Ketika Aliando dan Prilly telah di apartemen, karena kejadian tidak terduga oleh mereka di luar. Berjumpa dengan sang kekasih gay dari Aliando. Sekarang, Prilly sudah merasa kenyang dalam kondisi perutnya sedikit keras.
Aliando menggendongnya hingga ke kamarnya, tapi, Prilly tidak ingin tidur di kamarnya lagi. Dia ingin tidur di kamar suaminya. Selama ini Prilly tidur sendirian terus.
"Kamar Mas, lebih besar daripada kamar aku?" merenggut serasa iri sama kamar suami nya.
"Sama saja 'kan," ucapnya.
"Sama saja gimana? Lihat itu, ada televisi, ada sofa. Sedangkan kamar aku cuma kasur, mau tonton televisi harus di luar. Uh... dasar pilih kasih. Pria memang begitu ya, pelit sama istri. Gak boleh loh, mas. Nanti anak mas bisa dengkil, jelek, kecil, kurus lagi," omel Prilly.
"Kan, sekarang kamu sudah di kamar ini. Mas tidak pelit kok. Bukti saat awal kamu hamil, ada tidak pelit sama kamu?" Jongkok menghadap pada Prilly wajahnya lagi ambek.
"Itu kan karena aku hamil. Coba kalau aku gak hamil, mas mau beli semuanya?" ucap Prilly seperti ingin menangis.
Aliando diam, sebenarnya benar dia pelit. Pelit tanda kaya. Melihat istrinya yang lagi labil dan sensitif sama kehamilan. Tentu Aliando tidak merasa di rugikan. Toh, dia sudah bahagia lihat gadis manisnya ambek. Kalau di lihat-lihat itu bibirnya mencibir, pengin di cium rasanya itu.
"Mau ngapain?" tanya Prilly ketus
"Mau cium," jawab nya polos
"Cuci dulu hingga bersih. Aku gak mau terserang kuman dari mulut bangsat itu." Mengernyit bingung si Aliando
"Loh kenapa harus cuci, kan bersih bibir aku," ucapnya
"Mas!" sentak Prilly.
"Ya!" sahutnya.
"Cuci gak! Aku gak mau ciuman sama Mas, kalau bekas ciuman sama mantan gay itu masih ada di bibir sexy, mas!" marah Prilly,
Aliando baru mengerti, ia berdiri langsung membuat Prilly mengangkat kepala hingga terbaring sempurna di atas kasur empuk milik suaminya.
"Ma-"
Cium mendarat di bibir manis Prilly, Tidak sampai melakukan hubungan sih. Karena Prilly masih hamil muda. Tunggu sampai lima atau enam bulan baru di tanyakan pada dokternya.
Prilly terhanyut dalam ciuman hangat dari Aliando. Di lingkar dua tangan ke lehernya Aliando tentu menahan tubuhnya agar tidak menindih perutnya yang belum membesar.
Cuma meraba buah dada kembarnya saja.
"E-hhh"
"Maaf, boleh ya," ucapnya lembut, Prilly manggut - manggut.
Aliando kembali mencium nya lembut turun ke lehernya. Prilly sedikit mendesah, membuat junior Aliando sesak dan berteriak meminta di mainkan. Aliando masih bisa tahan kan, ia akan mainkan dengan sendiri saat tidak kuat horny nya. Sekarang sudah mejelejahi buah kembarnya, di balut oleh kutangnya. Prilly menahan sakit di bagian sensitifnya.
"Ma-s... Pelan-pelan. Sa-sa-kit," ucap Prilly menatap Wajah Aliando sudah melepaskan balutannya tinggal. Aliando akan berhati-hati dengan cara lembut agar Prilly tidak merasa kesakitan.
Di kulum putih milik Prilly yang sudah berdiri tegak, Prilly kembali mendesah, hanya dada saja sudah mendesah begini apalagi kalau bagian intinya.
"Aahhh"
Yang satunya lagi di remasnya, kenyal-kenyal, besar dan sedikit bulat pas di pegang. Setelah sudah memainkan sebelah kiri, Aliando berpindah ke bagian kanan. Prilly meremas rambut nya, menarik tangan Aliando menyuruhnya kembali meremas dadanya lagi. Aliando melirik bisa ia lihat wajah merah merona Prilly saat memainkan dua kembarnya saja.
Aliando selesai bermain-main, ia kembali mencium bibir manis yang terlihat cemburu itu. Bibir saja sudah membuat junior nya berteriak. Lakukan hampir setengah jam, Aliando membantu nya memakaikan baju padanya.
Kemudian, Aliando masuk ke kamar mandi. Prilly terlihat bingung sama suaminya. Aliando langsung melepaskan celananya. Juniornya sudah berdiri tegang dan tegap. Sekaligus dia mandi langsung. Dia horny hanya berciuman dengan istrinya sendiri. Kalau saja tidak hamil sudah di lakukannya hubungan ini.
"Aahhh...." desah sendiri di dalam dengan suara air shower agar Prilly tidak mendengarnya.
Di kocok sendiri hingga mengeluarkan sperma cukup banyak. Sekarang dia lemas melakukan onani sendiri. Prilly membersihkan kamar suaminya. Sekarang Prilly harus memasak dulu untuk sang suaminya.
Pintu apartemen berbunyi. Prilly membukanya dan di sana ada Jo. Ya Jo pernah datang ke rumahnya sebentar. Jo sahabat baiknya yang jauh - jauh datang dari New York.
"Jo, aku senang lo datang. Ke mana saja." Di peluknya langsung Jo. Jo senyum mengusap rambut bisa tercium aroma sampo di rambutnya.
"Ayo, masuk. gue baru saja mau masak. Eh, tepat waktu elo datang. Bawa apa itu? jangan bilang elo beli perlengkapan bayi lagi," kepo Prilly
"Lo tahu saja," ucapnya.
Aliando baru saja selesai mandi dan dia keluar dengan celana tidur nya. Rambutnya masih basah di keringkan menggunakan handuk kecil di atas kepalanya. Tatapan membunuh saat menangkap sosok pria tinggi setara dengan tinggi Aliando, wajah ganteng, kulit kuning sawo matang. Tersenyum pada Prilly. Aliando menatap nya tidak suka melihat ada yang dekat - dekati istrinya selain dirinya.
"Wahh ... Lo pintar banget nyari baju bayi ini. Jangan bilang lo juga pengen punya anak?" Goda Prilly menyenggol bahu Jo.
"Mana ada. Gue beli sesuai permintaan dari Nita,"elaknya.
Padahal Jo juga ada hati sama Prilly saat pernikahannya. Pernikahan Prilly dilangsungkan dengan wakil dari keluarga Jo dan Nita. Jo sebenarnya tidak setuju dengan pernikahan dia dan Om-Om. Karena ia juga sudah janji tidak boleh jatuh cinta sama sahabat sendiri.
"Masa?? Nita memang deh. Omong-omong, kenapa lo gak mau coba cari pasangan. Biar nanti anakku ada teman," ucap Prilly sambil mengelus-ngelus perutnya yang belum terlihat itu.
Jo bisa tersenyum lihat tingkah laku si adik kecil ini. Di usap-usapnya kepala nya. Suara langkah kaki dari kamar suaminya. Prilly dan Jo mengalihkan pandangan arah depan. Muka Aliando sudah ingin menerkam mangsa. terbawa suasana cemburu. Jo sudah melihat wajah itu hal biasa. Tatapan mata mereka berdua seperti saling mengadu domba dan Kerbau. siapa yang akan menang dalam kedipan.
Prilly yang di tengah merasa terheran - heran dengan sikap suaminya dan Jo. Di antara dua laki-laki saling suka menyukai, tapi kenyataan perempuan sudah di jaga oleh orang yang tulus, tapi malah sebaliknya.
"Mas, lihat deh, Jo belikan baju bayi lucu ya." Prilly lebih baik memecahkan keheningan di dalam ruangan tertutup ini.
"Biasa saja. Nanti mas belikan lebih lucu lagi, ada telinganya," ucapnya duduk di sebelahnya.
"Ihh.. Memang anakku hewan sampai ada telinga segala," cemberut Prilly
"Bukan, tapi kostum. Kan banyak sekarang anak bayi pakai kostum baju ada telinga." ucapnya.
"Sama saja, anakku di jadikan mainan," balas Prilly.
"Iya, iya. Maaf." sahutnya lembut. Jo dari tadi sudah tahan tawanya agar tidak tertawa. Reaksi Aliando mengetahui kalau dirinya akan di ketawain sama istri sahabatnya.
"Mas, kapan beli perlengkapan Bayi?" tanya Prilly melipat baju bayi pemberian dari Jo.
"Masih lama juga. Perut nya saja belum besar, belum di ketahui perempuan atau laki-laki. Nanti kalau beli perlengkapan bayi perempuan eh ternyata laki-laki. Kan terlihat lucu, jadi waria," jawab Aliando asal. Prilly sudah melototinya.
"Mas sebenarnya ada niat gak sih jadi suami yang baik, jadi ayah dan anak yang baik. Kok jeleki anak aku sih!" omel Prilly benar dia lagi sensitif tidak suka di jeleki anaknya sama suami sendiri.
"Aku baik kok, sayang sama anakku juga. Aku tidak suka saja lihat kamu terlalu memuji sahabatmu. Dikit-dikit lucu, dikit-dikit baik. Memang aku kurang apa dimata kamu?" balasnya, saat Jo sudah pulang dari apartement nya.
"Siapa juga muji dia, dia kan sahabat baik aku. Tidak salah dong dia peduli sama aku. Kok, mas jadi sensi sama dia. Jangan bilang mas..." Prilly menggantungkan ucapnya. Aliando menatap dengan alis mengerut.
Prilly tersenyum menatap Aliando, dia tahu kalau suaminya lagi cemburu sama Jo.
"Apa senyum-senyum?" tanya nya penasaran.
"Jangan bilang mas cemburu ya sama Jo?" tebak Prilly menyenggol - nyenggol bahu Aliando. Aliando diam tidak menjawab masih mencerna kata dari istrinya.
"Iya 'kan, mas. Mas cemburu kan sama Jo. Terlihat itu. Gak usah diam begitu. Wajar kok, mas. Kalau suami cemburu lihat istri sama orang lain. Itu tandanya sayang dan cinta sama istrinya. Benar gak?" lanjut Prilly menyenggol-nyenggol bahunya.