidia sudah pulang ya? Apa dia gak jadi menginap?" Ucap Rosa yang juga heran.

"Mungkin saja... Lidia kamu gak..." Arvita yang baru membukakan pintu, dan tadinya mengira bahwa yang ia lihat adalah sahabatnya, kenyataannya adalah sosok pria yang tersenyum ramah kearah mereka berdua.

"Hai Vita, kamu mau keluar?" Tanya Samudra dengan lembut dan juga manis. "Samudra? Kamu kok tiba-tiba datang?" Tanya Arvita yang tidak tahu apakah dia harus senang, atau tidak. Karena waktu yang tidak pas, dan dia harus segera menemui Armand.

"Aku bawakan kamu makan malam, ingin kasi kejutan saja. Dan sebagai permohonan maaf aku, karena gak bisa jemput kamu." Ucap Samudra dan mengangkat tinggi bungkus makanan berwarna putih.

"Ehh... Terimakasih, tapi aku minta maaf banget Sam. Karena aku harus ketempat Pak Armand." Jelas Arvita yang sudah melangkah keluar dari pintu utama, sedangkan Rosa hanya bisa menjadi pemerhati.

"Untuk apa kamu kesana?" Sam mengeryitkan dahinya, ia segera saja memeberikan bingkisan makanan untuk Rosa. "Ehh.. Buat aku nih... terimakasih ya.." Seru Rosa dengan senang, tapi masih memperhatikan pasangan yang ada dihadapannya.

"Ada urusan darurat." Ucap Arvita seraya, dan tiba-tiba saja Samudra meraih tangannya. Dari balik kacamatanya menatap Arvita dengan tatapan serius.

"Darurat seperti apa? Apa baik seorang atasan memanggil sekertarisnya, diluar jam kerja?" Tanya Samudra.

Rosa seperti menyaksikan drama sinetron yang beberapa kali ia tonton bersama dengan Lidia, begitulah keadaan Arvita dan juga Samudra. "Kalau Hulk sih, sudah tidak heran lagi." Rosa memberikan jawaban untuk Samudra.

"Ini soal kerjaan kok, kamu gak perlu khawatir Sam. Gak akan terjadi apapun, kamu yakin kan dengan kemampuan beladiri yang aku punya." Arvita mencoba menenangkan pasangannya, dengan memberikan senyuman yang meyakinkan.

"Tapi... Tetap saja kamu itu perempuan, dan tetap harus waspada. Aku yang akan mengantar kamu langsung." Samudra masih belum melepaskan genggaman tangan Arvita.

"Aku sudah pesan ojek online, dan itu..." Tunjuk Arvita kearah pengemudi berbaju hijau yang baru saja tiba.

"Kan, sudah datang. Sudah kamu enggak perlu khawatir, nanti aku kasi kabar ya." Ucap Arvita dan berhasil lepas dari genggaman tangan Sam.

"Bye... Vita, hati-hati ya dijalan." Seru Rosa dan melambaikan tangannya dengan segera. Samudra masih menatap dengan tidak percaya, awal mulanya dia ingin sekadar melepas rindu. Tapi kenyataannya pacar barunya, justru terlihat sibuk dengan pekerjaan dan atasannya.

"Hahh.." Helaan napas Samudra membuat Rosa melirik kearahnya.

"Sam, daripada kamu kesal seperti itu. Mendingan kamu makan, ini banyak banget loh..." Rosa menyeringai, seraya memainkan alisnya. "Sayang mubazir, kalau gak dimakan. Lagian kamu pasti penasaran kan sama sosok Hulk, atasannya Vita." Lanjut Rosa dengan masih dengan menyeringai.