"Hamil."
Raut wajah Dimas pucat seketika, padahal niatnya hari ini dia akan mengakhiri hubungan mereka.
"Tapi aku belum siap untuk menjadi seorang ayah." Ujar Dimas jujur, menyesap kopi-nya.
"Kau pikir aku sudah siap? Sama sepertimu aku juga belum siap sama sekali." Bohong Celine sambil disertai wajah tegang.
Berakting bertingkah gelisah sama seperti Dimas.
Sejujurnya perempuan cantik itu merasa siap juga merasa bahagia tapi pacarnya ini pasti tidak merasakan hal sama jadi berpura-pura adalah cara terbaik saat ini.
"Kalau begitu kita gugurkan saja." Pria itu memperkecil suaranya.
Celine tersenyum, meski dalam hatinya terluka mendengar usulan kejam pacarnya itu.
Dengan gaya santai perempuan cantik itu menolak.
"Aku terlalu pengecut melakukan hal itu, aku masih mau hidup. Kau tahu kan banyak perempuan terbunuh karena proses pengguguran."
Untuk kesekian kali Celine kembali berbohong, dia tidak mau menggugurkan kandungannya karena selain dibenci Tuhan hal itu merupakan dosa besar.
Perempuan cantik ini tak mau menambah dosa.
Dimas semakin tampak stres juga bingung, pria itu tampak memikirkan jalan keluar terbaik.
"Oke, aku akan bertanggung jawab tapi aku tak mau menikah." Akhirnya Dimas menyerah.
"Maksudmu?" perempuan itu bingung sendiri,masih dengan sikap santai.
"Aku akan ikut menjaga, membesarkan dan membiayai anak kita tapi aku tidak akan menikahimu." tanpa berdosa Dimas melontarkan ide itu.
Celine menggelengkan kepala, meminum jus jeruknya lalu dengan percaya diri dia mengutarakan pendapat yang di jamin Dimas akan berfikir 2 kali untuk melakukan ide gilanya tersebut.
"Kita harus menikah, karena kau pasti tidak mau anak kita dihina ataupun dicaci sebagai anak haram oleh orang lain terutama oleh teman-temannya saat dia besar nanti Itu akan menjadi beban sikis seumur hidupnya dan tentu kita berdua tak mau itu terjadikan."
Skakmatt...
Celine dengan cerdas berhasil membuat pria itu tak berkutik.
Pria ini mengacak rambutnya, "Okey kita menikah tapi setelah kau melahirkan kita bercerai."
Senyuman kemenangan terlukis pada bibir perempuan itu, "Baiklah kita akan bercerai tapi aku minta satu hal yaitu saat kau menceraikanku nanti kau sudah memiliki penggantiku sebagai istrimu dengan begitu akan lebih baik menurutku."
Dimas menyimpulkan kedua mata, "Maksudnya?"
"Kita berdua merupakan public figure, karena dengan pernikahan dadakan yang akan kita lakukan pasti akan menjadi bahan gunjingan masyarakat apalagi jika kita langsung bercerai. Kau tahu kan menjaga image ada hal terpenting." sambung Celine.
Apa yang diucapkan Celine 100% adalah bukan hal sebenarnya mengapa dia tak mau langsung berpisah.
Tapi jika dia mengatakan kejujuran yang pada pria itu maka Dimas pasti merasa diatas angin hingga bisa kembali berlaku seenak jidatnya dan tanpa beban mengijak harga diri perempuan cantik ini, Celine tak mau itu terus terjadi dia harus kembali menjadi Celine yang terlihat kuat, mempesona dan percaya diri sama seperti dulu.
Tak ada pilihan lain, akhirnya...
"Okey, aku setuju denganmu ayo kita menikah."
-
-
-
"Mengapa kau terlihat begitu membencinya?Apa karena dia mengetahui identitasmu lalu mengancam akan membongkarnya jika kau tak merestui hubungannya dengan Celine?"
Pertanyaan Monika sudah bisa di duga oleh pria itu.
Alfando kembali mengisi jus buah dalam gelasnya, duduk kembali di samping Monika.
"Itu salah satunya tapi alasan utama karena dia terus-menerus menerorku dan menyalahiku atas apa yang terjadi pada kakaknya."
"Kakaknya." Beo Monika disertai raut bingung sekaligus penasaran.
"Dia adik dari mendiang mantan pacarku,Kevin."
Alfando menoleh pada Monika, "Kevin adalah pacarku yang dulu memergokiku berselinghuh dengan Radit, kau ingatkan?" lanjut Alfando.
Zzzeeeengggg...
Monika sungguh terkejut.. Karena untuk kesekian kali pria itu melontarkan pengakuan tak terduga.
Monika jadi lebih yakin kemungkinan besar akan semakin banyak kejutan yang terkuak dari pria itu di massa depan nanti.
"Kevin mengalami kecelakaan mobil saat sedang mabuk berat. Dimas mengetahui bahwa kakaknya seorang gay dan berpacaran denganku dari pengakuan Kevin sendiri, dia membeciku karena menurutnya akulah penyebab kakaknya mati muda.. Hahaha konyol bukan."
Pantas saja Dimas selalu terlihat sedih setiap kali melihat interaksi kakak-adik saat mereka berkencan dulu.
Pria itu bahkan tiba-tiba menangis tanpa sebab awal Monika bingung dan aneh saat menanyakan hal tersebut pria itu malah mengalihkan pembicaraan terlihat tidak suka karena menghargai privasi pacarnya itu maka Monika tidak mau mendesak pacarannya bercerita jika pria itu mau maka dia pasti akan bercerita padanya.
"Kau masih ingat dengan pria yang adu cekcok denganku saat perjalanan ke puncak?"
"Iya, aku ingat. Apa dia mantanmu juga yang kau khianati?"ceplos Monika asal tanpa dosa.
Alfando tertawa kecil, menggelengkan kepala.
"Dia straight dan dia adalah sahabat Kevin, namanya David.
Sehari sebelum terjadi kecelakaan dia dan Kevin memergoki aku dan Radit masih berhubungan bahkan kami sedang melakukan seks di apartemenku, kami bertengkar hebat Kevin memintaku untuk memilih antara dia dan Radit jika aku memilihnya maka dia akan memaafkan aku lalu memberikan kesempatan kedua untuk hubungan kami tapi aku memutuskan mengakhiri hubungan kami, aku masih ingat raut wajah Kevin begitu marah sekaligus kecewa. David tiba-tiba menghajarku kemudian kami saling adu jotos tapi Kevin dan Radit segera memisahkan kami sehari itu kemudian malamnya Kevin meninggal karena kecelakaan mobil akibat mabuk berat."
"Jadi secara tidak langsung aku memang yang menyebabkan kematian Kevin." suara Alfando berubah parau.
"Kau jahat."
Celotehan Monika berhasil membuat pria itu tertegun, tak menyangka perempuan itu dapat mengatakan hal tersebut.
"Kau kejam, aku.." Monika menghentikan ucapannya.
Perempuan cantik itu terlihat berbeda sekarang gurat kekecewaan tersirat pada wajahnya.
Monika menundukan kepala menarik nafas lalu menghembuskannya.
"Jadi menurutmu aku jahat dan kejam?"
Alfando merasa tak terima mendengar perempuan itu berkata demikian.
Padahal jika orang lain yang mengatakannya pria itu tidak akan ambil pusing karena kenyataannya dia merasa itu tidak benar.
Monika menoleh pada Alfando, memandang pria itu tanpa takut. "Menurutmu apa yang aku ucapkan salah?kau tahu saat seseorang melakukan kesalahan tapi dia tidak merasa bersalah maka menurutku orang itu jahat."
Zeenngg...
Alfando tertegun tak bisa berkata apapun.
"Dan menurutku saat seseorang dengan tega mengkhianati juga menyakiti pasangannya tanpa rasa berdosa maka dia adalah kejam karena ulahnya bisa menyebabkan pasangannya melakukan tindakan bunuh diri atau mencelakai diri mereka sendiri tanpa sadar akibat dari kesakitan yang dirasa terlalu berat untuk ditanggung."
Alfando mengusap wajahnya mendengar pernyataan Monika.
Kali ini Monika berhasil membuat pria itu merasa "Bersalah dan Berdosa."
Perasaan yang belum pernah dirasakan oleh Alfando sebelumnya.
Pria itu menarik dagu istrinya hingga jarak mereka semakin dekat,menyeringai disertai tatapan mencekam.
"Monika, kau sungguh menjengkelkan."
Tbc