Nita dan Jo, segera ke apartemen Prilly dan Aliando. Mereka harus memberitahukan kepada mereka.
"Apa ini akan lebih baik, kita beri tahukan pada mereka?" tanya Nita ragu atas tindakan Jo.
"Ini lebih baik, daripada kita menunggu sampai Bang Irwan mengetahui kita yang menyembunyikan Prilly darinya." jawab Jo dalam perjalanan menuju ke apartemen tersebut.
Di sisi lain, sebuah mobil taksi sedang membuntuti mereka, siapa lagi kalau bukan Irwan. Irwan tidaklah bodoh mudah di bohongi oleh dua bocah ingusan sudah tahu watak mereka itu.
Jo memasuki area apartemen itu, memarkirnya, lalu mereka berdua turun bersamaan. Di dalam apartemen, Prilly sedang asyik bermain permainan Hay day di ponsel milik suaminya.
Sedangkan Aliando sedang memasak untuk sang istri tercinta dalam kondisi hamil yang sensitif itu. Di ambang kebahagiaan, di tempat lain Irwan memarkirkan mobil taksi dari persembunyian tidak jauh dari apartemen itu.
Jo dan Nita masuk ke dalam lift, tapi seseorang malah menghentikan tutupan lift itu. Tidak kalah kejut nya Nita dan Jo di dalam. Apa yang mereka lihat itu adalah Irwan mengikuti mereka. Irwan senyum sumirgah dengan wajah tanda tanya.
Nita begitu takut jika Irwan akan membuat keributan di apartemen ini.
"Bang Irwan?" sebut Nita pelan
Irwan masuk ke dalam lift bersama dengan mereka berdua. Irwan tidak berkata apa-apa dia memilih untuk diam. Lift bergerak menuju arah tujuan tingkat angka penginapan. Tak lama lift berdenting tanda pintu terbuka lebar. Nita dan Jo keluar lebih dulu, setelah itu Irwan mengikuti mereka dari belakang.
Jari Nita gemetar saking takutnya, Jo menekan bel pintu itu. Di dalam Prilly sedang asyik nya bermain langsung menghentikan aktivitasnya. Karena Aliando masih sibuk memaksa. Prilly membuka pintunya melihat sosok membahagiakan adalah para sahabatnya.
"Hei! Jo, Nita. Tumben kalian datang kesi-ni. Bang Irwan?" Tubuh Prilly terguncang hebat saat menyambut hangat pada dua sahabatnya, di mana muncul sosok yang tidak ingin Prilly jumpa adalah abangnya sendiri.
Irwan senyum tipis menyirangai telah menemukan sang adik yang begitu nakal itu. Tiba suara Aliando membuat Irwan kembali ekspresi dingin.
"Siapa yang datang, sayang!" seru Aliando ikut menyusul ke depan utama. Melihat Jo dan Nita berkunjung, ada satu lagi seorang Pria tidak Aliando kenal.
Irwan yang menatap wajah Aliando kasatmata. Menatap penuh dengan curiga, Aliando lebih parah menyueki Irwan.
"Ayo, masuk. Sayang, kenapa tidak persilakan mereka masuk," ucap Aliando pada Prilly. Jo dan Nita engan untuk masuk suasana mereka sedang tidak baik.
"Mas, kenalin ini abang Prilly. Namanya Bang Irwan. Bang, ini Aliando suami Prilly." Prilly malah memperkenalkan Aliando pada Irwan
Irwan tentu sedikit terkejut, lalu kemudian dia tertawa begitu keras. Jo, Nita, Aliando, mengkerut kening menatap aneh pada Irwan.
"Suamimu? Aku tidak salah dengar dia suamimu?" ulang Irwan menunjuki arah Aliando.
"Iya, bang. Dia suamiku, memang kenapa bang? Abang tidak suka, kalau aku sudah menikah??" balas Prilly tidak suka jika Irwan menjelekkan Aliando.
"Menikah?? kamu bilang menikah? Menikah atau menjual keperawananmu?!" Ejek Irwan sekarang nadanya sedikit menghina
"Terserah abang ingin menghina aku. Kalau pun aku menjual keperawananku pada suami sendiri, apa itu salah?? Aku mencintainya seperti dia juga mencintaiku. Daripada abang tega menjualku pada juragan kakek-kakek?!" balas Prilly tidak terima di hina, apalagi seorang abang sendiri di depannya. Irwan terdiam tapi dia masih menahan harga dirinya. Walau pun dia jahat pada adiknya sendiri. Pendiriannya tetap kokoh.
Aliando menenangkan Prilly yang dalam keadaan emosi, tidak baik dengan kondisi kandungannya.
"Nita bawa Prilly masuk ke kamar, biarkan aku menyelesaikannya," mohon Aliando pada Nita. Nita menurutinya.
Sekarang Jo, Aliando dan Irwan di luar apartemen mereka duduk di salah satu warung ya mungkin terlihat sepi.
"Kamu benar suami sahnya adikku? Padahal aku sudah berjanji akan menikahkan dia dengan juragan kiayi." Irwan tidak terima mengepal tangannya di atas meja.
"Aku memang suaminya, aku minta maaf tidak memberi izin langsung pada kalian. Tapi, aku mohon untuk tidak memisahkan anak dan dia," ucap Aliando menatap untuk memohon dan merasa dia bersalah pada abangnya.
"Bang, kita sesama pria harus mengerti keadaan wanita. Masa tidak mungkin setega ini memisahkan Bang Lando sama Prilly kan," sambung Jo mewakili pembicaraan.
"Tapi, bagaimana dengan juragan kiayi. Dia sudah menunggunya. Bisa-bisa tanah rumah ayah dan ibu di gusur. Kami harus tinggal di mana?" ujar Irwan menatap nanar.
"Abang tidak sayang sama Prilly? Masa abang tega jual adik sendiri demi tanah rumah. Prilly juga butuh kasih sayang bang. Bukan harta, uang, yang bisa di sayangkan. Kalau abang benar sayang sama Prilly. Biarkan Prilly bahagia dengan Bang Lando. Kasihan anaknya jika tanpa ayah," ucap Jo
"Masalah rumah, abang tidak perlu khawatir, abang bisa tinggal di rumahku bersama ayah dan ibu di sana. Prilly bisa terjaga oleh kalian jika aku sedang bertugas," lanjut Aliando bersuara. Menatap Irwan keyakinan.
Irwan membalasnya, Prilly benar mendapatkan suami yang baik. Walau pertemuan mereka baru siang ini. Irwan menetes air mata merasa lemah.
"Terima kasih. Kamu begitu baik. Padahal aku sudah menghina dirimu." isak tangis Irwan. Aliando dan Jo saling bertatapan. Mereka tersenyum juga.
Di apartemen, Prilly masih tidak bisa kendalikan emosinya. Kemunculan Bang Irwan membuatnya sulit mengontrol amarahnya.
"Sudah jangan emosi lagi. Gak kasihan sama janinnya. Masa calon ibunya galak." hibur Nita menenangkan Prilly.
"Bagaimana nanti kalau Abang benar-benar ingin pisahkan aku dari Mas Lando," katanya pelan menatap nanar wajah Nita.
"Tidak akan, ada Jo bisa atasi," ucap Nita senyum mengusap-usap pundaknya.
Pintu terbuka di luar, Prilly dan Nita segera keluar. Di sana Irwan, Jo, Aliando berdiri menatap mereka berdua.
"Kenapa mas bawa dia masuk?!" Prilly mulai bersuara. Dia benar takut akan terpisah dengan suaminya.
"Tidak apa-apa. Dia tidak akan sakiti kamu. Tenang ya," ucap Aliando menenangkan dirinya.
"Tapi, mas. Dia..." Belum selesai bicara sudah Aliando Potong.
"Ssst... tidak ada tapi-tapian, semua sudah beres. Oke"
"Beres apanya! Nanti dia berulah lagi gimana?" Prilly mulai menangis.
"Dek... Maafkan abang ya." Irwan bersuara meminta maaf atas kesalahannya.
"Adik gak mau maafi abang. Abang jahat!" histeris Prilly langsung masuk ke kamarnya. Di tutup pintunya lalu di kunci. Aliando langsung mengetuk pintu nya untuk di bukakan.
"Sayang, buka pintunya. Dia gak akan macam-macam lagi!"
"Lando, aku minta maaf!" seru Irwan.
"Ya sudah tidak apa-apa," ucap Aliando senyum.
"Sayang! buka dong. Semua pada tunggui kamu makan. Sayang!" bujuk Aliando lagi
"Makan saja sendiri!!! Aku gak mau makan, kalau ada Bang Irwan di sana!!!" teriak Prilly dari dalam.
Aliando mendengarnya pun bisa senyum. Istri manja kalau sudah ada maunya sulit di bujuk. Aliando kembali menatap Irwan. Irwan bisa nya malu sendiri.
"Kalau begitu, aku permisi pamit dulu ya."
****
"Kalau begitu, aku permisi pamit dulu ya." Pamit Irwan keluar dari apartement nya.
"Sayang, buka pintunya. Bang Irwan sudah pergi. Kasihan dedek bayinya belum makan. Nanti kurus kering kerempeng loh," ucap Aliando teriak di luar, pada akhir nya Prilly buka pintu juga.
"Aduh... duh... duh... istri manja ku lagi ambek. Jadi jelek ini," goda Aliando.
"Ayo, makan. Sudah lapar kan," lanjut Aliando.
"Aku gak la-"
Suara perut terdengar oleh Aliando, Prilly lirik malu. Terlalu gengsi ujung lapar.
"Tuh kan. Cacingnya demon." godanya lagi.
Sedangkan Nita dan Jo duduk di ruang makan. Rencana ingin makan berdua jadi tertunda deh. (Kasihan. hahahah. Plak!) Prilly duduk kemudian Aliando mengambil nasi untuknya.
"Ini kamu yang masak semua, do?" tanya Nita pada Aliando.
"Iya, tapi permintaan dari nyonya muda," jawab Aliando masih juga mengoda Prilly.
"Kamu pintar masak juga ya. Enak loh," puji Nita senyum. Kalau Jo sih diam saja tidak mau banyak omong.
"Betewe, kalian kok jadi akrab ya?" Prilly bersuara, pertanyaan pada dua sahabatnya.
"Gue sama Jo sudah jadian." jawab Nita mewakili dari Jo. Prilly mendelik matanya besar-besar.
"Yang benar, kapan itu? Jo itu benar?" tanya Prilly, Jo mangut dua kali.
"Mas, mas! Anak kita bakalan punya teman, mas!" di guncang kan nya lah tubuh Aliando yang sedang mengunyah.
"Jadi kalian kapan rencana pernikahan. Jangan sampai gue lahiran loh. Kalau gak kawin saja dulu baru nikah," ceplos Prilly. Membuat ketiga orang tersedak masing-masing.
"Loh, memang kenapa? ada yang salah sama kata-kataku ya?" tanya Prilly pura -pura bodoh atau bagaimana sih.
"Pril, kami masih lama rencana pernikahan. Gue sama Jo baru juga semalam jadian masa langsung nikah," kata Nita menjelaskan.
"Ya kan gak apa-apa. Buktinya gue sama dia kawin dulu baru nikah. Setelah nikah terus nonjol deh perutnya," ucap Prilly polosnya.
Mereka memukul jidat mereka masing-masing. Aliando yang daritadi bisanya diam saja tidak mau banyak bicara. Terlalu ribet urusannya soal cewek labil.
Setelah selesai makan, Nita dan Jo pamit pulang dulu. Prilly kembali tutup pintu. Terus membantu suaminya mencuci piring.
"Mas, besok kita ke rumah sakit ya. Cek kandungan. Kira-kira anaknya cewek atau cowok," ucapnya. Aliando masih diam tidak menjawab.
"Mas, mas! kok diam sih??" jengkel sudah Prilly di diami sama suaminya.
Setelah itu, Prilly masuk ke kamar suaminya termasuk kamarnya juga. Melihat Aliando daritadi diam saja, sebenarnya kenapa dia.
"Mas, Mas Lando, Mas kenapa?" tanya Prilly mendekati Aliando. Ternyata Aliando tertelan duri ikan.
"Mas, kemakan duri ya?" tebak Prilly. Dia kepala naik turun.
"Terus kenapa mas, gak bilang. Sini ikut aku." Prilly menarik lengan Aliando ke tempat duduknya.
Prilly membuka nasi sisa, kemudian di buatkan menjadi bulat padat. Setelah itu berikan padanya.
"di telankan langsung nanti pasti hilang sambil berdoa," ucap Prilly. Aliando menurut kemudian tenggorokannya sudah tidak ada rasa tertusuk-tusuk.
"Gimana sudah agak mending?" tanya Prilly cemas.
"Sudah," jawabnya.