Pagi harinya seperti biasa Alex sarapan dengan Sandra tapi entah kenapa Alex merasa ada yang aneh dengan istrinya itu, dia terlihat gugup dan tidak berani memandang wajahnya.
Bahkan setiap Alex bertanya jawabannya hanya seperlunya.
Apa Alex melakukan kesalahan?
"San San, ada apa? Apa aku melewatkan sesuatu?" tanya Alex sambil mengenggam tangannya.
"Tidak apa-apa."
"Benarkah? Tapi kamu terlihat gugup? Apa kamu memiliki masalah? Katakanlah," bujuk Alex.
"Oh, bukan apa-apa, sebenarnya hari ini aku ada ujian, tapi semalam aku ketiduran dan tidak belajar jadi aku khawatir nilaiku jelek," jawabnya gugup.
"Hai ... tenanglah aku yakin kamu bisa, lagipula aku tidak menuntutmu harus memiliki IPK yang sempurna." Alex berusaha menenangkan.
"Terima kasih." Sandra tersenyum manis.
"Sama-sama, Cantik, baiklah aku harus berangkat dulu ada rapat sebentar lagi."
"Ini kan masih terlalu pagi untuk berangkat, apa ada masalah, Sayang?" tanya Sandra ragu-ragu.
"Tidak perlu khawatir hanya masalah kecil. Well ada yang mengacak-acak beberapa data penting perusahaan."
"Apa sudah diketahui pelakunya?" tanya Sandra dengan jantung berdebar-debar.
"Belum ... tapi tenang saja Joe sedang mengurusnya. Dia tidak akan berhenti sampai mendapatkannya."
"Baiklah, Sayang, aku berangkat dulu. Sampai nanti," lanjut Alex lalu mendekatkan wajahnya.
Cup!
Alex mencium kening Sandra sekilas lalu pipinya tetapi bukan bibirnya, karena jika Alex cium bibirnya dia pasti takkan bisa mengendalikan diri. Lalu Alex berangkat kerja, siap menghadapi apa pun.
Saat baru masuk kantor Alex melihat Joe sudah menunggu di ruangaannya.
"Hallo, Brother bagaimana kabar kakak ipar?" sapa Joe dengan senyum lebarnya.
"Sandra luar biasa," Jawab Alex dengan binar bahagia.
"Ck ck ck sepertinya menikah bagus untukmu kak dilihat dari binar di wajahmu kau terlihat seperti akan menguasai dunia," kata Joe menggoda Alex.
"Kau tau Joe mungkin kau juga harus menikah?"
"Ya ya ya aku akan menikah tapi nanti ... nanti ... sekali, oke dan berhenti membahas itu."
Alex tertawa pelan pelan
"Apa kau baru saja tertawa?" kata Joe terkejut. "Kakakku yang datar sekarang bisa tertawa wow ... kurasa istrimu benar-benar luar biasa, ingatkan aku untuk memberinya hadiah saat bertemu nanti."
"Terserah kau sajalah."
"Bagaimana kasus kemarin sudah menemukan pelakunya?"
"Ah, kaku mode on jadi saatnya bekerja dengan serius," kata Joe muram.
"Joe ...?"
"Oke Brother slow," ucap Joe. "Kamu tahu tidak sebenarnya aku kemarin hampir berhasil," tambahnya dengan wajah dibuat seserius mungkin.
"Hampir? Apa itu berarti kamu gagal?"
"Ck, iya gagal, elah, puji dikit kek, seenggaknya aku sudah usaha, tapi karena memang kemampuanku masih di bawah master jadi ya maklumi dong kalau gagal."
"Joe, to the point."
"Iya, iya, aku sudah menyuruh Jack menanganinya sebentar lagi dia akan datang ke sini."
"Aku tidak suka ini."
"Kenapa?"
"Jack saudara angkatmu yang seorang mafia itu kan?" tanya Alex.
"Ayolah dia saudara angkatmu juga, Mom sudah resmi mengadopsinya, lagipula dia bukan mafia, eh kalau ayahnya yang mafia aku enggak tau juga sih, hehehe."
"Tetap saja Joe nanti jika ayahnya pensiun dia pasti akan menggantikannya dan aku tidak ingin kau terlibat terlalu dalam."
"Slow saja sih, aku tahu batasanku lagipula mereka tidak menjual narkoba jadi tenang saja, okey?"
Alex mendesah. Susah sekali menasihati Joe ini, Alex sebenarnya bukan tidak suka dengan Jack. Dia itu teman sekaligus saudara yang setia dan tidak mungkin berkhianat. Justru yang ditakutkan Alex adalah keposesifan Jack terhadap Joe.
Jack sudah seperti bayangannya Joe.
Di mana ada Joe pasti ada Jack.
Alex bahkan tidak akan heran kalau ternyata adiknya itu gay, mengingat Joe maupun Jack tidak pernah pacaran atau menggandeng seorang wanita.
Apa yang akan dikatakan mommy-nya kalau sampai tau Joe itu gay. Amit-amit jabang bayi. Alex bergedik sendiri.
Jack masuk dan seketika aura gelap seakan menyelimuti seluruh ruangan, anak mafia mah benar-benar menakjubkan, suka bikin merinding.
Jack mengangguk menyapa Alex.
Alex ikut meNgangguk.
Kalau ngadepin orang dengan tampang dingin mah, sepertinya kata sapaan memang tidak diperlukan ya, batin Alex mengamati Jack.
Jack duduk di sofa sebelah Joe dan tersenyum padanya, senyum hanya untuk Joe seorang. Berasa lihat orang pacaran dia.
"Ehm ... jadi bagaimana Jack apa kau berhasil melacaknya?" tanya Alex langsung, tidak tahan jika berlama-lama melihat adegan sayang-sayangan antara Jack dan Joe.
"Tentu saja."
"Aku sudah tahu di mana lokasinya walau tidak spesifik."
"Sinyal terakhir yang berhasil aku lacak ada di sekitar komplek perumahanmu. Sebaiknya kamu hati-hati sepertinya dia musuh dalam selimut. Aku yakin pelakunya tinggal di rumahmu, tapi hanya 75% dugaanku, jadi selebihnya aku tidak yakin, karena bisa saja dia hanya orang luar yang sengaja melakukan transaksinya di sekitar rumahmu."
"Tapi ingat, tetaplah waspada."
"Thanks, lalu bagaimana dengan data-dataku yangg hilang?"
"Soal itu aku minta maaf tidak ada yang bisa dilakukan, aku hanya bisa membenarkan data yang kacau, sedang yang hilang tidak bisa, tapi aku sudah meningkatkan pengamanan dengan sistem lebih canggih sehingga aku jamin tidak akan ada yang bisa membobol datamu lagi," ucap Jack yakin.
"Baiklah, terima kasih atas bantuannya, selebihnya aku akan menghendlenya sendiri." Alex yakin.
"Oke, kalau tidak ada yang dibicarakan lagi, aku permisi dan Joe kamu ada pemotretan, segera siap-siap aku akan menjemputmu di apartemen pukul sembilan," kata Jack sambil berdiri.
"Kenapa kau tidak ikut aku saja, jadi tidak perlu bolak balik." Joe menghampiri Jack.
"Aku masih ada urusan lain, nanti kujemput."
"Baiklah, baiklah aku pulang dulu, Kak, sampaikan salam pada kakak ipar ya." Joe mengedipkan matanya pada Alex lalu keluar ruangan dan Jack menyusul di belakangnya.
Begitu Joe keluar, Jack tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah Alex. "Hati-hati dengan mertuamu," ucapnya dan langsung menutup pintu.
"What?" Alex tidak mengerti.
Namun saat dia ingin bertanya apa maksud perkataan Jack, dia sudah pergi begitu saja. Meninggalkan Alex yang sibuk menerka-nerka.
TBC