Chereads / Marrying My CEO / Chapter 28 - The Confessions (2)

Chapter 28 - The Confessions (2)

Monika syok.

Dia bahkan membeku untuk beberapa saat.

Tidak terbesit sedikitpun dalam benak Monika bahwa kekek-nenek mengetahui fakta ini apalagi sampai kakek menangkap basah seperti apa yang diceritakan oleh Alfando.

Tanpa sadar membulatkan matanya.

Masih syok dengan apa yang telah didengarnya dari mulut pria dihadapnya ini.

Tapi ekspresi pria itu menyatakan kejujuran.

"Jadi kekek orang yang pertama memergoki dan mengetahui ayahmu seorang gay." Monika menelan ludah.

"Yap, Kakek menyeret anaknya itu pulang kemudian menghajar Dad habis-habisan disertai caci maki keras hingga kami semua akhirnya mengetahui hal sebenarnya."

"Mom menjerit lalu menangis histeris saat mengetahui fakta sebenarnya. Aku dan Alfian sangat terkejut juga stres akan fakta itu tanpa kami sadari reaksi kami seperti orang bodoh hanya diam membeku."

Meskipun tidak berada dalam posisi ibunya Alfando tapi Monika sangat mengerti perasaan ibunya Alfando saat itu, menbayangkannya saja sudah membuat Monika down.

"Sejak saat itu, Dad memutuskan untuk menjadi dirinya sendiri bahkan jika konsekuensinya adalah harus kehilangan keluarganya maka itu tak masalah. Saat itu aku berfikir Daddy begitu egois tapi setelah aku berada dalam posisinya aku jadi memahami mengapa dia bisa mengambil keputusan seperti itu dulu."

Monika memeluk Alfando, mengelus punggung pria itu lalu melepaskan.

Kembali duduk manis.

"Sekarang ceritakan tentang kehidupanmu?" Alfando menyenggol bahu Monika dengan bahunya.

Mengalihkan obrolan.

"Kehidupan sungguh bak sinetron begitu datar juga membosankan." keluh Monika memasang raut muka malas, berharap Alfando tak tertarik mendengarnya.

Dari nada suaranya pria itu jelas menyadari bahwa Monika enggan menceritakan tentang kehidupannya tapi dia ingin tahu.

"Aku ingin tahu seberapa membosankannya kehidupanmu, aku rasa tak ada yang salah jika aku juga ingin tahu tentang kehidupmu."

Pantang menyerah dia mendesak Monika untuk bercerita.

"Bisahkah kita bercerita tentang hal lain saja?" tawar Monika masih dengan tingkah malas.

Dengan tegas Alfando menolak, "Tidak, sekarang giliranmu bercerita."

Alfando sengaja menekan setiap kalimat sehingga terkesan ia mulai emosi.

Akhiranya Monika menyerah, menarik nafas lalu menghembuskannya.

"Aku tinggal di panti asuhan sejak bayi karena aku berprestasi sejak SD hingga lulus kuliah aku selalu mendapat beasiswa, bahkan aku bekerja paruh waktu sebagai seorang SPG sejak SMA hingga lulus kuliah. Meskipun aku mendapatkan beasiswa berprestasi tetap saja aku harus memenuhi keperluan tugas ataupun kebutuhan pribadi yang tak mungkin ditanggung beasiswa.

Aku bukan tipe orang yang pandai bergaul ataupun menarik untuk diajak gaul alhasil aku tidak memiliki banyak teman."

"Lanjutkan."

Ucap Alfando mulai penasaran, tapi malah terdengar seperti perintah ditelinga Monika.

Perempuan ini kembali bercerita dengan berat hati.

"Setelah lulus kuliah, aku mendapatkan kesulitan dalam memperoleh pekerjaan sebagai sekretaris, entah mengapa bisa begitu? padahal nilai IPK ku tinggi.

Mungkin penampilanku kurang menarik untuk seorang sekretaris atau memang aku kurang beruntung? Sekarang raut wajah Monika berubah sedih.

"Satu tahun menganggur akhirnya aku mengikuti walk in interview pada perusahaanmu dan aku tak menyangka bisa lolos seleksi dengan saingan yang begitu ketat saat itu. Aku sungguh bersyukur pada Tuhan karena telah memberikan aku kesempatan untuk bekerja di sebuah perusahaan bergengsi dan mempertemukanku dengan sahabat-sahatku."

Ingatan Alfando flashback pada saat pertemuan mereka kali pertama dulu, pria itu masih ingat penampilan juga sikap Monika kala itu.

"Iya aku ingat saat itu, kau terlihat sungguh gugup. Bahkan penampilanmu jauh dari kata menarik. Kau menguncir rambutmu, memakai make-up natural, celana panjang bahan hitam dipadukan kemeja putih. Kau seperti seorang yang mengikuti ujian CPNS dibandingkan sekretaris pribadi tak heran kau sering mendapatkan penolakan dari perusahaan-perusahaan yang kau lamar."

Tawa geli sekarang tercipta dari bibir Alfando, Monika tak mau ambil pusing toh kenyataannya memang begitu.

" Btw, kau kan seorang SPG mengapa penampilanmu saat melamar tidak menarik?kau kan tahu penampilan adalah hal utama untuk menjadi seorang sekretaris."

Prakk.

Pertanyaan Alfando bak tamparan keras bagi Monika.

Monika berdehem, "Gajiku sebagai SPG pas-pasan dan memang aku tak pernah mau memakai make-up tebal juga rok pendek kecuali jika sedang bekerja.

Aku merasa lebih nyaman memakai celana panjang, lagipula aku juga tak punya androk pendek atau pakaian kantor karena selama ini aku bekerja memakai seragam kusus SPG. Saat pergi kuliahpun aku lebih sering memakai jeans dan kaos."

Mendengar sejarah hidup istrinya tersebut membuat Alfando menjadi lebih respect pada sosok perempuan cantik itu.

"Btw, Bagaimana cerita pertemuanmu dengan mantan pacarmu?"

Entah mengapa Alfando merasa penasaran pada sosok pria itu?

Kali ini Monika menarik nafas lalu menghembuskannya dengan berat.

"Dia adalah seorang pengusaha muda sukses, berasal dari keluarga kaya raya sepertimu. Awalnya kami berkenalan saat aku menawarkan produk jualanku yaitu minuman sehat berenergi. Di awal perkenalan kami dia langsung memborong daganganku bahkan dia melakukan hal sama selama 3 bulan berturut-turut setiap harinya.

Berkat dia aku mendapat bonus besar juga dinobatkan sebagai TOP SPG.

Hubungan kami semakin akrab dan dekat, dia sering menemuiku, menjemputku, memberikan perhatian penuh, membelikan apapun yang aku minta juga memanjakanku dengan berbagai macam hadiah mahal."

Monika diam sesaat lalu melanjutkan ceritanya.

"Tapi aku jatuh cinta padanya bukan karena dia orang kaya ataupun memanjakan aku dengan hadiah mahal tapi bersamanya aku bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai dan dilindungi, hal yang selama ini tak pernah aku rasakan."

Yap faktanya itulah kebenarannya.

" Setelah 3 bulan kami dekat dia menembakku tentu saja aku menerimanya karena aku juga mencintainya, Hubungan kami tidak mudah karena sering terjadi percekcokan ataupun kecemburuan satu sama lain tapi setidaknya dia selalu berhasil membuktikan bahwa hubungan kami terlalu berharga untuk diakhiri. Setelah 5 tahun berpacaran dia tiba-tiba berubah dan bahkan menjauh. Sebenarnya aku sudah merasakan perubahan itu sejak beberapa bulan belakangan sebelum kami putus tepatnya sebelum dia memutuskan aku, meskipun begitu aku tetap berfikir positif dan berfikir mungkin dia sedang tertekan karena pekerjaan dan butuh waktu sendiri."

"Sampai suatu malam dia datang padaku setelah menghilang sebulan dan memutuskan aku, mengatakan dia tak bisa melanjutkan hubungan kami. Pergi begitu saja tanpa memberikan alasan yang jelas mengapa dia memutuskan aku dengan begitu mudah?"

"Dasar brengsek! siapa namanya? Seandainya aku tahu dia pasti akan aku hajar." emosi sudah tampak jelas pada diri Alfando sekarang.

"Kau sudah mengenalnya." Seru Monika cepat.

Alfando terlihat terkejut sekaligus bingung, "Sudah mengenalnya, Kapan aku pernah bertemu dengannya? Siapa dia?"

Monika menggigit bibir bawahnya, menatap mata Alfando.

"Dia Dimas pacar Celine." suara perempuan cantik itu mengecil.

Alfando terperangah bahkan kedua alisnya terangkat, tanpa sadar mengepal tangannya.

Pria itu benar-benar terkejut juga marah, syok mendapatkan fakta ini.

"Jadi mantan pacarmu adalah si brengsek itu!!"

Tbc