Perasaan bahagia tengah menyeruak dalam benakku.
Bagaimana aku tidak bisa begitu senang?
Jika semua benda yang begitu berharga dan dalam jumlah besar ini, justru diberikan secara cuma-cuma kepada ku.
"Kau dengar itu Guru? Semua pusaka dan beragam ilmu terkait Energi Roh ditempat ini sekarang diberikan padaku oleh Ananta. Kurasa ucapan Guru memanglah benar. Keberuntungan merupakan salah satu hasil yang bisa dipetik dari kerja keras."
"Apa yang kamu dapat akan sebesar apa yang kamu usahakan. selalu ada hukum timbal balik bagi hal yang telah kita lakukan. Huh... Namun tak kukira kamu bisa memetik hasilnya secepat ini."
"Yah... Meski Tuhan telah memberi takdir yang begitu besar dan berat diatas pundak ku, namun kompensasi yang diberikan juga tak kalah besarnya. Setelah menyadarinya, sekarang aku jadi lebih termotivasi daripada sebelumnya."
Lalu Guru pun sedikit menggelengkan kepalanya sembari tersenyum ketika membalas ucapan ku.
"Itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Harta yang kamu dapat saat ini justru jauh lebih baik dalam segi kuantitas maupun kualitas, jika dibandingkan dengan harta yang telah dikumpulkan oleh Kakek mu dalam kurun waktu seumur hidupnya."
Mendengar pernyataan Guru justru membuat ku terkekeh-kekeh.
"He he he... Aku jadi ingin tahu bagaimana reaksinya nanti jika mengetahui apa yang telah aku dapatkan disini."
"Kamu juga sangat beruntung karena telah mendapatkan Pola Inkripsi Penyimpanan Dimensi yang sudah lama hilang. Bahkan yang terhubung dengan Dimensi bervolume 100 meter kubik. Dengan itu kamu bisa menyimpan semua benda berhargamu dengan sangat aman disana. Karena tersimpan dalam dimensi yang berbeda."
"Aku sedikit teringat dengan saat pertama kalinya Gita menolong diriku. Dia sanggup memunculkan sebuah Senjata Suci berwujud tombak dari telapak tangannya. Itu berarti Gita juga sudah memiliki penyimpanan Dimensi bukan?"
Namun ada yang salah dalam perkiraan ku, Guru mencoba untuk meluruskannya sembari membuat gerakan melambai kecil menggunakan jari telunjuk.
"Pola Inkripsi yang Gita gunakan itu jauh berbeda dengan milikmu. Yang digunakan Gita dan juga semua Praktisi Roh pada umumnya hanyalah Pola Inkripsi Penyimpanan biasa, sistemnya juga jelas berbeda."
Aku sedikit memiringkan kepalaku, karena ucapan Guru membangunkan rasa penasaranku.
"Apa yang membuat kedua Pola Inkripsi itu berbeda? Seingat ku cara penggunaan Pola Inkripsi milik Gita sangat mirip dengan milikku."
"Memang kedua Pola Inkripsi itu mampu untuk menguraikan dan mengubah benda mati menjadi energi untuk disimpan. Lalu menyusunnya kembali menjadi wujud semula ketika dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Namun tempat penyimpanan kedua Pola Inkripsi inilah yang berbeda."
Aku sedikit terheran-heran dengan apa yang baru saja Guru jelaskan.
Karena sudah jelas jika Pola Inkripsi ku menyimpan suatu benda pada dimensi lain, lalu bagaimana dengan Pola Inkripsi milik Gita?
"Jika Pola Inkripsi milikku menggunakan dimensi lain sebagai media penyimpanan. Lalu dimana tempat penyimpanan pada Pola Inkripsi milik Gita? Jangan bilang bahwa Pola Inkripsi milikku justru sudah ketinggalan zaman?"
"Pola Inkripsi milikmu memang terbilang kuno, namun itu merupakan Pola Inkripsi yang jauh lebih baik dari Pola Inkripsi era sekarang. Karena menggunakan dimensi lain yang tak diketahui sebagai media penyimpanan. Jadi mustahil bagi orang lain untuk menemukan lokasi penyimpanan mu, apalagi merebut yang ada didalamnya."
"Ah... begitu rupanya... Meski proses penyimpanan benda terlihat mirip, namun metodenya sebenarnya berbeda. Lalu dimana tepatnya Pola Inkripsi era sekarang menyimpan sebuah benda?"
"Kedua Pola Inkripsi memang memiliki metode yang sama, yaitu menguraikan dan mengubah materi menjadi Energi Roh dan menyimpannya disuatu tempat. Yang membedakan yaitu jika Pola Inkripsi milikmu melakukan perobekan ruang dalam ukuran sangat kecil dan memindahkan partikel Energi Roh itu menuju dimensi lain. Kemudian menyusun dan mengubah kembali Energi Roh yang telah dipindahkan ke wujud Materinya semula. Sementara Pola Inkripsi era sekarang setelah merubah materi menjadi Energi Roh, lalu Energi Roh tersebut akan disegel sementara dalam garis Pola Inkripsi itu sendiri. Kelemahan dalam metode itu adalah Terbatasnya jumlah dan ukuran benda yang dapat disimpan dalam garis Pola Inkripsi. Dan benda yang tersimpan disana memiliki kemungkinan untuk direbut orang lain, meski terbilang sangat sulit untuk dilakukan."
"Tapi Pola Inkripsi milikku pasti juga memiliki kelemahan. Yaitu terhadap seseorang yang mampu merobek dan melintasi ruang."
"Ketika era sebelum perang besar 3 dunia, orang-orang yang memiliki kemampuan memanipulasi ruang sudah terhitung langka. Apalagi era sekarang, sudah tak ada lagi yang sanggup melakukannya. Jadi tak perlu kamu mengkhawatirkan itu. Bahkan jika ada, tak terbayang waktu yang dibutuhkan untuk mencari satu Dimensi Kecil diantara Dimensi-dimensi Kecil lain yang tak terhitung jumlahnya."
Ditengah perbincangan aku dengan Guru, sekarang Ananta juga mulai ikut masuk kedalamnya.
"Sebenarnya masih ada yang sanggup memanipulasi ruang. Asal kalian tahu, saya sendiri masih memiliki kemampuan untuk memanipulasi ruang dan berpindah antar dimensi jika saya mau."
Pengakuan dari Ananta telah membuat aku beserta Guru sangat terkejut.
Segera aku mencoba untuk memastikan kembali ucapan Ananta.
"Apa itu benar, bahwa anda sanggup memanipulasi ruang?"
"Coba tuan Arya perhatikan kembali tempat dimana anda berada."
Petunjuk yang diberikannya langsung menyadarkan aku mengenai keganjilan tempat ini.
Sambil mengamati seisi ruangan ini, aku menjawab ucapan Ananta.
"Ini adalah aula tahta raja, sungguh tidak wajar jika tempat ini berada jauh didalam gua. Seharusnya aula tahta raja adalah bagian ruang inti sebuah istana atau kastil. Tunggu... Jangan bilang bahwa anda yang telah memindahkan seluruh aula ini, menuju Dimensi Kecil dimana kita berada sekarang."
"Seperti itulah kenyataannya, tuan Arya."
Aku langsung teringat kembali akan kejadian sebelumnya, ketika aku melancarkan serangan terhadap Ananta.
Menggunakan Teknik Roh terkuat yang aku miliki.
"Huh... Pantas saja distorsi ruang yang aku buat tadi, sanggup anda netralkan dengan begitu mudah."
"Saya sendiri juga terkejut, pada tingkatan anda yang sekarang, bahkan sudah mampu menggunakan Teknik Roh yang mampu mengganggu ruang dimensi. Tapi sekarang sudahi dulu perbincangan kita, ambil lah semua yang anda perlukan. Lalu mari lanjutkan kembali pada tujuan utama kita."
"Akan aku ambil semuanya saja sekalian. Ananta, aku tak tahu harus bagaimana untuk membalas semua kebaikanmu ini."
"Semua ini hanyalah hal kecil, jika dibandingkan dengan takdirmu yang telah menanti didepan sana. Jemput takdirmu... Dan jagalah untuk saya, maka itu sudah cukup bagi saya."
"Takdirku... Aku sungguh ingin tahu takdir apa itu sebenarnya. Setelah aku selesaikan semua keperluan disini secepat mungkin. Selanjutnya pasti harapan anda akan aku penuhi."
"Saya akan percayakan segalanya pada anda, tuan Arya."
Aku membalas harapan Ananta dengan sebuah senyuman, sembari memejamkan kedua mataku ini.
Selanjutnya aku mulai melangkahkan kaki untuk mengelilingi seluruh penjuru ruangan.
Setiap rak yang memajang beragam benda yang tak ternilai harganya, aku hampiri.
Satu demi satu, semua benda-benda itu aku simpan melalui Pola Inkripsi di tanganku.
Karena jumlahnya mencapai ribuan, aku menghabiskan waktu cukup lama untuk menyimpannya.
Untunglah dalam satu proses penyimpanan, dapat menghisap beberapa benda sekaligus.
Jika tidak, maka waktu yang dibutuhkan akan lebih lama lagi.
***
Satu setengah jam telah berlalu, akhirnya benda terakhir dapat aku simpan.
Aku mengambil satu tarikan napas lega setelahnya.
Keringat juga kembali membasahi tiap bagian tubuhku.
Terutama keringat pada bagian wajahku, yang mana terasa agak mengganggu setiap kali menetes.
Aku langsung mengusapnya menggunakan kain pada bagian lengan kaos ku.
Setelah itu, aku memalingkan pandanganku terhadap Ananta.
"Aku sudah selesai Ananta, mari kita menuju tempat selanjutnya."
"Jika begitu, silahkan ikuti saya tuan Arya."
Ananta mulai memutar tubuhnya dan bergerak menuju tahta kosong dipenghujung ruangan.
Aku beserta Guru juga mulai berjalan mengikutinya.
Tak butuh waktu lama bagi kami bertiga untuk sampai disana.
Kami berhenti tepat dibagian bawah anak tangga yang menghubungkan dengan lantai lebih tinggi, dimana tahta berada.
Jika diamati dengan lebih detail, tahta itu terbuat dari kayu coklat tua berhiaskan ukiran emas berbentuk berapa macam binatang mistik .
Dilengkapi bantalan berwarna merah pada bagian dudukkan dan sandaran punggung.
Aku mengamati tahta itu dengan seksama sampai Ananta memberikan instruksi.
"Tuan Arya, sekarang naiklah dan dekati tahta raja itu."
"Uhm, baiklah Ananta."
Tanpa rasa ragu aku mulai melangkah untuk menaiki anak tangga, hingga tahta itu hanya berjarak satu langkah saja dariku.
"Sekarang cobalah untuk menyentuh tahta tersebut."
Dengan perasaan berdebar, aku memberanikan diri untuk menyentuhnya.
Kemudian tangan kananku bergerak perlahan untuk menyentuh tahta itu, meskipun agak gemetaran.
Dan hal tak terduga justru terjadi ketika aku hampir mencapainya.
Sebuah Pola Inkripsi dengan panjang diameter yang sama dengan tinggi tahta, muncul begitu saja di udara.
Menghalangi ku untuk menyentuh tahta tersebut.
Sontak saja aku jadi cukup terkejut, lalu menolehkan pandanganku terhadap Ananta.
Meski melihat reaksi yang terlihat jelas tengah kebingungan pada raut wajahku, Ananta tanpa sungkan melanjutkan arahannya.
"Jangan khawatir, sentuhlah Pola Inkripsi itu. Pola itu pasti akan mengenali anda."
"Aku tidak yakin bagaimana bisa Pola Inkripsi ini dapat mengenaliku, meski ini kali pertama bagiku kemari. Namun tetap akan kucoba, untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya."
Pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menyentuhnya, menggunakan telapak tanganku.
Pola Inkripsi tersebut lalu mulai bercahaya semakin terang dan mulai berotasi.
Berputar makin kencang hingga kurun waktu 5 detik, pola itu lalu menghilang.
Lantai pun mulai bergetar hebat setelahnya, sebisa mungkin aku menyeimbangkan diriku.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari penyebab getaran yang hebat ini.
Ternyata tahta beserta lantai hingga bagian terbawah anak tangga, mulai terbelah menjadi dua.
Dengan sigap aku melompat kebawah, tepat disamping Guru dan Ananta.
Kami terus mengamati pergerakan terbelahnya lantai itu hingga selesai.
Lantai itupun berhenti bergerak setelah memakan waktu tidak sampai 2 menit.
Sekarang aku jadi bisa melihat dengan jelas apa yang tersembunyi dibawah tahta itu.
Yaitu sebuah peti batu yang tersimpan dalam ruang tersembunyi dibawah tahta.
Ananta segera menghampiri peti batu itu, disusul aku dan juga Guru.
Sesampainya kami didekat peti batu tersebut, aku segera mengajukan sebuah pertanyaan pada Ananta.
"Apa sebenarnya yang tersimpan dalam peti ini?"
"Buka saja peti ini, dan anda pasti akan mengetahuinya."
"Apakah peti ini juga memiliki sistem keamanan sama seperti tahta tadi?"
"Tentu saja, terlebih lagi Pola Inkripsi tersebut hanya mengizinkan anda yang membukanya. Jadi tak perlu khawatir pada apa yang akan terjadi."
"Aku benar-benar masih belum mengerti kenapa tempat ini sampai terhubung denganku. Tapi pikirkan nanti saja, akan ku pastikan dulu apa sebenarnya takdirku itu."
Aku gerakkan tanganku untuk menyentuh peti tersebut.
Lalu sama seperti sebelumnya, sebuah Pola Inkripsi muncul dan berputar lalu menghilang.
Namun tidak seperti tadi, kali ini peti tersebut tidak bergerak secara otomatis.
Jadi mau tidak mau, aku harus membukanya sendiri.
Dengan sekuat tenaga aku menggeser pintu peti yang terbuat dari batu hingga terjatuh ke lantai.
Ketika aku memperhatikan apa yang ada didalamnya, betapa terkejutnya aku dan juga Guru.
Ternyata didalam peti ini, tengah tertidur sesosok Druid wanita.
Dia memiliki paras begitu cantik dan elok, rambut berwarna putih keperakannya terlihat lurus dan panjang hingga mencapai punggung, bibir tipis dengan warna merah mudanya begitu ranum, tak lupa telinga runcing khas Druid yang membuatnya terlihat seperti Elf dalam film.
Akan tetapi dia tak mengenakan sehelai pakaian pun, jadi tubuhnya yang indah terekspos begitu saja dihadapanku.
Tubuhnya terlihat sangatlah indah, dengan kulit putih mulus beserta buah dada yang tak kalah menggoda dengan milik Gita.
Mukaku jadi terlihat sangat merah padam, sementara mimisan mulai mengalir dari hidungku.
Guru yang sama terkejutnya denganku, langsung kabur dengan masuk kembali kedalam diriku.
Dengan suara terbata-bata, aku mencoba untuk mencari penjelasan dari Ananta.
"S-Si-Siapa g-gadis ini Ananta?"
Tatapan mata Ananta yang terfokus pada gadis ini, terlihat perasaan kuat dan dalam tengah terpancar dari sana.
"Dia adalah tuan sekaligus pemilik saya yang paling berharga, melebihi apapun. Dia adalah ratuku dan juga bagi semua rekan-rekan ku dimasa lalu. Dan bagimu dia adalah-"
Ananta pun menjeda kata-katanya, sepertinya ada hal yang mengganggu fokusnya.
Ternyata gadis ini akhirnya secara perlahan mulai membuka mata.
Pada awalnya dia masih setengah sadar, namun dalam waktu setengah menit dia mulai sadar sepenuhnya.
Akhirnya tatapan mata kami berdua bertemu, sementara wajahku jadi lebih merah dari sebelumnya.
Namun siapa sangka, justru mata gadis ini langsung terlihat begitu berkaca-kaca.
Wajahnya nampak sedang menahan perasaan yang mulai meluap dalam dirinya.
Dia mencoba untuk bangun, namun begitu kewalahan.
Spontan saja aku tergerak untuk membantunya duduk, meski tanganku begitu jelas tengah gemetaran.
Setelah gadis ini sudah dalam posisi duduk, tanpa isyarat apapun, dia langsung saja mendekap diriku.
"T-tunggu dulu nona, kenapa kamu tiba-tiba memeluk diriku? Ananta siapa sebenarnya gadis ini."
"Sama seperti yang saya bilang sebelumnya, dia adalah takdir yang menanti untuk tuan Arya jemput kembali. Meski harus menanti selama apapun. Sosok yang paling berharga bagi anda. Dan dia tidak lain adalah istri anda sendiri."
Ucapan Ananta bagaikan petir yang menyambar, aku sampai terperanjat dan mematung dibuatnya.
Gadis ini sebenarnya adalah istriku?... Bagaimana mungkin?
Tetapi Gadis ini bersikap seolah kami memang sudah saling mengenal sejak lama dan telah menjalin hubungan yang begitu dalam.
Apa sebenarnya hubungan kami berdua?... Dan lagi... Siapa sebenarnya aku ini?