Dave tengah meneguk minuman di dalam ruangannya yang sedikit minim penerangan, seakan ia ingin bersembunyi di dalam kegelapan.
"Kau masih saja meminum minuman beracun itu, ingat perkataan Dokter tentang kondisi tubuhmu." Mendengar penuturan itu diiringi dengan derap langkah mendekat membuat Dave menengadahkan kepalanya. Di hadapannya Aiden sedang berdiri dengan senyuman khasnya yang menawan.
"Ada apa?"
"Ngomong-ngomong kemana si Kembar, sudah lama sekali mereka tidak menunjukkan batang hidung mereka."
"Aku memberinya tugas keluar kota," jawab Dave dengan santai.
"Kau berniat kembali pada Natalie?"
"Tidak," jawab Dave dengan mantap. "Dia hanya menjadi pemuasku seperti biasa."
"Kapan kau berubah, Dave."
"Tidak ada alasan untukku berubah," jawab Dave masih dengan nada datar dan dingin.
"Menurutmu gimana, kalau aku menikahi Agneta diam-diam di gereja." Tatapan Dave menyala terang di dalam kegelapan. Tatapannya masih tertuju pada cairan coklat di dalam gelas yang dia pegang tetapi tatapannya sangat tajam seperti laser yang siap membelah gelas di depannya itu.
"Aku sudah sangat mencintainya, dan mengenai Mom. Sungguh aku tidak bisa memahami pemikirannya itu," keluh Aiden.
"Agneta gadis yang sangat baik, lembut juga penuh kasih sayang. Aku sangat menginginkannya sampai rasanya ingin sekali menariknya ke depan pendeta." Aiden terkekeh seraya menyandarkan kepalanya ke sofa yang ia duduki dan menengadahkan kepalanya menatap langit langit ruangan.
"Dia memiliki seorang anak laki-laki?" tanya Dave.
"Iya, Regan namanya dan dia adalah anak yang baik. Baru pertama kali bertemu dengannya saja, aku sudah menyayanginya."
"Dia seorang Janda?" tanya Dave seakan mengorek sesuatu tentang Agneta dari Aiden. "Kemana mantan suaminya, ayah kandung anak itu."
Aiden sempat melirik Dave dengan kernyitannya. Dave biasanya tidak pernah perduli dengan urusan keluarga seseorang. Tetapi entah kenapa sekarang dia seperti ingin mengetahui banyak hal tentang Agneta.
"Dia tidak pernah menikah."
Deg
Jawaban Aiden membuat mata Dave membulat dan tatapannya mengarah pada Aiden. "Hei santai saja, jangan berpikiran dia wanita tidak baik." Aiden segera menjelaskannya supaya Dave tidak salah paham.
"Wanita yang memiliki anak di luar nikah, apa itu namanya kalau bukan -"
"Tidak Dave, Agneta berbeda. Katanya 5 tahun lalu dia mengalami kecelakaan karena pria yang tidak bertanggung jawab."
Deg
"5 tahun lalu?" tanya Dave yang di angguki Aiden.
"Ya, mendengar ceritanya sungguh miris dan aku sungguh simpati padanya. Hingga tanpa sadar, cinta itu tumbuh perlahan. Aku tidak perduli lagi masalalunya, yang jelas masa depannya sekarang akan menjadi milikku dan akan tetap bersamaku," ucapnya dengan penuh keyakinan dan senyuman penuh kebanggaan.
Berbeda dengan Dave yang mematung kaku, bahkan Aiden tak sadar kalau tangan Dave bergetar memegang gelasnya. "Sebaiknya kau pulang, aku butuh istirahat," ucap Dave beranjak dari duduknya.
"Kau mengusirku?" tanya Aiden dengan nada jengkel.
"Tidak, kau boleh menginap kalau kau mau." Setelah itu Dave berjalan menuju kamarnya. Ia mengingat laporan dari Kay sebelumnya. Kay mengatakan kalau Agneta meninggalkan rumahnya dari 5 tahun lalu entah karena alasan apa. Dan semua tetangga yang di tanyai informasinya mengatakan kalau Agneta sudah meninggal.
"Halo Kay." Sesampainya di kamar, Dave langsung menghubungi Kay.
"....."
"Kembalilah besok pagi ke Jakarta," ucap Dave.
"....."
"Selidiki kehidupan Agneta di daerah itu dan anak yang bernama Regan. Cari tahu tanggal lahir juga tahunnya Regan."
"..."
"Sisanya biar aku yang lakukan. Kalian bersiaga saja di sini."
"....."
"Sebelum itu, temui gadis bernama Sela. Dia ada di Bandung bersama keluarganya. Tanya apapun mengenai Agneta dan anaknya, kalau dia bungkam, maka ancam apapun yang bisa jadi kelemahannya."
"..."
"Ingat Kay, aku tidak suka keterlambatan."
"...."
"Entah kau menyembunyikan ini karena Aiden atau bukan. Tetapi kerja kalian untuk melapor padaku sangatlah terlambat."
"....."
"Lakukan apa yang aku perintahkan kalau kalian masih ingin hidup!"
Dave melempar handphonenya dan menjambak rambutnya.
Tidak Dave, Agneta berbeda. Katanya 5 tahun lalu dia mengalami kecelakaan karena pria yang tidak bertanggung jawab.
'Apa jangan-jangan Regan?' Dave berusaha menyangkalnya tetapi sulit sekali karena hatinya seperti ingin mengakuinya.
***
"Ayo sarapan dulu, Sayang."
"Iya Bunda, sebental." Regan berlari sedikit dengan menenteng tasnya di punggungnya.
Tok tok tok
"Ada tamu, Bunda."
"Mungkin Ayah Aiden, sebentar yah." Agneta beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah pintu.
"Dave?" gumam Agneta kaget ternyata Dave yang berdiri di depan pintu, bukannya Aiden. "Ada apa?" tanya Agneta dengan sinis.
"Aku ingin bertemu Regan," ucap Dave dengan nada datarnya.
"Tidak bisa, Regan akan berangkat sekolah sekarang."
"Aku akan mengantarnya," ucap Dave.
"Tidak bisa, aku yang akan mengantarnya. Kau tidak perlu repot-repot." Dave mampu menangkap tatapan ketakutan dari Agneta.
"Kau tidak perlu cemas, aku cukup dekat dengan Regan akhir-akhir ini. Dia pasti senang di antar olehku."
"Dia-"
"Om Velo," teriak Regan muncul di belakang tubuh Agneta dengan sangat bahagia.
"Hallo tampan," ucap Dave dengan senyumannya dan membawa Regan ke dalam gendongannya.
"Regan habiskan dulu sarapanmu, Nak. Ayo masuk," ucap Agneta berusaha merebut Regan dari gendongan Dave.
"Om Velo, ikut salapan juga yah."
"Tidak!"
"Lho kenapa Bunda? Kan nasi golengnya masih banyak," ucap Regan dengan tatapan polosnya.
"Kenapa kau terlihat sangat ketakutan Agneta, apa ada yang kau sembunyikan dariku?" pertanyaan Dave yang seakan mengundang arti itu sungguh membuat Agneta kelabakan. Ia segera menggelengkan kepalanya dan memalingkan wajahnya.
Dave mengikuti Agneta memasuki rumah dan ikut duduk bersama mereka di meja makan sederhana.
"Om, cobain deh. Masakan Bunda Egan sangat enak." Dave tersenyum seraya mengusap kepala Regan dan mengambil makanannya sendiri tanpa malu dan tidak memperdulikan tatapan sinis dari Agneta.
***