Arumi bersama lilis seperti biasa naik angkot untuk menuju ke tempat kerjanya. Cuaca yang dingin membuat Arumi mengeratkan sweaternya dengan kedua tangannya. Ada rasa tidak nyaman pada perutnya. Kurang 2 minggu lagi harusnya dia akan melahirkan. Hamil anak kembar membuat perutnya menjadi lebih besar dari rata-rata orang hamil pada umumnya.
"Teh.. Teteh kenapa?"
Arumi merasakan nyeri di punggung bagian bawahnya, dan saat ini dia berada di dalam angkot.
"Gapapa Lis. cuma agak ga nyaman aja.."
"Apa teteh mau melahirkan?"
"HPL nya masih 2 minggu lagi Lis."
"Sabar ya teh..bentar lagi kita sampai."
"Iya, Lis." Arumi masih memegangi perutnya. Rasanya tidak nyaman.
"Kiri Pak!!" Lilis membantu Arumi turun dari angkot. Penumpang lain menatap iba pada Arumi yang terlihat kuwalahan menahan bobot tubuhnya karena perutnya yang besar. Tapi karena dia masih butuh uang untuk biaya persalinannya, akhirnya dia tetap harus bekerja meski bu Fatma sudah melarangnya. Bu Ema juga kasihan melihat Arumi yang harus naik turun angkot selama hamil.
Arumi tetap bekerja seperti biasa. Sampai di jam sepuluh pagi dia merasa kondisinya semakin sakit.
Intan dan Mita panik melihat Arumi yang kesakitan.Intan berlari meminta bantuan pada bu Ema.
"Bu.. Bu Ema.." Intan sampai di ruangan bu Ema dengan nafas ngos-ngosan.
"Ada apa Tan? kenapa kamu lari-lari seperti itu?"
"Teteh bu.. teteh Arumi.."
"Iya Arumi kenapa?"
"Sepertinya mau melahirkan."
"Ya Allah... Sebentar ya Tan..saya cari anak saya dulu."
Bu Ema mencari keenan dibeberapa ruangan, ternyata dia sedang menelpon seseorang di dekat ruang kerjanya.
"Ken... kamu ini ya. mama cari-cari kamu. Ternyata di sini."
"Ada apa sih, Ma? koq teriak-teriak?"
"Itu lho Arumi mau melahirkan."
"Ah merepotkan saja." Keenan terlihat kesal.
"Ayo Ken anterin Arumi ke rumah sakit."
"Iya ma.." Keenan terlihat keberatan dengan titah ibunya.
Keenan segera mengikuti Ibunya, di ruang kerja Arumi , wanita itu tampak pucat menahan sakit. Keenan merasa iba melihat Arumi yang kesakitan.Arumi terpaksa harus dilepas cadarnya agar bisa menghirup lebih banyak udara. Barulah di situ Keenan tahu kalau wanita bercadar di hadapannya adalah wanita yang pernah dia beri air mineral waktu mereka tak sengaja bertemu di depan toilet kantor.
Tanpa pikir panjang, Keenan segera mengangkat tubuh Arumi dan memapahnya. Mau digendong tentu tidak akan kuat karena Tubuh Arumi yang berat akibat kehamilannya.
Arumi berusaha menghirup dan menghembuskan udara berulang kali. Keenan berulang kali melihat ke tempat duduk di belakangnya, ikut panik karena pertama kalinya dia melihat orang yang akan melahirkan.
Keenan segera membuka pintu mobil Range Rover Sport warna hitam miliknya dan bergegas membantu Arumi untuk masuk ke dalam Rumah Sakit. Sudah ada perawat yang membawa kursi roda untuk membawa Arumi ke ruang bersalin.
Keenan dan Bu Ema sangat panik melihat Arumi dengan keringat yang membanjiri kepalanya. Semakin lama frekuensi sakitnya semakin bertambah rapat. Arumi sudah terlihat pucat. Bu Ema menemani Arumi di dalam ruang bersalin. Tidak mungkin juga kalau keenan yang menemani.
"Ibu, maaf putri anda ini harus operasi sesar karena ukuran panggulnya yang sempit. Kemungkinan akan sulit menjalani persalinan normal karena adanya risiko cephalopelvic disproportion (CPD). CPD adalah ketidaksesuaian antara ukuran kepala bayi dengan ukuran panggul ibu yang akan menjadi jalan lahir. Yang nantinya bisa membahayakan Bayi dan juga ibu."
"Lakukanlah yang terbaik, Dok."
Operasi berlagsung dengan lancar. Satu persatu anak Arumi lahir dengan selamat. Bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu lahir dengan selamat.
"Selamat ya Rum, anakmu sudah lahir.Laki-laki dan perempuan."
Arumi tersenyum lemah dan mengucap hamdallah saat bu Ema memberi tahunya kalau sang anak sudah lahir. Arumi merasa hidupnya lengkap sekarang. Meski tak ada suami di sampingnya. Rasa sakit hati itu masih menganga hingga sekarang.
Mungkin Rayyan sedang bersenang-senang dengan
harta Arumi. Ya perusahaan di Bandung yang harusnya diberikan pada Arumi pun sekarang diambil Rayyan. Bahkan Arumi pergi tak membawa sepeserpun dari situ. Tak mengapa, toh kini Arumi mendapatkan harta yang tak ternilai harganya yaitu anak.
Bu Ema memanggil Keenan untuk mengadzani anak Arumi. Karena di sana Arumi tak punya sanak saudara. Laki-laki terdekat saat ini adalah Keenan. Bu Ema pun memegangi Putra Arumi yang lahir lebih dulu. Keenan belum berani menggendong seorang bayi. Satu persatu bayi itu dia adzani.
Ada rasa haru ketika melihat bayi-bayi mungil yang masih merah itu bergerak gerak. Ini pengalaman pertama Keenan melihat seorang bayi yang baru lahir. Bu Ema menyerahkan bayi-bayi itu pada perawat.
"Lucu ya Ken."
"Iya ma lucu sekali." Seulas senyum hadir di bibir lelaki itu.
"Kapan kamu mau kasih cucu buat mama, Nak? sampai kapan kamu akan sendiri?"
"Ken belum terfikir untuk menikah, Ma."
"Wanita seperti apa yang kamu cari Ken? berkali-kali mama jodohkan dengan anak teman mama tapi tidak ada yang menyentuh hatimu."
"Cinta itu tidak bisa dipaksa, Ma. Ken masih belum menemukan wanita yang tulus mencintai Ken. Mereka hanya melihat Ken dari harta."
"Tidak semua wanita seperti itu, Ken. Buktinya mama enggak."
"Tapi sayang adik mama yang mendapat wanita seperti itu. Om Yudha sekarang harus berada di Rumah Sakit Jiwa akibat perilaku istrinya dulu kan, Ma."
"Iya tapi kegagalan adik mama itu jangan membuatmu membenci semua wanita." Dalam hati bu Ema merasa sepertinya anak laki-lakinya ini akan cocok dengan Arumi. Dia wanita yang baik lagi sholehah, dan sepertinya tidak gila harta. Sungguh rugi suami Arumi telah meninggalkan wanita sebaik Arumi.
"Tidak ,Ma. Hanya saja mencari wanita yang tulus itu tidak mudah."
"Bagaimana dengan Arumi?"perkataan Bu Ema membuat Keenan kaget.
"Maksud mama apa? mau jodohin Keenan sama Arumi.?"
"Iya kalau kamu tidak keberatan Ken. Kasihan Arumi. Dia wanita yang baik dan sholehah, namun sayang suaminya malah menyia-nyiakan wanita sebaik itu."
"Aku tidak mau menikah kerena kasihan, Ma. Aku ingin semuanya mengalir saja. Tidak perlu di jodoh-jodohin."
"Ah ya sudah kalau itu maumu."
Ema dan Keenan masuk ke dalam ruang rawat Arumi.
"Bagaimana keadaanmu, Nak?
"Alhamdulillah baik, Bu."
"Bu, terimakasih sudah membawa saya ke sini. Saya jadi merepotkan ibu."
"Tidak apa-apa, Rum. Keenan sampai panik lho tadi."
"Ma..." Keenan masih dengan wajah datarnya menegur mamanya.
" Ah iya, Pak Keenan makasih sudah membawa saya ke sini."
"Iya."
Arumi kali kedua ini melihat laki-laki minim ekspresi. Datar.. sama seperti mantan suaminya. Tapi Rayyan juga bisa melakukan hal-hal romantis waktu mereka di Pulau Bira. Walau itu hanya bualan.
Arumi ingat pertama kali bertemu Keenan ekspresinya juga sama waktu mereka bertabrakan di depan toilet. Laki-laki itu tiba-tiba pergi ,lalu datang lagi dengan membawa air mineral.'Sungguh sulit ditebak'
"Bu maaf kenapa saya ditempatkan di kamar VVIP ?"
"Tidak apa-apa, Rum. Masalah biaya tidak perlu khawatir. Nanti Keenan yang bayarin koq. Anggap saja ini hadiah untuk anakmu, Rum."
"Tapi Bu.."
"Sudah.. tidak ada tapi-tapian. Ya Kan Ken?"
"Iya.." Keenan masih dengan wajah datarnya.
*******