Baper Reading
****
Sudah 30 menit Sandra menunggu bantuan. Tetapi tak kunjung datang, didekapnya Anggeline agar tetap hangat di dinginnya cuaca pagi ini. Ayahnya juga semakin pucat dan mengkhawatirkan karena darahnya yang banyak keluar.
Sandra juga terus melihat ke arah 4 orang laki-laki yang masih pingsan itu. Mempersiapkan pistolnya jika sewaktu-waktu mereka sadar.
Memang dari tadi Sandra sudah tak beranjak dari tempat itu. Karena tubuhnya yang sudah kelelahan ditambah kondisi ayahnya yang tak mungkin berjalan jauh.
Akhirnya Sandra hanya pasrah menunggu bantuan datang. Tapi setelah 30 menit menunggu kesabarannya mulai menipis.
"Baiklah kita tunggu sebentar lagi Sayang," gumam Sandra pada Anggeline.
Sandra juga berusaha mengajak ngobrol ayahnya agar ayahnya tetap sadar. Huh anak buah Jack payah. Kenapa tak datang-datang. Minta dipecat apa ya? batin Sandra dongkol.
Di antara dumelannya Sandra sayup-sayup mendengar suara helikopter yang mendekat ke arahnya. Itu teman atau musuh? Sandra waspada.
Sandra menggeret ayahnya untuk sembunyi lagi saat helikopter itu mendarat tak jauh dari mereka. Tetapi karena suara yang berisik akhirnya justru Anggeline menangis karena takut. Sandra akhirnya berdiri dan berusaha menenangkan Anggeline dan menyerahkan pistol kepada ayahnya yang ada di balik pohon. Agar ayahnya menembak siapa pun itu jika ternyata mereka musuh.
"Nyonya Sandra?"
Sandra masih diam bergeming memandang 2 orang yang menghampirinya. Waspada.
"Maaf kami RED 23 dan RED 67 ditugaskan oleh Mister Cohza menjemput Anda."
Sandra awalnya tak percya tetapi saat dilihatnya pemancar sinyal yang dimiliki salah satu di antara mereka di sakunya yang menonjol keluar sedikit Sandra baru percaya karena antenanya sama persis dengan yang diberikan Alex.
"Kenapa lama sekali?" Saat tau mereka anak buah Jack Sandra langsung menyampaikan uneg-unegnya.
"Maaf Nyonya kami kesulitan mencari posisi Nyonya karena suar yang Nyonya kasih terlampau sebentar."
"Alasan, pokoknya aku bakal bilang Jack supaya mecat kalian yang gak becus itu!" (gak serius kok Sandra cuma pengen ngerjain aja habis kesel nongolnya lama Kalau ayahnya kenapa-kenapa gimana?).
"Ya tuhannn ... Ayah tertembak cepat bawa ke rumah sakit." Sandra langsung menuju tempat ayahnya.
Dua RED itu langsung membopong ayah Sandra dan memasukkannya ke helikopter. Sandra juga langsung masuk.
"Maaf Nyonya tolong jangan suruh Tuan Cohza memecat kami," kata RED 23 Setelah ia juga naik helikopter sedang RED 67 yang mengemudilan pesawat.
"Kalau ayahku selamat akan kupikirkan lagi. Tapi kalau terjadi apa-apa padanya siap-siap saja mengerti?" kata Sandra jutek.
"Baik terima kasih Nyonya." RED 23 lalu mengkode temannya untuk jalan.
"Tunggu kita juga harus menjemput suamiku dan Jack."
"Tenang Nyonya sudah ada yang menjemput mereka."
"Syukurlah," kata Sandra, lalu berbalik membelakangi 2 RED tadi karena akan menyusui Anggeline yang tak berhenti menangis dari tadi.
*****
Di tempat lain yang tak jauh dari Sandra.
"Jack ... kau membuatnya jijik!" Suara Marco yang lirih menghentikan aksi Jack yang masih menembaki mayat dengan kalap.
"Shit ...." Jack memandang Alex yang pucat pasi karena ngeri melihat tingkahnya.
Jack lalu menghubungi seseorang dan langsung membimbing Marco agar duduk.
Tak berapa lama helikopter datang dan langsung menuju arah Jack. Dia langsung mengangkat Marco lalu menyuruh anak buahnya membantu Alex naik.
"Sandra ...?" tanya Alex saat mereka akan lepas landas.
"Nyonya Sandra selamat dan dalam perjalanan ke rumah sakit terdekat karena ayahnya terluka," kata salah seorang anak buah Jack.
Alex mengembuskan napas lega. Dan sedikit meringis saat pesawat melonjak karena mulai naik ke atas.
"Ada air?" tanya Marco.
Jack langsung memberikan air minum yang ada di dalam pesawat pada Marco.
"Ini kurang ... apa di sini ada danau air terjun apa pun yang penting air yang mengalir dari tanah," kata Marco saat terbatuk mengeluarkan darah.
"Kita akan segera ke rumah sakit jadi diamlah," kata Jack yang menyadari Marco bicara ngawur.
"Ah ... aku tau ada air terjun kecil di sebelah timur bukit bawa aku ke sana."
"Jangan pedulikan dia," kata Jack.
"Jack, berapa peluru yang menembus tubuhku."
"Sepuluh, lima belas, aku tak tau."
"Berapa persen kemungkinan aku selamat?"
Jack tak menjawab.
"Alex ...? Berapa persen?"
"Jangan dijawab, dia akan selamat," kata Jack mengeraskan rahangnya.
"Nol persen jadi bisa tolong bawa aku ke air terjun? Please .... Jack ...," kata Marco semakin lemas.
Jack ingin menangis tetapi tak bisa.
"Bawa dia ke air terjun," kata Jack kemudian
Helikopter itu lalu memutar haluan dan mencari tempat air terjun itu berada.
"Bisa kita terbang tepat di atasnya?" kata Marco saat mereka sampai di air terjun.
Si pilot menuruti Marco.
"Bisa lebih dekat sedikit?" katanya lagi dan lagi-lagi dilakukan oleh pilot.
Marco melihat Alex. "Jack kenapa kaki Alex tak kau ikat biar darahnya gak keluar terus?"
Jack awalnya diam lalu dia melepaskan Marco dari topangan tubuhnya dan melakukan apa yang diinginkan Marco.
"Jack ... GOOD BYE!"
Jack hanya bisa melototkan matanya saat menyaksikan Marco melompat dari helikopter ke arah air terjun.
"MARCO!" teriak Jack saat tubuh Marco tercebur ke dalam air.
HILANG ... Marco tak muncul lagi dan Jack hanya bisa melihatnya.
"Kita pergi, Tuan," kata anak buahnya.
Jack hanya diam dan membiarkan helikopter mulai menjauh dari pulau itu.
"Good bye, Marco," kata Jack dalam hati.
****
TBC