Happy reading.
****
Alex baru mengantar mommy-nya ke kamarnya di lantai dua. Sekarang ini dia tinggal di tempat Jack.
Entah apa yang ada di otak tampannya itu hingga menyuruhnya mengumumkan kebangkrutan bohongan ke publik kemarin. Bahkan tak ada yang boleh tau selain mereka bertiga.
Tentu kabar itu membuat mommy-nya sempat syok tapi Jack tetap bersikukuh merahasiakan ini.
Alex sebenernya juga geregetan karena Jack tak juga memberi tahu keberadaan Sandra. Dia hanya mengatakan bahwa Sandra pasti baik-baik saja, dan mereka akan segera menjemputnya setelah memastikan semua yang dekat dengannya aman dan selamat.
Yang berarti tinggal menunggu Joe yang menjemput Tasya di Singapura. Harusnya mereka tiba sebentar lagi.
Alex menuruni tangga saat mendengar hp Jack berbunyi.
Drrr rttttttt
Jack langsung mengangkat hpnya yang bergetar.
"Tasya."
"...."
"Shit. Di mana?"
"...."
"Jangan ke mana-mana aku ke sana sekarang."
Alex menghampiri Jack saat melihat Jack menyambar kunci mobil dan hendak ke luar rumah.
"Mau ke mana?" tanya Alex.
Jack tak menjawab hanya memberi isyarat untuk ikut. Alex langsung menyusul Jack yang langsung melarikan mobilnya sesaat setelah Alex duduk di jok mobilnya.
"Ada apa?" Alex heran karena Jack mengemudi seperti kesetanan dan wajahnya terlihat sangat-sangat menahan cemas.
Alex tau pasti sesuatu yang buruk terjadi.
Jack hanya diam tak menjawab. Dia hanya menatap lurus kedepan dengan gigi gemeletuk karena menahan amarah.
Cittttttt
Jack bahkan tak repot-repot menutup pintu mobilnya dan langsung melesat menuju tempat Tasya berada. Alex hanya mengikutinya dengan bingung.
"Jack ...." Tasya menghambur ke pelukannya.
"Apa yang terjadi?" Alex yang bertanya saat melihat kepala Tasya yang dibebat perban.
"Joe ...." Belum selesai Tasya bicara Alex sudah menghambur ke ruang rawat di belakang Tasya.
Brakkk.
Alex langsung mengarahkan pandangannya ke tempat Joe berbaring.
"Yo ... Bro tak perlu panik aku masih hidup!" teriak Joe melambaikan tangannya pada Alex sambil nyengir lebar.
Alex mengembuskan napas lega saat melihat Joe yang masih bernapas. Hanya tangan kirinya yang terlihat di gips.
"Apakah patah?" tanya Alex mengernyitkan dahi.
"Ya ... tapi tak parah paling sebulan sudah normal kembali," kata Joe santai.
"Apa yang terjadi?" Alex berusaha menahan kemarahannya. Siapa yang berani melukai adik kecilnya ini. Yah walau Joe sudah dewasa bagi Alex dia tetap adik kecilnya.
"Aku juga tak tau, tapi sepertinya ada yang menyabotase mobilku. Saat di lampu merah remnya blong untung lalu lintas tak terlalu ramai jadi tak ada korban lain. Hanya aku dan Tasya. Ya Tuhannn di mana Tasya?" Joe langsung duduk tegak begitu menyadari dia belum tahu keadaan Tasya.
"Dia baik sedang bicara dengan Jack di luar."
Seolah dipanggil Jack dan Tasya muncul di belakang Alex.
"Jack jangan menatapku seperti itu," kata Joe khawatir melihat tatapan Jack yang mengintimidasi.
Jack tidak menanggapi perkataan Joe yang dia tau siapa pun orang yang melakukan ini akan menerima akibatnya berkali kali lipat, karena tak ada seorang pun yang boleh menyentuh adik kesayangannnya ini.
Jack mengusap tangan Joe yang patah dan langsung keluar tanpa menoleh lagi. Jack tidak akan mengampuni mereka semua karena mereka sudah keterlaluan.
"Shittt sebaiknya ikuti dia atau akan ada yang mati," kata Joe pada Alex.
"Aku juga ingin orang yang menyakitimu mati kalau perlu aku akan membunuhnya berkali-kali," kata Alex.
"Aku tau. Tapi yang kupikirkan sekarang adalah bodyguard-ku yang pasti akan dicincang Jack karena dianggap tak becus menjagaku."
Tanpa diperintah 2 kali Alex langsung melesat menyusul Jack dan benar saja entah datang dari mana orang itu tapi tiba-tiba Jack sudah melayangkan tinjunya bahkan tanpa peringatan sebelumnya pada 3 orang di hadapannya.
Alex langsung menarik Jack begitu menyadari orang-orang yang dipukuli Jack sudah babak belur dan tak sadarkan diri.
Jack yang masih emosi langsung pergi menuju arah mobilnya tadi.
Alex memberi isyarat pada beberapa orang pengawal yang lain untuk menjaga Joe dan menyuruh lainnya mengantar Tasya ke tempat mommy-nya.
Alex melesat menyusul Jack. Alex hampir tak sempat masuk mobil sebelum Jack melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
"Ke mana?"
"Menjemput Sandra dan menghabisi orang yang melukai Joe."
Alex mengernyit. "Mereka orang yang sama?"
"Pasti."
Alex masih memperhatikan Jack yang terus-terus menghubungi para RED entah siapa?
Kelihatannya itu kode name mereka. Jack hanya menyebut Red one red two dan red-red yang lain, mungkin anak buah Jack namanya red semua hanya saja dibedakan menurut angka.
Alex akui sebenernya agak bingung saat Jack mengajaknya memasuki jet pribadinya menuju entah ke mana.
"Kita turun di sini?"
"What ...?" Alex memandang Jack cengo. Turun pesawat mendarat aja belom suruh turun. Lompat maksudnya, mati dong.
Seolah menjawab pertanyaan Alex. Jack mengeluarkan parasut dan mengenakannya pada Alex.
"Tunggu dulu aku belum pernah terjun payung," kata Alex panik.
"Tenang saja aku bersamamu. Lagian ini masih jam tiga pagi jadi masih gelap dan kamu pasti tidak akan tahu di mana harus mendarat."
"Kita tidak akan nyasarย kan?"
"Kamu meremehkanku?"Jack bersidekap.
Alex diam saja dari pada mancing emosi tu devil yang emang sudah emosi mending nurut aja.
Tanpa peringatan Jack menariknya dan langsung mengajaknya melompat.
Tentu saja Alex yang terkejut langsung menjerit kencang.
Bagus bahkan jeritannya sangat memalukan seperti cabe-cabean, batin Alex setelah tenang.
Alex tak tahu berapa lama di udara yang pasti hawanya sangat dingin dan menusuk tulang. Setelah beberapa saat dia merasa makin melihat dataran walau hanya remang-remang. Tak berapa lama kemudian dia mendarat dengan mulus tanpa lecet sedikit pun.
Dengan cekatan Jack melepas parasutnya dan mengeluarkan sebuah alat kecil mirip antena dan keluarlah sinar hijau kecil membelah angkasa. Yang hanya akan terlihat dari jarak sekitar 10 meter.
Ternyata alat itu adalah sinyal untuk anak buah Jack yang ternyata sudah sampai terlebih dahulu.
Parahnya anak buahnya ternyata hanya satu. Ingat hanya satu, dan itu adalah cowok yang suka ngintilin Ayu kakaknya Sandra. Alex lupa namanya Rico Miko atau siapa pun itu.
"Marco," kata Jack. Ah namanya Marco, batin Alex.
Marco hanya mengangguk dan mengisyaratkan untuk mengikutinya. Mereka berjalan dalam diam sekitar 30 menit kemudian Marco berhenti di sebuah tempat yang agak jauh dan tersembunyi dari rumah yang dituju.
"Sandra dan ayahnya ada di dalam rumah di dekat pantai. Satu-satunya rumah di sini," kata Marco berbisik.
"Tunggu dulu ayahnya? Tapi ayahnya Sandra ada di rumah," kata Alex heran.
"Itu yang palsu, yang asli ada bersama Sandra."
"Mereka ada dalam jumlah banyak seolah-olah memang menunggu kita."
"Aku tau," gumam Jack.
"Berapa orang?" tanya Alex.
"Yang terlihat sepuluh orang tapi yang setelah kulihat dari teropong ada sekitar 35-40 orang selain istri dan anakmu."
"Dan kita hanya bertiga?" tanya Alex.
Jack menaikkan sebelah alisnya. "Tenang saja kita akan bawa Sandra dan bayimu dan mertuamu dan siapa pun yang ingin kamu bawa keluar dari sini dengan selamat dan tak lecet sedikit pun," jawabnya yakin.
"Ngomong-ngomong bayimu sangat cantik," kata Marco.
"Anakku perempuan?"
"Kau ingin lihat?" kata Marco menyodorkan teropongnya.
Alex menerimanya ragu lalu di teropongnya rumah itu. Seketika matanya melotot tajam.
"Shit ...."
Marco dan Jack tersenyum lebar. Alex tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dipandanginya teropong itu dan dilihatnya lagi. "Shit shit ... ini tembus pandang? Boleh aku minta satu? Ternyata memang ada yang seperti ini?" kata Alex pada Jack.
"Untuk apa?"
"Untuk mengintip Sandra. Karena aku penasaran apa yang dilakukannya di kamar mandi berlama-lama," kata Alex penasaran.
"Untuk apa kamu ngintip. Kalau penasaran kenapa tak langsung bergabung di kamar mandi sekalian?" kata Marco heran.
Benar juga, batin Alex. Kenapa dia bego banget ya.
"Bersiap-siaplah kita akan segera menerobos masuk," kata Jack.
"Alex tugasmu adalah membawa pergi istri dan anakmu serta mertuamu pergi ke arah selatan sekitar tiga KM dari sini. Di sana akan ada helikopter yang akan datang begitu kamu memberi sinyal. Sisanya serahkan padaku dan Marco."
"Sinyal apa?" tanya Alex.
Tiba-tiba Jack mengeluarkan alat seperti antena kecil yang persis dipakai Jack tadi di saku celana Alex. Ia mengernyit heran, Kapan alat itu ada di sana?
"Pencet tombol ini jangan lebih dari tiga detik. Dan helikopternya akan menghampirimu."
"Ok ... tapi tunggu kenapa aku tak diberi senjata?"
Jack dan Marco saling pandang. "Tidak perlu. Tugasmu hanya lari kami berdua yang akan membabat habis mereka."
"Tapi aku tetap akan lebih tenang jika diberi senjata." Alex bersikukuh.
Akhirnya Jack mengeluarkan pistol super mini dan menyerahkannya pada Alex.
"Apa apaan ini kamu menghinaku?" Alex kesal.
"Jangan sembarangan menembakkannya. Ini pistol jarum beracun. Efeknya sama dengan senjata api pada umumnya. Mematikan. Bahkan yang tertembak takkan tau dia tertembak sampai semua terlambat. Gunakan hanya di saat genting. Mengerti."
"Ok."
"Welcome the party," kata Marco dan langsung bergerak disusul Jack dan Alex.
*****
TBC.