Jiang Mianmian mengembangkan pipinya dan menentang Zhan Muqian tanpa malu membuat pria itu menurunkan pandangannya. Dia pun bangkit, berpura-pura tidak marah dan bergegas pergi. "Aku akan pergi ke dapur untuk melihat apa ada makanan lain yang enak."
Sementara itu, Ruan Qingtong terlihat malu, banyak hal terbersit di pikirannya. Cara berbicara gadis itu pada Zhan Muqian tidak menunjukkan hubungan antara paman dan keponakan. Sebagai keponakan, gadis itu terlalu berani, terlebih lagi Zhan Muqian tidak pernah menjadi pria yang lembut dan baik. Dia bahkan memiliki rasa sayang yang tidak terlalu ke Chenchen. Apa benar dia hanya keponakan? Apa sebenarnya identitas gadis yang berani menentang panglima perang itu? Pikirnya.
Ruan Qingtong sedang menunggu tanggapan Zhan Muqian sambil terus makan tanpa ada suara sedikitpun dari tangan dan mulutnya. Beberapa detik kemudian sang panglima perang bersuara, "Gadis itu pemberontak, kamu tidak perlu tersenyum lembut padanya."
Mendengar pernyataan Zhan Muqian, Ruan Qingtong sedikit mengernyit dan si kecil Ruan Jingchen membuka mulutnya dan bertanya, "Ayah, apa yang dimaksud Kak Mianmian perlu tumbuh? Mengapa Chenchen tidak bisa memahaminya?" Pertanyaan anak kecil itu membuat ibunya agak emosi dan berniat akan menggendongnya.
Namun, Zhan Muqian menyentuh wajah Ruan Jingchen dan berkata sambil tersenyum, "Yang dimaksud Kak Mianmian adalah rambut. Gadis-gadis biasanya memiliki rambut yang panjang. Chenchen jangan berpikir yang tidak-tidak dan jangan meniru perilaku Kak Mianmian, oke? Anak lelaki itu menatapnya dengan mata besarnya, lalu mengangguk seolah paham.
Zhan Muqian tidak menyelesaikan sarapannya, dia meletakkan pisau dan garpunya, lalu bangkit dan berkata, "Chenchen, makanlah yang banyak. Ayah sekarang sedang sibuk, ayah akan mengajakmu ke taman hiburan di lain hari saja."
Setelah itu, Zhan Muqian berjalan lurus menuju dapur dengan langkah kaki panjang karena mencium bau masakan, rupanya Jiang Mianmian lah yang sedang berada di dapur. Sebelum merasakan perutnya bergemuruh, dia tidak memiliki nafsu makan sama sekali. Pasti akan ada banyak bahan cadangan makanan di dapur, pikirnya. Dia memasukkan roti yang telah diberi susu dan selai kacang ke dalam alat pemanggang. Ketika dia sudah menghabiskan separuh rotinya, dia menatap sosok yang tidak asing, lalu berhasil membuatnya tersedak. "Uhuk! Uhuk! Apa yang kamu lakukan di dapur?"
Zhan Muqian dengan wajah tanpa ekspresi mendekati Jiang Mianmian dan bertanya, "Kamu tidak memakan roti yang sudah disediakan di atas meja makan, malah makan dengan sembunyi-sembunyi di dapur belakang. Memangnya kamu tidak takut seseorang menangkapmu karena dikira perampok?"
Jiang Mianmian bisa mendengar kesengitan dalam nada suara Zhan Muqian. Dia dengan cepat menelan roti panggang itu karena merasa malu, lalu memutar mata dan berkata, "Akan terasa enak sekali jika memakannya langsung setelah memanggang sendiri. Benar-benar enak sekali. Aku ingin memakannya saat masih panas. Sekarang kamu paham kan, panglima perang!"
Pinggang Jiang Mianmian terasa sakit beberapa sesaat. Hal itu dikarenakan, Zhan Muqian tiba-tiba meraih pinggangnya, menarik dan menempatkannya di sudut dapur.
Di atas meja marmer, Jiang Mianmian menggeliatkan pinggangnya dan terus berjuang untuk terbebas dari Zhan Muqian, "Apa yang kamu lakukan? Zhan Muqian, aku harus mengurus roti panggang ini. Aku benar-benar muak denganmu!"
Zhan Muqian benar-benar mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di atas meja. Ukuran meja saat ini, dua kali lipat lebih tinggi dari meja yang ada di ruangan Hotel Haidu. Perasaan tertindas membuat gadis itu kesal, saat sadar mengenakan rok setengah panjang langsung dia segera mengatupkan kedua lututnya. Rupanya gerakan perlindungan itu menarik perhatian sang panglima perang. Dia mencibir lalu membuka paha gadis itu dengan kakinya sehingga lututnya menjadi terbuka lebar.
"Zhan Muqian, apa yang kamu lakukan?".
Zhan Muqian sedikit membungkuk ke bawah, napasnya yang panas menyemprot kulit halus Jiang Mianmian. Umpatan demi umpatan terdengar dari mulutnya, hingga akhirnya dia berkata, "Masih berani bicara lagi?"
Jiang Mianmian dengan berani menatap Zhan Muqian dan berkata, "Panglima, ada apa denganmu? Kamu ingin aku merokok lagi ya?"
Zhan Muqian meremas pinggang lembut Jiang Mianmian dengan tangannya yang besar lalu berkata, "Merokok? Sepertinya kamu suka dapur dan menginginkanku melakukan hal-hal yang paling kamu takuti. Kalau sudah begitu apa kamu masih ingin merokok?"