Egi bergegas menuju kamar 302 setelah Dian memberitahunya. Egi tahu jika Dian sangat membencinya, namun wanita itu punya andil besar dalam hubungannya dengan Bara. Dian kaki tangan Bara dan Bara sangat mempercayai Dian dari siapa pun. Apa yang Dian lakukan atas perintah Bara dan wanita itu sangat patuh.
Apa yang Bara inginkan dan benci wanita itu mengerti tanpa perlu Bara mengucapkannya. Fisik Dian sangat seksi seperti sekretaris pada umumnya, namun wanita itu ular betina yang sangat mematikan. Egi sudah merasakan keperkasaan Dian melumpuhkannya dan membuatnya tak berdaya.
Andai Bara lelaki normal pasti akan tertarik dengan Dian karena wanita itu sangat menggoda dan membuat lelaki bertekuk lutut. Berhubung Bara gay hubungan mereka sebatas hubungan kerja dan mereka dekat semenjak lima belas tahun yang lalu
Egi sangat menderita diacuhkan dan diabaikan Bara. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan mendengarkan semua ucapan Bara. Jika Bara tidak memberinya kesempatan, maka Bara akan menendangnya dan menggantikan tempatnya dengan lelaki lain.
Egi tak mau semua itu terjadi karena ia sangat mencintai dan menyayangi Bara. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama Bara hingga maut memisahkan mereka. Jika Egi bisa merayu Bara kali ini, ia akan mengajak Bara menikah di Belanda.
Egi deg-degan menuju kamar 302. Ia berharap semuanya baik-baik saja dan hubungan mereka bisa diselamatkan. Ia tahu jika Bara tak pernah main-main dengan ucapannya. Bara lelaki otoriter dan tidak suka dibantah. Ucapannya titah yang harus dilaksanakan. Jika ada yang bermain api Bara tak segan-segan untuk menghabisinya. Walau Bara berdomisili di Padang namun bisnis lelaki itu menyebar di seluruh Indonesia. Tinggal di kota Padang supaya dekat dengan sang mama. Bara tonggak babeleng ( anak tunggal ) dalam keluarga sehingga semua kasih sayang dan cinta tercurah padanya. Bara sangat menyayangi mamanya. Berusaha menjadi anak yang baik dan tak ingin mengecewakan kedua orang tua. Semua saingan bisnis tahu betapa kejam dan tak berperasaannya Bara.
Egi melangkah ke dalam kamar 302. Ia sudah menyiapkan diri untuk memohon pengampunan Bara. Ia sangat mencintai dan menyayangi Bara.
Ketika Egi membuka pintu kamar ia melihat sosok Bara membelakanginya. Lelaki itu sedang meminum wine seraya memandang laut dari jendela kamar.
Egi mendekati Bara dan memeluknya. Bara menepis pelukan Egi dan melepaskannya dengan kasar. Egi merasa kecewa karena Bara menolak pelukannya. Biasanya Bara sangat suka dipeluk dari belakang, namun kali ini Bara benar-benar marah karena Egi berusaha membunuh istrinya ketika dia berbulan madu.
Egi berlutut di depan Bara dengan wajah pucat dan keringat dingin. Aura kejam Bara terpancar dari wajahnya. Egi merasa Bara akan memakannya bulat-bulan.
"Sayang maafkan aku," ucap Egi terisak tangis. Walau ia seorang lelaki ia sangat cengeng apalagi menyangkut Bara. Semoga tangisannya bisa meluluhkan hati Bara.
"Aku sudah memaafkan kamu Gi cuma aku kecewa padamu. Aku tidak suka jika dibantah. Seorang Aldebaran sangat benci dibantah. Kamu mengenal aku, tapi kamu keras kepala. Bukankah Dian sudah mengantarmu ke bandara? Kenapa kamu kembali lagi?"
"Jadi kamu yang menyuruh Dian mengantarku ke bandara?"
"Aku menugaskan Dian untuk mengamankan kamu. Aku tahu kamu nekat. Aku izin Dian melakukan apa pun asal kamu tidak nekat."
"Termasuk menghajarku? Kamu mengijinkan sekretaris laknat itu memukulku? Ternyata tak hanya cantik dia juga ular betina yang mematikan. Badanku remuk dihajar wanita sialan itu." Egi mengadukan perlakuan Dian.
"Untung Dian tidak membunuhmu," ucap Bara datar seraya memandang Egi tak acuh.
Tenggorakan Egi tercekat mendengar pengakuan Bara. Jika Dian bisa membunuh berarti lelaki gay yang pernah menggodanya mati dibunuh Dian? Dada Egi sesak mengetahui fakta tentang Dian. Lelaki itu mengelus dada karena masih diberi umur panjang.
"Pantas kamu mempertahankan dia. Ternyata dia senjata mematikan yang kamu miliki?"
"Kalau iya kenapa? Apa kamu cemburu?"
Egi tertawa terbahak-bahak,"Buat apa aku cemburu sayang? Kamu sudah membuktikan padaku jika tidak tertarik pada wanita itu. Kamu hanya mencintaiku."
Bara tersenyum datar. Ia mendekati Egi dan memegang dagu lelaki itu,"Jika kamu tidak cemburu pada Dian kenapa kamu cemburu pada Dila?"
Egi merasa skakmat dan terpojok dengan pernyataan Bara. Cemburu menguras hati dan membuat pikirannya pendek.
"Aku cemburu karena Dila istrimu. Aku cemburu padanya. Dia diakui keluargamu dan diakui negara. Sementara aku bagaimana Bara? Bagaimana jika wanita itu menguasaimu? Aku bisa apa?"
"Kau salah besar Gi. Berarti kau tidak mengenalku," kata Bara dengan nada kecewa. Percuma mereka menjalani hubungan selama ini jika Egi tak mengerti dengan wataknya.
"Ampuni aku sayang," kata Egi terisak tangis memeluk kaki Bara.
"Hal yang perlu kau ingat Gi. Bara tidak akan bisa dikuasai siapa pun termasuk Dila. Aku menikahi dia untuk membahagiakan papa dan mama saja. Aku tidak mau membuat mama kecewa. Kau masih tidak memahamiku. Menikah dengan Dila hanya untuk formalitas. Orang-orang tak akan pernah bertanya lagi tentang statusku."
"Iya-iya aku tahu. Berikan aku maafmu Bara. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku mencintaimu. Kau yang pertama dalam hidupku. Aku bisa gila jika kau campakkan. Aku akan lakukan apa pun untukmu dan akan mendengarkan semua ucapanmu. Ini terakhir kalinya aku membantah perintahmu."
"Benarkah?" Selidik Bara seperti meremehkan.
"Jika aku memintamu untuk kembali ke kodrat apa kamu mau? Kau menyukai wanita bukan laki-laki?" Bara menantang Egi.
Egi merasa terjebak dan mulutnya terkunci. Ia salah mengucap. Sekarang posisinya semakin terpojok. Bara menagih janji.
Egi berusaha menyembunyikan kekagetannya dan tertawa terbahak-bahak.
"Sayang bercanda jangan keterlaluan. Kalo aku straight. Kamu jomblo dong," kelakar Egi mengalihkan pembicaraan.
Bara menatap sinis,"Kamu benar Egi. Jika kamu straight aku akan memiliki kekasih baru yang lebih muda dan tampan."
"Sayang sudah dong becandanya. Apa kamu tidak rindu padaku?" Egi berbisik sensual di telinga Bara. Ia memancing gairah Bara supaya malam ini mereka bisa bercinta.
"Kau tahu cara meluluhkan aku Gi. Sebelum kita mulai bagaimana jika kita bersulang dulu?" Bara menuangkan segelas wine.
Tanpa menaruh rasa curiga Egi mengambil wine yang diberikan Bara. Mereka bersulang.
"Sayang. Apa kamu memaafkan aku?" Tanya Egi sebelum meminum wine.
Bara tersenyum manis menatap Egi,"Tentu saja sayang. Aku memaafkan kamu. Aki tahu jika kamu orang uang yang menepati janji. Karena telah memaafkannya makanya aku ajak bersulang," kata Bara bak embun penyejuk bagi Egi.
Egi merasa tersanjung dan satu kali tegukan wine dalam gelas ia habiskan. Kepala Egi merasa pusing setelah meminum wine.
"Sayang. Apa kau menaruh racun dalam wine tadi?" Egi pucat dan menyadari telah dijebak. Egi baru menyadari seorang Bara tak mudah memberi maaf pada orang lain.
"Aku tak sekejam itu meracunimu. Aku tidak akan mengotori tanganku. Aku hanya memasukkan obat penenang yang membuatmu tak berdaya. Kau akan sadar tapi tak bisa berbuat apa-apa. Permainan dimulai," ucap Bara dingin.
Bara bersiul dengan nyaring. Pintu kamar mandi terbuka. Lima orang wanita berpakaian minim dan nyaris telanjang datang menghampiri Egi.
"Girls kalian bebas melakukan apa pun padanya. Bukankah selama ini kalian kesepian? Puaskan hasrat kalian bercinta dengan dia. Bukankah selama ini rahim kalian selalu hangat jika menatap Egi? Sekarang mimpi kalian terwujud. Bercintalah sepuasnya. Aku sudah menyewa kamar ini untuk kalian. Pastikan kalian bergiliran. Jangan buat dia lelah," ucap Bara enteng tanpa memikirkan perasaan Egi.
"Bara apa maksud kamu?" Tanya Egi dengan suara lemah. Tubuhnya lemah dan tak berdaya setelah meminum wine.
"Lima orang wanita ini sangat menyukaimu. Mereka anggota club yang tergila-gila padamu. Mereka mundur mendekatimu karena tahu jika kamu kekasihku. Sekarang aku memberi mereka kesempatan untuk menikmati tubuhmu."
"Bara kamu keterlaluan," pekik Egi pelan. Teriakan Egi memancing kelima wanita itu menyeret Egi ke ranjang dan menggerayanginya. Mereka meraba raba tubub Egi bak harimau kelaparan.
"Lepaskan aku," bentak Egi tak suka tubuhnya disentuh wanita.
"Kau sudah tahu Gi jika aku keterlaluan. Ini hukuman karena tidak mendengarkan perintahku," kata Bara meludah di depan Egi. Ia melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal.