Chereads / Yang patah tidak akan mati / Chapter 14 - Pintu dan cinta pertama

Chapter 14 - Pintu dan cinta pertama

Terkait Nana biar ku simpan dalam benak, ku titip pada tuhan dan ku jaga lewat doa. Memang terkesan tergesa-gesa tapi jika Nana benar tidak ada yang memiliki aku akan memberanikan diri untuk kembali membuka pintu hati namun, jika nana sudah memiliki janji maka akan aku hormati. Jujur saat ini aku pun tidak tau siapa nana, rendah lirih suaranya, tinggal dimana, bekerja dimana, sifatnya bagaimana, aku hanya melihat dia (Nana) dari gambar yang tampak nyata dan menatap senyumnya yang terkesan sederhana. Terlalu jauh memang berfikiran hingga kesana, untuk menyapanya lewat kata sajah aku masih belum bisa. Sudahlah nanti sajah aku fikirkan kembali karena saat ini aku hanya ingin lekas usai dan segera kembali pulang, berjalan menapaki tanah menuju ke rumah.

Hari itu terasa lama dan melihat wajahnya (Nana) sajah aku merasa sedikit lega. Saat itu hujan perlahan hilang, langkah ku mulai menuju ke tempat singgah dan malam semakin larut serta lampu mulai padam, langit semakin gelap bintang perlahan mulai datang meski tak di temani bulan. Malam itu sungguh syahdu mungkin jika kau ada di sana kau akan terlelap karena ketenangannya. Sesampainya di ruang gelap aku sedikit termenung kembali mengingat dia yang telah pergi meninggalkan sebuah kenangan. Sebetulnya apa yang salah dengan kita, apa yang salah dengan aku hingga mudah kau ingkari janji.

Aku telah mengunci dia (yang meninggalkan) di dalam hati ku, tak membuka pintu saat ada yang mau bertamu sedangkan dia (yang meninggalkan) mungkin membuka pintu hatinya untuk orang yang baru. Aku rasa jarak bukan sebuah alasan karena komunikasi tidak terhenti menyapa lewat suara dan bertatap lewat media mungkin satu-satunya alasan adalah pintunya terbuka saat ada yang mengetuk, membiarkan tamu masuk awalanya menginap dan kemudian menetap. Dia (yang meninggalkan) mungkin merasanyaman ada orang baru yang merapihkan hatinya, menggenggam detak jantungnya, mencium urat nadinya, dan memanggilnya dengan kata sayang.

Pintu adalah kunci dan kunci adalah janji maka pintu adalah penentu. Sulit memang menjaga pintu karena akan selalu ada tamu yang mengetuk saat senyum tersipu dan akan selalu ada yang singgah saat tatap menyapa. Jika pintu terbuka maka kunci telah tiada dan rasa akan perlahan sirna. Jika rasa telah sirna maka saat kamu tiba disana kamu akan menjadi yang terasing mencoba masuk kembali kedalam pintu yang terkesan baru. Semuanya terlihat sederhana memang yaitu datang, mengetuk, masuk, singgah, raiphkan dan nyaman. Lantas siapa yang salah ?? yang mengetuk atau yang mebiarkan masuk ? jujur saat ini aku rasa sudah tidak perduli memikirkan siapa yang salah dan siapa yang benar, aku hanya ingin tidak ada yang tersakiti lagi. Semoga orang baru yang menetap tidak melukai dan pergi sesuka hati, karena dia (yang meninggalkan) adalah orang pertama yang ku sayang saat rasa itu datang.