Chereads / Yang patah tidak akan mati / Chapter 18 - Pulang

Chapter 18 - Pulang

Terlalu berlebihan memang saat waktu ku bilang terlalu cepat dan detik tidak mau melambat, namun nyatanya memang serupa menit tak pernah mau menunggu tak perduli rasa apa yang sedang menghampiri menit selalu lekas mengajak pergi. Semua kenangan yang ada di sini ku simpan dalam memori, ku ambil gambarnya lewat kamera kan ku simpan sebagai cindra mata. Koper ku siap ku bawa kelak ku dorong hingga Indonesia. Di perjalanan ku sampaikan salam kepada alam dan ku ucap terima kasih telah menemani tak kuasa bendung air mata kemudian ia menetes tidak banyak memang hanya sedang haru saat itu.

Banyak hal yang tak ku gambakan saat berada di sana, beberapa rasa tumbuh dan sebagian rasa hilang. Semoga selalu jadi pelajaran karena hidup pada dasarnya perjalanan dan pembelajaran. Mungkin seperti terlalu mudah aku berucap dan terlalu sulit aku melakukan, namun yang benar-benar salah adalah tidak menjalankan. Ini hanya pandangan ku sajah entah yang lain akan sama atau tidak.

Pesawat ku mulai mengudara, perjalanan ku akan terasa lama maka kucoba pejamkan mata agar semua tidak terasa. Singkat cerita akupun tiba di bumi Indonesia, meski cuacanya terik aku selalu tertarik karena budayanya luar biasa. Indonesia sangat indah, warganya ramah tamah memang tidak semua namun aku tetap bangga. Di pejalan aku mampir ke warung kecil, ku beli segelas kopi dan sebungkus biskuit rasanya berbeda dengan yang ada di sana, disini sangat nikmat meski asap dan debu mencampurinya. Perbincangan selalu jadi cerita dengan penjaga warung, tak jarang gelak tawa selalu terasa, meski tidak pernah bertemu di Indonesia aku tidak pernah menjadi tamu.

Detik kembali tak bersahabat karena memaksa ku pergi saat aku nyaman di sini, kemudian ku percepat waktu sampailah aku di rumah ku. Berdiri di depan pintu mengetuk sambil ucap salam, kurang tepat memang karena saat itu mengetuk jam 11 malam. Aku menunggu dengan sabar hingga ibu keluar, berkali kali aku ketuk namun tidak ada Jawab, cemas melanda kemudian ku kencangkan suara. Dari dalam terdengar jawaban rupanya ibu terlalu pulas dan cemas ku hilang karena dia datang buka pintu malam itu. Aku tersenyum dia menangis aku mencium tangan, pipi, juga kaki, dia memeluk memandikan air mata. Aku terharu ku coba kuat untuk menahan tangis namun ibu mencium kening ku dan air mata seolah berteriak ingin pergi rasanya lebih indah dari dunia dan isinya