Pintu Logam raksasa itu terbuka semakin lebar, sementara cahaya yang muncul dari balik pintu telah semakin berkurang intensitasnya.
Rasa penasaran semakin menggebu, aku ingin tahu apakah yang telah menanti ku didepan sana.
Setelah beberapa detik kemudian, akhirnya nampak juga dengan jelas apa isi yang dimiliki oleh ruangan itu.
Sebuah ruangan raksasa yang terbuat dari marmer putih, begitu juga dengan pilar-pilar raksasa didalamnya.
Lalu didalam sana juga terbentang karpet merah yang amat sangat lebar melapisi bagian tengah ruangan, dari pintu hingga berujung pada sebuah tahta kosong.
Untuk sumber penerangan, pada langit-langit tergantung lampu gantung yang begitu besar.
Rangkanya berbentuk lingkaran dengan bahan terbuat dari emas, berhiaskan banyak batu kristal putih yang memancarkan cahaya terang.
Pemandangan yang memukau, terlihat jelas seperti aula tahta para raja era kuno.
Aku terpaku oleh keindahan ruangan itu, semuanya terlihat begitu berkilauan.
Tak lama kemudian ular putih raksasa disamping ku memberikan sebuah isyarat padaku, setelah sejenak memperhatikan reaksi ku.
"Saya tahu jika ruangan ini terlihat sangat indah bagi kalian para manusia, namun sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengaguminya. Masuklah... Jangan biarkan takdir anda menunggu lebih lama."
"Ah... Te-tentu saja tuan, aku akan segera memasukinya."
"Kurasa tidak pantas bagi saya untuk dipanggil tuan oleh sang Pewaris Kaisar Roh."
"Itu tidak mengapa... Aku sendiri tidak mempermasalahkannya. Apalagi jika harus memanggil pihak yang jauh lebih tua dari diriku, ini hanya merupakan bentuk penghormatan kecil."
"Pandangan etika milik kaum Manusia... Sampai saat ini saya masih belum begitu memahaminya. Kata "Tuan" bagi para Binatang Mistik hanya diperuntukkan pada pemimpin kami ataupun pihak yang dihormati oleh pemimpin kami... Tapi... Saya akan berterimakasih untuk itu, namun alangkah baiknya jika anda memanggil saya cukup dengan nama saya saja."
"Jadi aku harus memanggil anda dengan nama apa?"
Bola matanya yang semula melirik padaku beralih menuju langit-langit, dia seperti tengah menerawang kembali kedalam ingatannya.
"Saya sudah memiliki beragam julukan selama masa hidupku ini. Jika harus memilih yang mana saya jadi sedikit bingung. Hmmm...."
Dia merenung untuk sesaat, sembari kedua kelopak matanya terpejam.
Setelah satu menit berlalu, akhirnya dia kembali membuka matanya.
"Hmmm... Saya akan senang jika anda mau memanggilku dengan nama pertama saya. Nama yang sekaligus merupakan hadiah berharga dari tuanku. Sudah sejak lama sekali... Tak ada satupun yang memanggilku lagi dengan nama itu. Dan nama tersebut adalah "Ananta"... Panggil saja saya dengan "Ananta", tuan."
"A-nanta... Ananta... Baik, aku mengerti Ananta."
"Terimakasih, wahai Pewaris Kaisar Roh."
"Mungkin anda juga harus memanggilku cukup dengan nama saja. Namaku adalah-"
"Tentu saja... Tuan Arya Narendra Yaswanta."
Mendengarnya sudah memanggil namaku, membuatku terperanjat keheranan.
Bagaimana mungkin? Bahkan aku belum pernah menyebutkan namaku padanya.
Jadi darimana dia dapat mengetahui namaku?
"Huh? Tunggu sebentar Ananta, bagaimana mungkin anda dapat mengetahui namaku? Bahkan ketika aku belum pernah menyebutkan namaku sama sekali."
Disaat dia ingin menjawab ku, tatapan mata Ananta terasa memancarkan aura dari perasaannya yang begitu dalam.
"Saya tahu... Saya sudah mengetahui nama anda semenjak dahulu kala... Tuan Arya."
Aku merasakan bahwa ada sesuatu yang sangat besar dibalik kata-katanya.
Rasa penasaran kembali menggebu-gebu dalam benakku.
"Ananta, anda mengetahui sesuatu tentang diriku bukan? Apakah ini ada kaitannya dengan janji itu?"
"Jika sudah saatnya, anda pasti akan mengetahuinya. Jadi biarkan waktu yang menjawab segala pertanyaan anda. Untuk sekarang fokuslah pada apa yang menanti dihadapan anda saat ini."
"Uh... Jika anda berbicara seperti itu, aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Jadi akan aku ikuti apa yang telah anda sarankan padaku."
Kemudian aku melangkahkan kaki untuk membawa diriku pergi melalui pintu raksasa dihadapanku.
Diikuti oleh Guru dan juga Ananta dibelakang ku.
Disaat semakin dekat diriku terhadap ruangan itu, makin terasa pula kekayaan Energi Roh dari dalamnya.
Lalu pada akhirnya langkah kaki pertamaku pun telah menginjak diatas karpet merah yang melapisi lantai ruangan ini.
Aku terus bergerak makin dalam, menyusuri ruangan tersebut.
Ketika sudah didalamnya, terlihat jelas pada bagian samping kanan dan kiri ruang, terdapat jajaran rak yang memajang ratusan armor serta senjata yang serupa.
Meski banyak armor serta senjata yang sama, namun tergolong dari beberapa jenis kelompok yang berbeda-beda.
Baik dari segi bentuk ataupun warna, misal perak, keemasan, logam kelabu, hitam, putih, dll.
Nampaknya semua itu dulu diperuntukkan bagi pasukan penjaga tempat ini.
Lalu pada barisan rak yang semakin mendekati tahta raja, tersusun oleh kumpulan buku-buku serta gulungan tua pada sisi kiri ruangan, sementara sisi kanan ruangan tersusun oleh kumpulan peti-peti dengan beragam ukuran dan warna.
Setiap benda dalam barisan rak-rak itu juga memancarkan Energi Roh yang tidak biasa, kurasa tekanan Energi Roh yang kurasakan dari depan pintu masuk justru disebabkan oleh semua benda itu.
Sambil berjalan menyusuri ruangan, aku terus saja mengagumi semua hal yang tersimpan didalam sini.
"Ternyata tempat ini menyimpan beragam armor serta senjata yang luar biasa. Apalagi jumlahnya begitu banyak. Lalu kumpulan buku serta peti disana, pastilah tidak kalah hebatnya dari segi yang terkandung didalamnya. Pantas saja tempat ini dijaga oleh sesosok mahluk yang luar biasa seperti anda."
"Anda salah, jika yang tersimpan dalam ruangan ini hanyalah benda-benda semacam ini saja. Mana sudi diriku untuk menjaga tempat ini selama ratusan ribu tahun lamanya. Yang saya jaga adalah sesuatu yang sangat berharga bagiku... Bahkan bagi dirimu."
Mendengar pernyataannya, aku jadi menunjukkan senyum kecut.
Semoga ucapan ku barusan tidaklah menyakiti hati serta harga dirinya.
"Uh... Maafkan aku jika sudah mengatakan hal yang tidak sepantasnya."
"Tenang saja, saya tidak marah sama sekali. Selain itu saya juga sudah mengerti bahwa semua benda yang ada disini terhitung sangatlah berharga bagi era sekarang. Baik untuk Dunia Fana maupun Dunia Roh. Anda boleh mengambil apapun yang anda inginkan dari tempat ini."
Aku langsung mengerem langkah kakiku, kemudian menoleh pada Ananta yang baru saja mengatakan hal yang tak pernah aku sangka.
"Heh???!!! Anda sungguh yakin? Menyerahkan semua benda berharga ini?"
"Semua benda ini sama sekali tak ada gunanya bagiku. Lagipula semua yang tersimpan didalam sini memang diperuntukkan bagi anda."
"T-terimakasih banyak, aku tidak tahu bagaimana cara untuk membalas semua kebaikan anda."
Namun saat itu juga aku langsung menyadari sesuatu, jidatku kemudian langsung aku tepuk.
"Ah... Sayangnya aku tidak sanggup membawa semua benda disini hanya menggunakan kedua tanganku saja."
"Hmmm... Saya rasa disini ada solusi untuk mengatasi permasalahan itu. Ikuti Saya, tuan Arya!"
Ananta kemudian bergerak melewati ku, lalu bergerak menuju rak dengan kumpulan buku-buku.
Aku pun segera berlari mengikuti ke tempat Ananta tuju.
Sesampainya di barisan rak buku-buku, Ananta menggerakkan kepalanya kesana-kemari untuk mencari sesuatu diantara ribuan buku disini.
Memakan waktu beberapa menit bagi Ananta untuk mencari.
Lalu untuk mengisi waktu, aku mengamati beberapa buku disini.
Meski aku tak bisa membacanya sama sekali, karena semua buku ini berisikan tulisan sansekerta kuno.
***
"Ah... ini dia. Tuan Arya, kemarilah. Disinilah solusi untuk mengatasi permasalahan kecil anda."
Aku yang tengah mengamati gambar-gambar pada sembarang buku yang aku ambil, kemudian menghentikan aktivitas ku untuk beralih memperhatikan Ananta.
Buku yang tengah aku pegang segera aku tutup dan memasukkannya kembali kedalam rak buku.
Setelahnya melangkah menuju Ananta yang sedang menunjuk sebuah buku dalam rak menggunakan lidahnya.
Setelah cukup dekat, aku bisa melihat buku yang tengah Ananta tunjuk.
Yaitu sebuah buku dengan warna merah marun gelap, tanpa sungkan aku mengambilnya.
Buku itu lalu aku ambil dan kubuka untuk melihat isi yang tertera didalamnya.
Sayangnya ada satu hal sederhana yang mengganjal benakku.
"Anda sudah bersusah payah mencarikan buku ini untukku. Namun sayangnya aku tidak dapat membaca isi didalam buku ini sama sekali."
"Hmmm... Jadi Tuan Arya masih belum memahami bahasa sansekerta kuno."
Kepalaku tertunduk kebawah dengan agak cepat dikala mengiyakan hal yang belum aku kuasai.
"Sejujurnya iya, seharusnya aku belajar dahulu tentang sansekerta kuno."
Ananta yang mendengar keluhan ku, segera mengalihkan lirikan matanya pada Guru.
"Tuan Hara..."
Guru yang mendengar celukan Ananta, menimpalinya dengan senyum padaku.
"Sebenarnya aku akan mengajarimu nanti, namun tak kukira kamu akan mempelajari Pola Inkripsi secepat ini. Jadi sekarang aku akan masukkan ilmu bahasa sansekerta kuno serta dasar dari Pola Inkripsi kedalam kepalamu. Tahanlah rasa sakitnya meski agak lama, karena informasi yang masuk akan sangat banyak."
Mendengar peringatan Guru serta pengalaman sebelumnya terkait memasukkan informasi kedalam kepalaku, aku hanya bisa menelan ludah.
"Mau bagaimana lagi... Ya sudah... Kumohon lakukanlah, Guru."
Dengan sigap, Guru segera membuat gerakan menunjuk memakai jari telunjuk tangan kanannya yang mengarah padaku.
Bola cahaya putih dari telunjuk Guru bergerak dan melesat masuk kedalam kepalaku melalui dahi.
""UAAAAGGGHHHH!!!!!!"
Rasa sakit kepala yang hebat pun mulai menyerang ku.
Sekuat mungkin aku menahan rasa sakitnya dengan memegangi kepala dengan kedua tanganku, sementara buku yang aku pegang jadi terjatuh ke lantai.
Tubuhku gemetar dengan sangat hebat, rasa sakitnya sungguh bukan main.
Proses ini memakan waktu beberapa menit, hingga semua informasi diserap oleh pikiran ku.
Setelah 15 menit berlalu, rasa sakit dalam kepalaku pun berangsur menghilang.
Akhirnya aku bisa memahami dengan jelas mengenai bahasa dan huruf sansekerta kuno.
Ilmu mengenai dasar-dasar dari Pola Inkripsi, juga sudah terpatri dalam pikiran ku.
"Akhirnya sudah berakhir, sekarang akan aku lanjutkan untuk mempelajari buku ini."
Buku yang sebelumnya aku jatuhkan, aku ambil kembali dan mengamati tulisan pada sampulnya.
"Penyimpanan Dimensi? Kurasa ini akan jadi cukup menarik untuk dipelajari."
***
Setelah sekitar 2 jam berlalu, aku menutup kembali buku itu.
Aku sudah selesai memahami tata cara serta aturan dalam buku tersebut.
Lalu beberapa menit aku habiskan untuk menulis pola inkripsi tanpa makna dilantai sambil berjongkok untuk berlatih.
Aku menulis menggunakan jari telunjuk yang ujungnya telah dialirkan dengan Energi Roh.
Sebuah garis bercahaya pun muncul dilantai beberapa saat dan menghilang setelahnya.
Garis cahaya Energi Roh itu menghilang karena aku tidak memasukkan baris aturan dalam Energi Rohnya.
Jika aku memasukkan baris aturan tertentu maka, garis Energi Roh itu bisa saja menjadi permanen jika tidak ada yang mencoba untuk menghapusnya.
Setelah dirasa cukup, aku mengambil posisi bersila dilantai.
Lalu aku angkat tangan kananku kedepan dada dengan telapak menghadap atas.
Disusul tangan kiri yang melakukan gerakan menunjuk dengan jari telunjuk yang bagian ujungnya aku alirkan Energi Roh.
Namun Energi Roh kali ini memiliki baris aturan tertentu didalamnya, yang mana aku pelajari dari buku sebelumnya.
Dengan jari telunjuk tangan kiri, aku menggambarkan Pola Inskripsi pada telapak tangan kanan.
telapak tangan kananku sekarang memiliki ukiran sebuah pola lingkaran dengan beberapa pola kecil didalamnya dari Energi Roh.
Pada tiap sisi pola pun terdapat baris kalimat sansekerta kuno.
Memakan waktu setengah jam untuk menyelesaikannya.
Setelah selesai, cahaya dari Pola Inkripsi ditangan ku jadi memudar dan menghilang.
"Baiklah sekarang tinggal mempraktekkan penggunaan Pola Inkripsi ini."
Telapak tangan kananku kemudian aku arahkan untuk menghadap lantai, tepatnya mengarah pada buku yang sebelumnya aku pelajari dan kemudian aku geletakkan diatas lantai.
Energi roh aku alirkan menuju telapak tangan kanan dengan sebuah baris aturan yang terkandung didalamnya.
Pola Inkripsi yang memudar sebelumnya, kembali bercahaya.
Dan buku itu tak disangka mulai terurai, lalu bergerak masuk kedalam Pola Inkripsi pada telapak tangan ku hingga sepenuhnya menghilang.
Sesudahnya aku cermati kembali Pola Inkripsi itu dengan seksama.
"Ini sungguh bekerja... Ini... Ini sangatlah menakjubkan sekali. Pola Inkripsi ini dapat menghubungkan telapak tanganku dengan sebuah dimensi bervolume 100 meter kubik yang tidak memiliki hukum waktu. Jadi aku dapat menyimpan semua benda mati pada dimensi itu tanpa termakan usia, karena tak memiliki hukum waktu. Aku pun bisa dengan sesuka hati memasukkan dan mengeluarkan benda dengan bebas pada dimensi itu melalui Pola Inkripsi ditangan, cukup dengan memikirkan benda tersebut. Bahkan jika aku mengintip Pola Inkripsi ini dengan memasukkan kesadaran ku didalamnya, aku jadi bisa melihat semua benda yang sudah tersimpan didalam dimensi itu."
Kemudian aku menoleh kembali pada Ananta untuk memastikan kembali ucapan dia sebelumnya.
"Ananta, anda sungguh tidak keberatan bukan jika aku membawa semua yang ada disini?"
"Ambilah semua yang anda butuhkan, tuan Arya. Karena semua ini memang diperuntukkan bagi anda."
Sebuah senyuman aku lontarkan pada Ananta, atas segala kebaikannya.
Segera aku mengambil posisi berdiri, kemudian mulai mengamati seisi ruangan ini.
"Jika seperti itu maka aku tak akan sungkan lagi, Ananta."