Dimas melepaskan jas dan dasinnya, mendaratkan bokongnya pada ranjang king size-nya.
Membuka laci, mengambil foto kebersamaannya dengan Monika.
"Maafkan aku karena pernah menyakiti dan mencampakkanmu, sayang." kata Dimas disertai raut menyesal.
Dua tahun lebih kebersamaan dengan Celine tak mampu menggantikan memori lima tahun kebersamaan dengan Monika.
Pria itu bertekad akan mendapat kembali mantan pacarnya tersebut, membuat Monika bercerai dari Alfando lalu menikahinya.
Jempol pria itu mengusap pipi Monika dalam foto, tersenyum.
" Kau tak pantas dijadikan tameng untuk menutupi keabnormalan si bajingan itu, sayang."
Ponsel Dimas berdering dan si penelepon tak lain pacarnya, Celine.
Pria itu mengangkat panggilan masuk tersebut.
*Bisa kita bertemu? Aku ingin mengatakan sesuatu. (suara Celine terdengar gugup)
*Baiklah, ada yang ingin aku sampaikan juga.
-
-
-
Alfando menceritakan seputar keluarganya, mendengar kisah pria itu Menyadarkan Monika bahwa kehidupan sempurna seseorang yang terlihat dari luar tak menjamin orang itu bahagia lahir batin.
"Jadi kedua orangtuamu sempat berpacaran lama sebelum memutuskan menikah tapi kehidupan rumah tangga mereka tak berjalan mulus bahkan sering cekcok karena Daddy-mu kurang memperhatikan keluarga dan lebih fokus pada pekerjaannya ."
Pria itu terdiam tanda mengiyakan ucapan perempuan itu.
Monika mengerti mengapa pria itu menjadi sosok dingin karena memang kurang perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya terutama dari sang ayah.
"Mom merupakan dokter spesialis anak-anak, sangat sibuk tapi selalu menyempatkan waktu untuk keluarga berbeda dengan Dad yang seorang CEO yang tak pernah ada waktu untuk keluarga atau mungkin memang tak mau meluangkan waktu untuk kami."
"Setidaknya kau mempunyai keluarga tidak seperti aku." tutur Monika pelan tapi masih bisa terdengar oleh Alfando, cemberut.
Alfando melotot, "Kau bahkan tidak tahu rasanya memiliki keluarga tapi terasa sepi dan hampa. Menurutku itu tak kalah menyakitkan dari situasi tidak memiliki keluarga."
Monika terlihat cuek akan pernyataan pria itu.
"Aku rasa tetap saja posisiku lebih menyedihkan dibandingkanmu." Kali ini Monika tak mau mengalah.
Bahkan raut wajah cantiknya menggambar mimik protes.
Karena pada kenyataan kehidupan pria itu memang jauh lebih beruntung dibandingkan dirinya.
Monika merasa pria itu seharusnya bersyukur karena Tuhan menempatkannya dalam sebuah keluarga lengkap meski tak sempurna, tidak seperti dirinya.
Tanpa sadar Monika mendumel dan Alfando melihatnya menjadi BT,mencubit gemas sebelah pipi perempuan cantik itu hingga Monika merintih kesakitan dan pria itu malah terlihat senang.
Melepas cubitnnya, Monika mengusap pipi lalu melempar pandangan kesal serta mimik BT.
Seperti biasa ia hanya mampu menahan gondok tanpa bisa melawan atau membela diri.
Bahkan setelah menjadi istri pria itu tetap saja tak punya daya untuk bertindak membalas perbuatan seenaknya pria itu.
"Apakah kita sedang bertanding siapa yang lebih menderita? Kalau begitu tentu saja kau pasti akan menjadi pemenangnya." tanpa beban meledek Monika, tersenyum simpul.
Monika malas menjawab, dia merasa Bt juga kesal.
Perempuan itu terus mengusap pipinya yang terasa masih sakit, tentu saja masih dengan mimik cemberut.
"Kau marah?" tanpa berdosa pria itu malah bertanya.
Alfando beranjak dari sofa, berjalan menuju kulkas mengambil es batu lalu memasukan ke dalam kain kompres.
Duduk kembali, menyingkirkan tangan Monika dari pipinya lalu mengopres pipi perempuan itu.
Lagi.. Lagi... Pria itu melakukan tindakan tak terduga.
"Ini akan membuatmu lebih baik, maaf karena membuatmu kesal." Wajah Alfando terlihat menyesal.
Bahkan pria itu penuh kehati-hatian mengopres pipi perempuan itu.
"Maaf,kau bilang maaf." Monika memandang pria itu dengan tatapan tak percaya.
Seumur2 mengenal pria itu, tak pernah sekalipun mengucapkan kata "Terimakasih." dan "Maaf." padanya tapi hari ini.
"Tidak ada pengulangan kata." ujar Alfando, menyuruh Monika agar mengopres dirinya sendiri.
Dan seperti biasa Monika melakukan permintaan pria itu tanpa protes.
Beberapa saat keheningan terjadi diantara mereka, hingga Monika mencairkan suasana.
"Apa aku boleh melihat album foto orangtuamu?aku penasaran, karna aku hanya pernah melihat satu foto saja."
Sekarang Monika terlihat kembali bersikap biasa, tak ada kekesalan pada wajahnya.
Tanpa banyak bicara Alfando mengambil sebuah album foto, menyerahkan pada Monika.
Monika membuka halaman Album dan langsung terkesan
Sangat cantik, menarik dan cerdas.
Kesan pertama Monika pada sosok ibu mertuanya saat melihat foto ibu Alfando saat dari muda sampai tua.
Begitu pula ayah mertuanya, sangat ganteng dan memiliki pesona luar biasa bagi siapapun yang melihatnya.
Bahkan postur tubuh keduanya sama-sama menarik sejak mudah hingga tua.
Keduanya pintar merawat juga menjaga tubuh.
Pria itu membiarkan Monika melihat satu per satu foto dalam album, beberapa kali terlihat perempuan itu terlihat kagum.
"Mom bernama Andita dan Dad bernama Levan, Al di depan namaku juga saudara kembarku gabungan dari kedua nama mereka."
Tidak ada respon dari Monika dia masih asik melihat foto-foto mertua-nya, seperti keasikan tersendiri tentu saja tetap mendengarkan informasi dari Alfando.
"Kakek-nenekku adalah orangtua dari pihak Daddy, dan Daddy merupakan anak tunggal karena nenek memiliki kista sehingga sulit memiliki anak lagi." Alfando menunjukan beberapa foto kakek-nenek saat bersama anak mereka yang tak lain ayah Alfando.
Kakek-nenek waktu mudah terlihat mengagumkan tak heran mereka bisa mempunyai seorang anak tampan seperti ayah Alfando.
Monika masih mendengar dengan seksama setiap kata dari mulut Alfando, tentu saja pandangannya masih tertuju pada kumpulan foto dalan album yang ada digenggaman tangannya.
"Kedua orangtua Mom sudah meninggal sejak Mom SMA karena kecelakaan mobil, Mom memiliki seorang kakak perempuan dan adik laki-laki yang tinggal dan bekerja diluar negeri sebenarnya sejak bercerai dengan Dad, om dan tanteku meminta Mom untuk tinggal dengan salah satu dari mereka tapi Mom menolak memutuskan tetap tinggal di indonesia."
"Hubunganku dengan Mom sangat baik, jika ada waktu aku akan menjenguk dan menginap beberapa hari di rumahnya begitu pula Alfian. Kakek-nenek bahkan masih peduli dan sayang pada Mom, memastikan keadaan Mom baik-baik saja dengan setiap hari menelepon Mom. Bagi kakek-nenek Mom sudah seperti anak sendiri."
"Bagaimana hubunganmu dengan ayahmu?"
"Sejak perceraian orangtua kami aku masih berkomunikasi dengan Dad meskipun sangat jarang karena kami sama-sama sangat sibuk sedangkan Alfian tidak mau lagi berhubungan ataupun. bertemu dengan Daddy, Dia bahkan sudah menganggap Daddy meninggal sama seperti Kakek."
Monika semakin merasa ibah pada kekek-nenek karena hati mereka pasti sangat hancur lebur saat menerima fakta anak tunggal mereka seorang gay.
"Jadi kekek mengetahui bahwa ayahmu seorang gay." Ucap Monika menekan setiap kata.
Alfando dengan enteng menganggukkan kepala lalu menyerigai, mendekatkan bibirnya pada telinga Monika.
"Kuberitahu kau, orang pertama yang mengetahui Dad seorang gay dengan memergokinya bercinta dengan pria tak lain adalah kakek."
Dan Monika pun melongo mendapatkan fakta tak terduga untuk kesekian kali.
Berkata dalam hati
"Oh my God."
Tbc