"Kamu?"
"Arumi." Mereka berdua saling menatap. Ada seribu tanya dalam pikiran mereka masing-masing.
Arumi segera meninggalkan wanita yang dia tahu adalah selingkuhan suaminya waktu pertama mereka menikah. Dia tidak mau berbasa basi dengan wanita itu. Arumi menuju ke ruangannya. Banyak sekali pekerjaan yang harus dia kerjakan hari ini. Sesekali dia memijit keningnya merasa sangat pusing.
Lama dia berkutat dengan file-filenya, Akhirnya sampai juga jam makan siangnya. Seperti rencana awal, dia akan mentraktir bosnya bersama Keisya.
"Siang, Bu Arumi." Sapa Keisya pada Arumi yang masih membereskan meja kerjanya.
"Eh.. Siang Key... Yuk berangkat sekarang."
"Yuk. Kamu yang traktir kan?"
"Iya iya Ayo."
Arumi sebenarnya ingin berhemat karena tabungannya yang semakin menipis. Tapi mau gimana lagi dia tidak mau membuat Bos barunya itu marah.
Tiba di Lobi, Arsya sudah menunggu di sana. Dia tidak sungkan bercengkrama dengan karyawan-karyawanya. Hal itu membuat Arumi yang melihatnya dari kejauhan merasa kagum pada sosok Arsya yang rendah hati dan ramah pada siapa saja. Bahkan pada OB sekalipun. Tidak seperti Rayyan yang dingin. Pikir Arumi.
"Arumi.. Kamu ngajak Keisya?" Tanya Arsya yang merasa sedikit kecewa karena mereka tidak jalan berdua, tapi ada keisya di antara mereka.
"Emang kenapa Kak? ga suka aku ikut? mau berduaan sama Arumi aja?" Sergah Keisya yang nampak cemberut karena merasa kehadirannya mengganggu Arumi dan Arsya.
"Ah enggak koq. Ayo kita pake mobilku saja." Ajak Arsya.
"Iya, Pak." Jawab Arumi dengan tersenyum.
Tibalah mereka di salah satu restoran mahal di Jakarta. Arumi merasa enggan untuk masuk ke sana. Karena dia tahu harga makanan per porsi disana bisa ratusan ribu. Arumi menahan sesak di dadanya. Dulu waktu usaha Ayahnya masih ada mungkin tidak masalah. Tapi sekarang semua sudah diambil pemilik aslinya. Dan kini Arumi benar-benar harus berhemat.
"Ayo masuk. kenapa malah bengong?" Kata Arsya sambil melangkah pelan meninggalkan Arumi dan Keisya.
"Ayo Rum. Tenang aja nanti kakakku yang bayar." Keisya seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Arumi.
"Ah.. oke."
"Kamu mau pesan apa?" Tanya Arsya pada Arumi.
"Yang ini saja, Pak." Arumi menunjuk salah satu gambar yang ada di menu makanan.
"Oke kita pesan dua." Kata Arka.
"Eh, kak aku koq ga ditawarin. Jahat banget sih. mbak, aku mau pesen yang ini ya." Ucap Keisya pada salah satu Pramusaji di sana.
"Gimana Rum, kamu suka dengan pekerjaanmu sekarang?" Arsya menanyakan pada Arumi. Arsya tidak bosan-bosannya menatap wajah Arumi yang putih bersih dan bulu mata lentik yang indah. Mungkin Dia akan mengeluarkan koleksi busana muslimah karena terinspirasi dari Arumi.
"Alhamdulillah suka,Pak."
"Bisa ga sih kalau di luar kantor jangan panggil saya Pak. Berasa tua sekali saya." Arsya marah tapi tersenyum. Sungguh pemandangan yang langka bagi para Bos yang kebanyakan jarang tersenyum.
"Iya, Kak."
Arsya menepuk keningnya. Tanda dia tidak habis pikir dengan ide Arumi memanggilnya Kak.
Di tengah makan siang mereka. Arumi dikejutkan dengan kehadiran lelaki dan perempuan yang tampak bergandengan mesra dan tertawa-tawa satu sama lain.
"Andre?" Arumi tidak habis pikir kenapa Andre malah berjalan berdua dengan wanita selingkuhan suaminya itu. Kasihan sekali Andre karena harus takluk dengan wanita itu.
"Kamu kenal mereka Arumi? Itu yang wanita bekerja di tempatku. Namanya Sherly. Dia salah satu Fashion Designer handal di perusahaanku. Aku sangat mengandalkan kemampuannya dalam membidik pangsa pasar. Dia jago sekali membuat karya yang disukai banyak orang.
"Oh.. " Arumi merasa bosan dengan pujian pada wanita itu. Arumi tahunya bawa Sherly adalah selingkuhan suaminya.
Arumi hanya menunduk, berharap mereka tidak mengenalinya.
******
Satu bulan berlalu setelah itu. Rayyan pagi itu bolak balik ke kamar mandi beberapa kali. Tidak tahu kenapa dia merasa mual sejak bangun tidur. Kepalanya pun terasa berdenyut-denyut. Hari ini adalah tepat satu bulan perjanjiannya antara Arumi dan dia. Kalau selama satu bulan Arumi tidak hamil, maka Rayyan akan melepaskan Arumi. Itu yang membuat Rayyan tidak bisa tidur semalaman.
"Ah mungkin masuk angin ini." Pikir Rayyan
Rayyan mandi dan bergegas pergi ke kantor. Tak peduli rasa mual yang sedang menderanya kini, dia abaikan.
Sampai di kantor, dia memanggil Andre ke ruangannya.
Tok tok tok.
"Masuk!"
Andre membuka pintu dan masuk ke ruangan Rayyan.
"Ada apa Ray?" Tanya Andre sedikit bingung. Karena tadi Rayyan bilang ada hal penting yang harus disampaikan.
"Ndre, tolong kamu urus 40% sahamku, kamu atasnamakan menjadi milik Arumi. Hari ini batas terakhir kesepakatan kita. Kalo dia tidak hamil, berarti kita akan bercerai dan Aku akan tenang kalau memberikan sebagian sahamku pada Arumi.
"Apa? hamil?" Andre nampak berfikir keras. Apa mereka sudah pernah melakukannya? Bukannya Rayyan sangat membenci Arumi dan begitu pula sebaliknya?
"Y sudah cukup itu saja yang mau saya sampaikan sama kamu. Tolong cepat kamu urus ya."
"Iya, Ray." Sejuta pertanyaan ada di pikiran Andre saat ini.
*******
Arumi nampak lesu hari ini. Dari pagi dia sangat mual setiap mencium aroma-aroma menyengat seperti sabun atau parfum yang biasa dia kenakan. Akhirnya Arumi tidak menggunakan parfum sama sekali untuk pergi ke kantor.
" Hoek- hoek.." Baru saja Arumi mau sarapan, kebetulan ada aroma bawang goreng dari sarapannya pagi ini. Dia bergegas ke kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Namun yang ada hanya cairan bening.
"Ah... lemes sekali aku. Kenapa ya Aku ini koq aneh sekali hari ini." Arumi keluar dari kamar mandi dan membersihkan mulutnya dengan tisu.
Akhirnya dia hanya bisa makan roti dengan selai coklat dengan segelas susu hangat yang di sediakan oleh Bu Fatma.
"Mbak Arumi apa sebaiknya tidak usah berangkat ke kantor? mbak Arumi terlihat pucat sekali."
"Tidak apa-apa, Bu. Saya masih kuat koq. Ga enak sama Bos kalau bolos terus."
"Ya sudah mbak Arumi habiskan makanannya dan hati-hati bawa mobilnya ya mbak." Bu Fatma memang sudah seperti orangtua Arumi. Beliau yang selama ini selalu ada buat Arumi setelah ibunya meninggal.
"Iya, Bu. Makasih."
Selepas sarapan , Arumi segera berangkat ke kantor. Akhirnya dia harus menyuruh Pak Budi membawa mobilnya. Dia merasa lemah untuk menyetir mobil pagi ini.
Sepanjang jalan, Arumi ingat hari ini adalah hari terakhir perjanjian dia dengan Rayyan. Apakah dia hamil atau tidak. Hamil? tiba-tiba tubuh Arumi merasa lemas. Jangan-jangan apa yang dia rasakan dari pagi adalah tanda-tanda... Arumi menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berusaha menyangkal kalau dia hamil. Tapi memang benar. Harusnya dia mendapat tamu bulanannya dua minggu yang lalu. Karena kesibukannya di kantor, membuat dia lupa kalau dia sudah telat datang bulan 2minggu.
"Ya Allah bagaimana ini?" Kata Arumi pelan namun masih bisa di dengar Pak Budi..
"Ada masalah mbak Arumi?" Tanya pak Budi.
"Ah tidak Pak." Sanggah Arumi.
Apakah dia perlu mengecek kehamilannya? Dia tidak ingin melakukannya. Entah kenapa Arumi tiba-tiba ingin mencium aroma maskulin tubuh Rayyan. Seperti tidak berada pada akal sehatnya kali ini.
Hufffth.... semakin lama Arumi semakin ingin bertemu Rayyan.
*********