Malam kemarin lekas beranjak dan rutinitas seakan memburu ku saat itu. Ucapan kawan "belajar dari merpati" sangat membekas karena perihal cinta aku memang tidak tau apa-apa. Jujur saat itu aku hanya bisa mencintai dan memberi cinta perihal dia membalas cinta atau tidak bukan suatu masalah karena cinta tidak bisa di paksa. Sidikit jijik memang saat seseorang membahas cinta karena cinta itu ambigu yang nyata, Kebingungan dalam ketidak kepastian dan merubah yang sudah pasti akan selalu terjadi.
Pagi itu selepas berlari dari mimpi ku perhatikan diri di depan cermin. Rupanya cermin adalah salah satu teman yang paling setia, dia tak pernah tertawa saat aku menangis, tak pernah tersenyum saat aku bersedih. Kupandangi lebih dalam lagi sorot mata yang lemah dan membingungkan ini masih sendu jika mengingat semua yang harus terlupa. Pagi nampaknya tidak begitu berselera karena mendung datang menghiasi semesta. Entah akan turun hujan atau hanya sebatas kiasan semoga yang terbaik untuk alam. Kemudian ku tatap kembali wajah di cermin, ada hal yang tidak pernah bisa ku sembunyikan saat aku tersenyum, ada hal yang ingin aku raih saat ku pandang lebih dalam pelupuk mata dan ada hal yang ingin aku lupa semoga lekas bisa.
Cermin adalah ego, terkadang cermin adalah musuh. Disana fikiran ku melayang mengapa aku tidak sehebat itu, mengendalikan hati sajah aku tidak mampu, menahan ego sajah aku tidak sanggup. Aku sadari semuanya dan rupanya fikiran ku masih lemah dan hati ku masih belum kuat.
Lalu aku harus bagaimana aku harus berbuat apa?
Menyeimbangkan hati dan fikiran bukan perkara mudah, karena hanya mulut yang mudah berucap dan hati yang susah bergerak. Yang ku bisa lakukan hanyalah bercerita dengan diriku saat itu, mencoba memaafkan diriku yang lalu, terus berusaha bersahabat dengan diriku saat ini, dan berjuang untuk diriku di masa depan.
Semoga cermin cepat pulih.
Aamiin