Tekanan Energi Roh yang berasal dari kedalaman gua ini sungguh bukan main kuatnya.
Aku masih belum mengetahui dengan pasti mahluk macam apa yang memancarkan tekanan ini.
Yang pasti mahluk itu masih berada jauh didalam sana, jadi aku masih aman jika ingin beristirahat disini.
Aku pun mulai mengobservasi tentang bagaimana keadaan gua ini demi keamanan sebelum memasukinya.
Jika diperhatikan, ketinggian langit-langit gua ini mencapai 5 meter serta tanpa adanya stalakmit.
Karena tak ada satupun tetesan atau rembesan air dari langit-langitnya.
Untuk kedalaman gua ini sendiri pasti sangatlah panjang, mungkin bisa mencapai 1 atau 2 KM.
Lalu tekanan kuat yang kurasakan sekarang mungkin disebabkan oleh tekanan Energi Roh yang tak dapat menyebar karena terperangkap oleh dinding gua.
Sehingga tekanan Energi Roh mengalir disepanjang lorong gua dan keluar melalui mulut gua.
Setelah tubuhku mulai terbiasa, aku lanjut untuk memasuki gua ini jauh lebih dalam.
Karena tak adanya sumber cahaya maka seiring dengan makin dalam aku masuk, semakin gelap juga sekitarku.
Jadi aku harus membuat sebuah sumber pencahayaan.
Aku mengangkat lengan bawah tangan kananku kedepan, dengan permukaan telapak tangan menghadap atas.
Lalu dari telapak tangan inilah aku bentuk sebuah bola cahaya dari Energi Roh.
Bola Energi Roh ini hanya seukuran bola Baseball dan bercahaya biru terang.
Meski tidak terlalu besar, itu cukup untuk menerangi hingga radius 3 meter.
Kemudian bola Energi Roh mulai bergerak naik dan berputar mengitari kepalaku.
Tentu saja aku yang mengendalikannya hingga bola ini mampu bergerak.
Meski melelahkan jika harus selalu mengendalikannya.
Tapi jika kulakukan secara terus menerus, maka nanti aku akan sanggup mengendalikannya dengan mudah seperti sama halnya dengan bernapas.
Setelahnya aku mulai melanjutkan untuk masuk gua lebih dalam lagi.
Aku tak merasakan ada mahluk lain yang tinggal didalam gua ini.
Padahal secara umum, gua selalu ditinggali beragam mahluk hidup.
Tapi itu tidak berlaku bagi gua ini, sudah pasti penyebabnya adalah tekanan Energi Roh yang kuat dari mahluk itu sehingga tak ada satupun mahluk lain yang berani masuk.
Ini bisa jadi berkah tersendiri bagiku karena aku jadi bisa berkultivasi didalam sini dengan aman serta tidak perlu khawatir akan terganggu.
Beberapa menit telah berlalu, aku sudah berjalan beberapa ratus meter.
"Kurasa ini sudah cukup, aku akan mulai kultivasi roh disini saja."
Segera aku ambil posisi duduk bersila didekat dinding gua.
Beberapa menit setelah duduk, aku gunakan untuk mengistirahatkan tubuh sejenak.
Saat tubuh sudah terasa lebih santai, lalu kantong kulit yang berisi semua Kristal Inti Roh sebelumnya segera aku keluarkan.
"Guru, bagaimana cara untuk memakai Kristal Inti Roh ini untuk berkultivasi?"
"Caranya cukup sederhana, genggam lah beberapa Kristal Inti Roh sekuat mungkin hingga kristalnya retak. Dari retakkan itu nanti Energi Roh akan mengalir keluar sedikit demi sedikit. Serap lah Energi Roh yang bocor itu bersamaan dengan Energi Roh Alam, seperti cara Kultivasi Roh pada umumnya."
"Intinya adalah cukup dengan membuat retakan pada Kristal Inti Roh. Jadi tak masalah metode apa yang aku gunakan untuk membuatnya retak bukan?"
"Tentu saja... Dan ingatlah jika kamu harus membuat retakan pada Kristal Inti Roh tanpa menghancurkannya. semakin besar retakkan maka makin deras pula Energi Roh yang mengalir keluar. Namun jika sampai kristalnya hancur, kamu nanti tak akan punya cukup waktu untuk menyerap semua Energi Roh yang keluar. Hanya akan jadi pemborosan saja."
"Hmmm... Jadi begitu, ternyata tak sesulit yang aku kira. Aku akan coba sekarang, ini akan jadi pertama kalinya aku menyerap Energi Roh dari mahluk hidup.
"Aku sarankan untuk tidak menggunakannya disini."
Tanganku yang tengah meraba-raba Kristal Inti Roh dalam kantung kulit, jadi terhenti karena peringatan Guru.
"Memangnya ada apa Guru? Mungkinkah ada dampak negatif jika aku melakukannya disini?"
"Tidak ada resiko, namun kamu hanya akan menyia-nyiakan sumber Energi Roh yang melimpah milik Dimensi Kecil ini. Kamu harus tahu jika Energi Roh dari dalam Kristal Inti Roh itu sendiri sangatlah padat. Jadi lebih baik kamu gunakan untuk membantu dirimu berkultivasi di Dunia Fana alias Dunia Nyata yang mana sumber Energi Rohnya tidak sepadat di Dimensi kecil."
"Menyimpan untuk nanti ya... Kupikir itu ide yang cukup bagus. Ini juga akan menjadi oleh-oleh yang sangat bermanfaat, akan aku sisakan beberapa sebagai hadiah untuk Gita saat kencan nantinya. Aku harap Gita akan senang dengan hadiah pemberian ku ini. Huh... Perasaan menyesal karena datang ketempat merepotkan ini sudah hampir menghilang. Banyak pengalaman dan berbagai hal yang kudapat dari tempat ini."
"Itu sudah jelas, bimbingan dariku tak akan ada yang sia-sia. Kamu cukup beruntung bisa mendapatkan Guru seperti diriku."
"Yah... Aku akan mengakuinya untuk yang satu ini. Paling tidak rasa percaya diri berlebihan milik Guru mempunyai dasar yang kuat."
"Uh... Ucapanmu itu... Terkadang bisa sangat menyebalkan. Tak diragukan lagi kamu memang sangat mirip dengan Kakek mu. Tapi akan ku anggap ucapanmu sebagai pujian."
"Kugh... Jangan seenaknya menyamakan diriku dengan Kakek, aku rasa kami tak semirip itu."
"Sepertinya aku harus bawakan cermin untuk dirimu."
"Hah... Sudahlah, aku akan lanjutkan Kultivasi Roh saja."
"Aku juga akan istirahat sebentar, silahkan lanjutkan kultivasi mu. Kamu juga perlu persiapan jika ingin melawan mahluk penunggu gua ini. Lakukan selama 2 atau 3 hari juga tak masalah. Karena waktu disini berjalan 5 kali lebih cepat dibandingkan Dunia Nyata."
"Aku tahu, jadi aku tak akan terburu-buru. Akan ku persiapkan sebaik mungkin."
Kultivasi Roh akhirnya aku mulai, pikiran mulai aku fokuskan pada jalur meridian dalam tubuhku.
Dilanjutkan mengambil Energi Roh Alam serta Energi Roh yang dipancarkan mahluk itu untuk masuk kedalam Inti Roh.
Namun dalam tarikan pertama sudah membuatku tersentak.
Karena Energi Roh milik mahluk itu sungguh berada pada tingkatan yang berbeda.
Kualitasnya sangatlah tinggi, membuat Inti Roh milikku bergejolak seolah kegirangan karena telah mendapat makanan yang begitu lezat.
Lalu disaat Energi Roh mulai aku edarkan pada jalur meridian diseluruh tubuh, jalur meridian ini terasa hampir meledak karena saking padat dan kuatnya Energi Roh tersebut.
Mau tidak mau aku harus berjuang untuk bertahan sebisa mungkin.
Satu malam aku lalui untuk Kultivasi Roh yang sangatlah berat.
***
Saat pagi hari sudah tiba, aku mulai membuka mata setelah melalui malam yang berat.
Aku tahu jika sekarang sudah pagi dikarenakan jam internal telah memberitahukan waktu pada tubuhku.
Jika biasanya aku terbangun sendiri pada jam-jam ini, untuk kali ini mata yang aku istirahatkan terasa ingin terbuka kembali.
Kemudian aku bergegas keluar menuju mulut gua, sesampainya disana aku menghirup udara segar di pagi hari.
Apalagi sekarang ini aku sedang berada di alam terbuka, jadi udaranya terasa amat sejuk.
Tubuhku juga terasa lebih segar setelah proses Kultivasi Roh selesai aku lakukan.
Aku nikmati situasi ini untuk beberapa saat, setelahnya aku turun dari tebing untuk mencari makanan dan berlatih seharian penuh.
Lalu pada malam hari aku kembali berkultivasi hingga pagi.
Aku mengulang rutinitas ini sampai pada hari ketiga.
Dihari ketiga ini, aku sudah merasa amat sangat siap.
Akhirnya aku putuskan untuk masuk gua lebih dalam untuk menemui mahluk itu.
Setelah memakan waktu beberapa puluh menit, aku akhirnya sampai pada tempat tujuanku.
Benar saja, gua ini memiliki panjang setidaknya 2 kilometer.
Lalu untuk sekarang aku sudah memasuki sebuah ruang didalam gua.
Sepertinya ruang ini cukup luas, karena jangkauan cahaya dari bola Energi Rohku tidak menyentuh dinding gua sama sekali.
Namun tetap aku putuskan untuk melangkah maju, meski sangat beresiko jika diserang dalam kegelapan.
"Untungnya panca inderaku sudah jauh lebih tajam dari sebelumnya. Lalu aku masih memiliki Mata Dewa Roh, jadi dapat mengantisipasi apapun yang akan menghampiri, iyakan guru? "
"..."
"Guru?"
"N-nak... K-kurasa kita harus segera pergi dari sini sekarang juga. CEPATLAH, SEBELUM TERLAMBAT!!!"
Suara Guru terdengar penuh akan nada ketakutan.
Apa Guru baru saja menyadari sesuatu ketika kami sampai disini.
"Kenapa Guru? Apakah ada sesuatu yang sangat kuat didepan sana?"
"Bukan hanya sangat kuat namun juga sangat cerdas. Selama ini dia menyembunyikan tingkatan roh miliknya. Sebelumnya yang aku rasakan bahwa dia berada pada Tahap Dasar Roh Tingkat 9. Namun dia sekarang sudah menunjukkan tingkatan rohnya yang sebenarnya. Dia sekarang berada di-"
Belum selesai Guru mengungkapkan kebenaran yang baru saja dia sadari.
Sepasang mata merah menyala terlihat muncul dihadapanku dari kejauhan.
Dan instingku langsung menyadari bahaya yang amat mengerikan dihadapanku.
Seluruh tubuhku gemetaran, bulu kuduk juga berdiri karena kengerian dari tatapan mata itu.
Pada saat itu juga bola api mulai menyala satu persatu pada dinding gua dari sisi kanan dan kiri ku.
pada bagian dinding yang menjadi sumber api itu, terdapat Pola Inkripsi disana.
Bola api yang menyala semakin banyak hingga bentuk ruang gua ini mulai terlihat, yaitu sebuah kubah raksasa.
Diameternya mencapai sekitar 300-an meter, sungguh luas sekali.
Tidak memakan waktu terlalu lama, Seluruh bagian gua ini terlihat jelas karena cahaya ratusan bola api.
Sekarang aku dapat melihat dengan jelas apa yang berada didalam sini.
Jauh didepan sana ada pintu logam hitam Raksasa berbentuk setengah lonjong, dengan sepasang daun pintu.
Pada daun pintunya terdapat berbagai ukiran emas yang menggambarkan berbagai Binatang Mistik yang tidak aku ketahui tengah mengelilingi seorang Druid wanita berambut panjang.
Lalu yang paling mengejutkan adalah apa yang berjaga didepan pintu itu.
Yaitu seekor ular putih raksasa, dengan sepasang tanduk pada bagian belakang kepalanya.
Sisiknya terlihat seperti batu berlian namun berwarna putih berkilauan.
Diameter bagian tubuhnya bahkan sebesar 10 meter dan panjangnya mungkin mencapai beberapa ratus meter.
Aura tatapan mata merahnya yang tajam bahkan sanggup membuat seluruh tubuhku gemetaran.
Dengan sekuat tenaga aku coba untuk mengontrol serta menenangkan diriku.
Sementara Guru melanjutkan kembali kalimatnya yang terputus tadi.
"M-mahluk ini berada pada T-Tahap Raja Roh Tingkat 5."
"Oi... Oiii... Yang benar saja Guru? Tingkatan Roh miliknya sudah setinggi itu?"
"Aku serius... Dia sepertinya sengaja menyembunyikan tingkatan rohnya agar bisa memancing kita kemari."
Tatapan mataku ini, secara reflek aku buka selebar mungkin setelah menyadari akan kenyataan bahwa diriku telah berhasil dipancing oleh ular putih itu.
"Aku harus kabur secepat mungkin dari sini atau berakhir sudah."