Chereads / The Devil's Back / Chapter 18 - Bab 18

Chapter 18 - Bab 18

Dave mengantarkan Regan ke sekolahnya bersama dengan Agneta. Selama perjalanan hanya Regan yang terus berceloteh. Regan duduk di depan bersama Dave sedangkan Agneta di belakang memperhatikan dua pria yang memiliki banyak kesamaan itu. Semua hal yang di katakan Regan pasti selalu di tanggapi dengan baik oleh Dave. Setelah mengantar Regan ke sekolahnya, Agneta beranjak pergi meninggalkan Dave sendirian. Dave tak ingin mencegahnya dan membiarkan Agneta menaiki taxi. Sebenarnya ada sebersit pertanyaan di benak Agneta karena perubahan sikap Dave.

Setelah melihat Agneta pergi dengan taxinya, Dave membuka kepalan tangannya dan melihat dua helai rambut milik Regan. Tadi dengan sengaja saat mengacak rambut Regan, Dave mengambilnya tanpa membuat Agneta curiga. Dave memiliki kecurigaan yang membuatnya penasaran. Benarkah pemikirannya itu atau tidak.

Bip bip

"Hallo Kay,"

"...."

"Kau sudah mendapatkannya?"

"....."

"Baiklah, pukul 10 siang kita bertemu di tempat biasa," ucap Dave seraya mematikan sambungan telponnya dan menaiki mobilnya.

***

Saat ini Dave tengah duduk di dalam ruangan miliknya dengan segelas vodka di tangannya. Ia baru saja kembali dari rumah sakit dan menunggu hasilnya yang akan di antarkan ke kantor beberapa jam lagi. Pintu ruangannya di ketuk dan dua orang kepercayaannya masuk ke dalam ruangannya.

"Apa yang ingin kalian laporkan?" tanya Dave menatap mereka berdua dengan tajam dan dengan tatapan datar penuh intimidasi.

"Ini laporan yang kau inginkan," ucap Kay menyerahkan map biru pada Dave. Dave menyimpan gelasnya di atas meja dan membuka map yang di sodorkan oleh Kay.

Matanya yang tajam menatap isi map itu, dan terlihat jelas rahangnya mengeras walau wajahnya tak menampilkan ekspresi apapun.

"Kami mengira Agneta pergi dari rumahnya saat sedang keadaan mengandung," ucap Key.

"Dave, kita tau kau menyimpulkan sesuatu tapi Agneta itu-"

"Aku tidak butuh pendapat dari kalian berdua, jadi sekarang kalian boleh keluar dan berliburlah."

"Dave, dengarkan. Aiden-" ucapan Kay terhenti saat tatapan tajam penuh peringatan milik Dave menatap matanya tanpa ekspresi.

"Sudah ku bilang ini bukan urusan kalian. Sekarang tugas kalian sudah selesai, jadi keluarlah!" ucapan Dave yang tegas membuat mereka berdua tak mampu berkomentar lagi. Keduanya berjalan menuju keluar dari ruangan Dave meninggalkan Dave sendiri yang kini termenung dalam diam.

"Kau akan kembali padaku, Agneta. Suka atau tidak!" ia meremas laporan yang di serahkan oleh Kay barusan. "Aku tidak akan membiarkan apa yang menjadi milikku lepas dariku begitu lama!"

Tatapannya sangat menyeramkan, tidak ada tatapan dingin dan datar dari Dave. Hanya tatapan mengerikan yang menyimpan banyak amarah dan kegelapan di dalamnya.

***

"Ah sial!" gerutu Kay. "Dave akan sangat susah di hentikan."

"Lagian sebenarnya kita ini memihak siapa sih? Aiden apa Dave sih? Lagian bos kita kan Dave." Key menjawab sekenanya membuat Kay kesal dan menoyor kepala kembarannya itu.

"Kau, Adik brengsek. Tidak ada sopan-sopannya sama Kakak," ucap Key mengusap kepalanya sendiri.

"Susah memang bicara dengan mesin pembuat kopi," serunya.

"Heh, siapa yang mesin pembuat kopi?" pekik Key kesal. "Kalau buat perumpaan itu yang benar jangan bawa-bawa mesin sialan yang gue benci!"

"Saat berisik, sudah pastilah ada si kembar mulut jalan tol. Labas terus," kekehan itu membuat keduanya menoleh. Wajah Kay dan Key sedikit tegang saat melihat Aiden tengah berdiri di depan pintu ruangannya dengan melipat tangannya di dada.

Key dan Kay saling menatap horor dan takut kalau Aiden mendengar tadi Key menyebut namanya. "Kenapa kalian berdua diam? Jalan tolnya macet, huh?"

"Tidak, sejak kapan kau di sana?" tanya Kay.

"Sejak kau mengungkit mesin pembuat kopi, kekasih pujaannya Key," kekeh Aiden.

"Huh, sesuka kalian saja mengejekku." Key melipat tangan di dada, dan Kay mampu bernafas lega. Kembarannya itu memang suka ngomong asal dan tidak tau tempat.

"Sudah selesai menjalankan misi?" tanya Aiden.

"Ya, dan kami akan berlibur," jawab Key dengan semangat.

"Wih mantap, liburan kemana?" tanya Aiden.

"Sepertinya hanya tidur di apartement," jawab Kay.

"What The Hell?" pekik Key. "Hei kau dasar adik brengsek, ajak Kakakmu ini pergi ke Bali, lombok, hawai atau kemanapun untuk liburan."

"Kita baru kembali dari luar kota, apa itu belum cukup," ucap Kay.

"Dasar kau adik brengsek yang tidak peka," gerutu Key.

"Diamlah mesin pembuat kopi."

"Berhenti menyebutku dengan panggilan itu, Brengsek!"

"Oh God, sampai kapan aku menonton acara live pertengkaran antara Kakak beradik ini?" keluh Aiden dengan tatapan jengah.

"Sudahlah, aku mau makan," ucap Kay beranjak.

"Kita makan bersama yah Kembar, aku akan memperkenalkan kalian pada calon istriku, Agneta." Aiden merangkul pundak saudara kembar itu dan mengiring mereka ke lift. Kay dan Key saling curi pandang dengan tatapan tak terbaca.

"Kau percaya diri sekali akan menikah," ucap Key.

"Hei, kau pikir aku akan menghabiskan waktuku dengan hura-hura seperti kalian dan berganti wanita setiap saat. Kini saatnya aku membangun sebuah kehidupan yang bahagia untuk masa depanku juga anak-anakku kelak."

"Hah, kau mirip seperti orangtua," keluh Kay membuat Aiden terkekeh. Ketiganya menghilang di balik pintu lift yang tertutup.

***

Dave terlihat fokus dengan ponselnya di dalam lift, hingga pintu lift terbuka. Ia keluar dari lift dan bertabrakan dengan seseorang yang dengan sigap ia rengkuh pinggangnya hingga tubuh mereka menempel dan tangan orang yang di tabraknya tampak mencengkram jas bagian dada yang di gunakan Dave.

Tatapan mereka beradu membuat Dave dan wanita itu tak berkedip sedikitpun. Seperti ada daya tarik sendiri hingga mereka berdua sulit untuk mengalihkan tatapannya.

"Agneta, kau tidak apa-apa?" pertanyaan itu menyadarkan keduanya membuat wanita yang tak lain adalah Agneta memalingkan wajahnya. Dave melepaskan rengkuhannya dan menatap sekelilingnya dimana beberapa karyawan memperhatikan mereka semua. Di tambah lagi di hadapannya ada Aiden yang langsung merengkuh pinggang Agneta dengan posesif.

Dave berdehem seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan mengepal kuat melihat interaksi Aiden pada Agneta. Di antara mereka ada juga Kay dan Key yang berdiri dengan tatapan sulit di baca.

"Ma-maafkan saya pak Davero," gumam Agneta menundukkan kepalanya sedikit membuat Aiden kembali menatap Dave di hadapan mereka yang memasang wajah tanpa ekspresi.

Tanpa mengatakan apapun, Dave melangkah melewati mereka dengan wajah dingin dan tenang seperti biasanya walau tak ada yang tau kepalan di dalam kantong celananya mengetat hingga urat-urat tangannya mencetak jelas.

***