Chereads / Dayak Love Story / Chapter 2 - Part 2: Keluarga Daramawan Barakati

Chapter 2 - Part 2: Keluarga Daramawan Barakati

"Dayak Love Story"

Story by: author Natalia Ernison

Di sebuah desa yang terletak di daerah Kalimantan Tengah. Terdapat sepasang suami istri yang baru beberapa bulan menikah secara adat, adat ini tidak dilaksanakan digedung-gedung mewah bahkan di hotel. Namun, acara pernikahan tersebut terlaksana dengan adat istiadat turun temurun oleh para nenek moyang hingga para generasi penerus hingga saat ini.

Huh huh…

Kenapa kepalaku terasa sangat pusing dan terus mual?? gumam seorang wanita yang baru beberapa bulan menjadi seorang istri tersebut.

"Kenapa aniku??" ujar sang suami. Aniku, merupakan panggilan lembut dan penuh kasih sayang seorang pria kepada seorang wanita. Ani, adalah sebutan bagi adik perempuan namun bisa juga digunakan pada seoran wanita yang dianggap istimewa.

"Kamu sedang hamil, jadi tidak perlu bekerja. Lebih baik kamu siapkan makanan untukku!!" Ujar sang suami dengan lembut sembari memapah sang istri untuk kembali ke sebuah pondok yang terletak dipinggir sebuah Ume/ladang.

Tata maaf, aku tidak bisa membantumu membersihkan rumput-rumput liar diladang kita. Tukas sang istri dengan terengah-engah karena kelelahan.

"Iya ani, tidak apa-apa, yang penting kamu harus istirahat demi bayi kita yang sedang kamu kandung." Sahut sang suami sembari membelai perut besar sang istri.

"Haahh… lelah sekali dan cuaca hari ini cukup terik sekali…" gumam sang suami sembari duduk bersandar ditangga tepat di bawah pintu masuk pondok.

Tata, makan dulu. Ini ikan hasil renggemu sudah matang dan sambal kesukaanmu pun sudah siap. Ujar sang istri memanggil sang suami, Rengge yang dimaksud ialah sebuah jarring-jaring terlentang dengan menggunakan tali sebagai pengikat bagian atasnya lalu diikatkan pada pinggir sungai/ danau yang akan menjadi lokasi menjaring ikan.

Ikan-ikan yang menubruk jarring tersebut akan tersangkut hingga yang memasangkan perangkap akan datang untuk memanen ikan-ikan tersebut.

"Humm, enak sekali aniku…" ujar sang suami yang terlihat begitu bersemangat dan kegirangan saat menikmati masakan sang istri tercinta.

"Aniku, kalau anak laki-laki aku mau dia meneruskan kuntau yang selama ini sudah hampir tidak pernah aku lakukan lagi." Kuntau adalah seni ilmu bela diri yang cukup terkenal dikalangan orang suku dayak, namun karena perkembangan zaman, seni ilmu bela diri ini pun semakin tenggelam dan tergantikan oleh karate maupun silat.

Iya, tapi aku mau anak kita sekolah yang tinggi, sehingga tidak seperti kita yang hidup terus menerus diladang. Ujar sang istri dengan wajah sendu.

"Iya aku tau itu, tapi bagaimana pun juga ini adalah tradisi kita sejak lama, jadi aku ingin anak-anak kita meneruskannya sebagai bekal mereka kelak." Tukas sang suami sembari mengambil sebuah Ugup/ parang besar yang digunakan untuk menebas pohon-pohon berukuran sedang.

Mau kemana lagi? bukannya baru pulang tata? ujar sang istri.

"Iya aniku sayang, mumpung bayi kita belum lahir jadi aku harus bekerja keras, sehingga mereka tidak perlu berlelah-lelah seperti abah dan mamanya ini." Tukas sang suami dengan menyeringai kepada sang istri.

Iya tata, aku ingin anak kita nanti bisa pergi kuliah ke Jakarta… ujar sang istri dengan wajah dipenuhi senyuman.

"Iya, aku akan berjuang untuk keluarga kita dimasa depan nanti. Aku pergi berburu dulu." Sang suami pun bergegas pergi meninggalkan pondok tersebut.

Kehidupan pasangan suami istri ini begitu bahagia walau ditengah kesederhanaan mereka, sebagian hidup mereka hanya berladang, berburu, mencari nafkah dan menabung untuk anak-anak mereka.

Seminggu sekali mereka pulang ke desa untuk menjual gatah/ getah hasil dari mamantat/ menyedap karet. Setelah mendapatkan uang hasil menjual gatah/ ikan hasil tangkapan menggunakan rengge, mereka membelikan kebutuhan maupun keperluan hidup lainnya.

Hal itu dilakukan secara terus menerus hingga akhirnya sang istri melahirkan seorang anak laki-laki pertama mereka.

Selamat amahni anak kalian laki-laki tampan, ujar seorang bidan kampung yang biasa membantu para ibu-ibu melahirkan. Amahni, merupakan sebutan bagi kaum pria yang telah menjadi seorang ayah.

"Wahh anakku yang tampan, aku akan beri nama dia "Paratama Anugerahno Barakat".

Nama tersebut pun memiliki arti bagi suku dayak maanyan. Paratama, berarti pertama (anak pertama), Anugerahno artinya anugerah dari Tuhan.

Iya tata, sekarang kita sudah menjadi ayah dan ibu.

"Iya inehni" ujar sang suami kepada istri tercinta.

Inehni, merupakan sebutan bagi kaum wanita yang telah menjadi seorang ibu.

Setelah empat tahun kemudian…

"Tama, tolong bersihkan rumah yah nak…" Tama nama panggilan dari Paratama kecil.

Baik ma, ujar Tama kecil yang merupakan anak pertama dari pasangan suami istri tersebut.

Mama, sekarang aku akan punya adik lagi?? tanya Tama kecil sambil membelai perut besar sang ibu.

"Iya Tama, sebentar lagi kamu akan memiliki adik kecil. Mama harap kamu bisa menyayangi adik kecilmu nanti." Ujar sang ibu sembari bersandar di kasur.

Iya mama, aku akan menjaga adik dengan penuh kasih sayang. Sehingga adik nanti bisa belajar kuntau juga.

"Iya Tama.. aw aw aw…" rintih sang ibu sembari menggit bibir bawah menahan rasa sakit.

Mama, akan melahirkan adik kecilku kah? ujar Tama kecil sembari mendekap sang ibu.

"Iya Tama, mama tak tahan lagi!! tolong panggil abahmu!!"

Tama kecilpun berlari kecil menuju sang ayah yang sedang terlihat sibuk membenarkan jarring-jaring rengge/ penangkap ikan tradisional duku dayak maanyan.

Abah!! mama sakit perut!! ujar Tama kecil sambil terengah-engah.

Abah, merupakan panggilan untuk kata lain dari ayah, sebutan sayang dalam masyarakat suku dayak maanyan.

"Iya, iya!! mana mamamu??" ujar sang ayah dengan terburu-buru menuju kamar.

Ehmmmttt…

Rintih sang ibu menahan rasa sakit kontraksi sang calon bayi tersebut.

"Ayo ma, sebentar lagi bidan kampungnya akan datang!!" ujar sang suami yang begitu mengkhawatirkan sang istri tercinta.

Setelah beberapa jam kemudian, lahirlah seorang anak perempuan yang begitu cantik jelita.

Selamat pak Daramawanson, anak bapak sudah lahir dan sangat cantik. Ujar sang bidan kampung pada ayah dari Tama kecil. Daramawanson Barakat merupakan nama dari ayah Tama kecil.

"Lengkap sudah kebahagiaan yang telah Allah Tala berikan pada kita ma.." ujar sang suami dengan wajah yang berkaca-kaca penuh haru biru saat menyaksikan sang buah hati tercinta lahir dengan wajah cantik bak putri.

Hore… Tama sudah punya adik perempuan. Lalau namanya siapa bah? tanya Tama kecil.

"Ohh ia, namanya adalah DiyangWinei Barakat." Ujar sang ayah sembari mengendong lembut sang anak perempuannya.

"Dayang Winei Barakat" memiliki arti khusus, Dayang ialah sebutan sayang bagi anak perempuan dayak maanyan dan bisa juga disebut dengan Diyang. Winei, berarti anak perempuan yang cantik, sementara Barakat merupakan nama dari sang ayah agar memiliki ciri khas dalam keluarga.

Beberapa tahun kemudian…

Dayang terlihat begitu sibuk membanu sang ibu memasak di dapur, sementara sang ayah bersama Tama kakak lelakinya juga sibuk memotong dan membelah kayu bakar.

Pada masa itu memang sudah ada kompor, yang sering disebut dengan kompor hock berwarna silver.

Namun karena sudah menjadi ciri khas tradisional orang suku dayak, sehingga dalam hal memasak mereka masih menggunakan tungku api, yang disebut dengan Rapuan.

Bagi orang-orang suku dayak maanyan khususnya, memasak dengan menggunakan Rapuan/ tungku merupakan hal yang sudah menajdi kebiasaan turun temurun. Selain hemat tapi juga membuat masakan menjadi lebih gurih dan enak, dibandingkan memasak di kompor.

Kebiasaan memasak di Rapuan/ tungku tetap terjada dan berlangsung hingga saat ini.

Untuk bahan bakarnya sendiri pun sangat sederhana, hanya dengan menggunakan Kantal/ karet getah dari pohon gatah/getah. Bisa juga menggunakan potongan ban, namun akan mengeluarkan aroma tidak nyaman.

"Dayang, tolong mama bersihkan ikan-ikan dari buwu abahmu nak.." ujar sang ibu.

Buwu merupakan alat perangkap ikan yang terbuat dari rotan dan diletakkan begitu saja di dalam air.

Dayang, merupakan panggilan dari anak kedua pasangan suami istri Daramawanson Barakat dan sang istri tercinta Rahatini Barakat.

Dayang, sangat rajin membantu sang ibu memasak untuk makanan mereka sekeluarga. Selain cantik, pandai memasak, cekatan bekerja di rumah, Dayang juga termasuk siswa yang cukup berprestasi di sekolahnya.

Begitu banyak anak laki-laki sebayanya mau pun kakak kelas yang begitu menyukai sosok Dayang. Namun, Dayang selalu ingat akan pesan kedua orang tuanya yang selalu menasehatinya.

"Dayang, anak mama dan abah. Junjunglah ilmu setinggi-tingginya, belajarlah dengan tekun, sehingga kelak kamu akan menjadi orang yang sukses dan cukup mama dan abah yang susah-susah bekerja diladang dan di hutan.

Kelak kalau ada anak lelaki yang menyukaimu, tak perlu hiraukan karena fokusmu selama sekolah adalah belajar. Tetapi jika kamu sudah merasa bisa mencari uang sendiri dan juga usiamu sudah cukup, maka mama dan abah akan sangat merestuimu. Lelaki tersebut pun harus bisa menjadi pemimpin dalam keluarga yang bisa membimbing keluarganya, tentunya bisa ilmu kuntau." Tukas sang ayah.

Tama, kelak kalau kamu sudah berusia cukup dan sukses mencari uang sendiri, tentunya pendidikanmu sudah selesai dengan baik. Maka bawalah calon istrimu itu datang bertemu dengan mama dan abah, tapi ingat jangan suka mempermainkan perasaan perempuan. Air mata perempuan yang kamu permainkan, sama halnya dengan air mata mama kamu ini, jadi hormatilah perempuan."

Nasihat sang ayah bersama sang ibu, kepada kedua anak yang sudah mulai bertumbuh dewasa tersebut.

Impian besar orang tua khususnya suku dayak maanyan, ialah berharap anak mau pun keturunan menjadi orang-orang yang sukses dikemudian hari, tanpa harus merasakan nasib lelahnya bekerja di hutan dan ladang. Tentu seluruh orang tua di dunia sangat mengaharapkan hal baik bagi anak-anaknya.