Chereads / Unexpected Wife / Chapter 2 - Satu

Chapter 2 - Satu

Pertemuan bisnis Alex dengan kliennya hari itu tidak berjalan baik karena ibu tersayangnya itu secara terus menerus mengirim foto wanita-wanita yang tidak dikenalnya. Entah foto wanita berambut pirang atau cokelat, lurus atau bergelombang, semuanya ada dalam pesan ibunya itu . Tidak, sebenarnya ia sama sekali tidak terganggu dengan foto cantik wanita-wanita itu, tetapi ia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan ibunya, ketika layar ponselnya menyala, rekan bisnisnya akan melirik sejenak, melirik gambar-gambar yang terlihat dari notifikasi pesannya itu. Alex tidak habis pikir bagaimana tiga bulan belakangan ini ibunya selalu mengejar-ngejarnya dengan masalah pernikahan, salah satunya dengan terus mengirim foto-foto itu padanya. Demi tuhan, usianya bahkan baru dua puluh tujuh tahun, pria mana terutama pebisnis muda seperti dirinya yang ingin segera menikah dan memiliki anak yang nantinya malah akan membuat kehidupannya kacau.

Ponselnya kembali berdering, tanpa melihatpun ia tahu siapa yang sedang menghubunginya. Ya, siapa lagi jika bukan ibunya yang menelpon kali ini?

"Alexander Dorman," angkatnya pada dering pertama.

"Apakah harus seformal itu dengan ibumu? Oiya... ngomong-ngomong kenapa kau tidak membalas pesan ibu? Dan bagaimana menurutmu soal wanita-wanita itu? Jika kau tertarik, ibu akan mengatur jadwal untuk bertemu beberapa wanita itu, bagaimana?" Ibunya bertanya tanpa henti membuat kepala Alex sedikit berdenyut merasa bingung harus menjawab pertanyaan yang mana. Alex sangat mencintai ibunya, tetapi jika urusannya seperti ini, rasa cintanya seperti berkurang begitu saja.

Alex menghela napas lelah akan sikap ibunya itu, "Ibu, aku benar-benar tidak ada waktu untuk hal hal seperti itu,"

"Alex sayang, ayolah nak sekali saja, setelah itu terserah padamu, jika kau tertarik pada wanita itu lanjutkan, jika tidak kau bisa memutuskannya" Apakah dengan begitu ibunya akan meninggalkannya sendiri untuk kali ini saja?

"Satu orang saja, siang ini pukul dua belas, di restoran depan kantor," tanpa melihat ibunya, ia dapat menebak jika saat ini ibunya sedang  tersenyum lebar bahkan jika terus melakukannya senyuman itu mungkin akan menyakiti rahangnya.

"Baiklah sayang, selamat bekerja kembali," Alex memutuskan panggilannya. Kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

***

Bunyi alat makan yang saling bersentuhan sedikit menganggu telinga Alex. Wanita yang berada dihadapannya ini terlihat sangat glamor dan dipenuhi perhiasan dengan harga puluhan bahkan ratusan juta, tetapi dari caranya menyantap hidangan, ia seperti tidak memiliki tata krama.

"Jadi, Alex apa kau suka berlibur ke luar negeri?" Alex meneguk air mineral dalam gelas yang digenggamnya saat ini. Sementara wanita dihadapannya memilih untuk meminum segelas wine dengan gelas tinggi. Hei, apa ada orang yang meminum wine di siang hari?

Alex tidak mengerti mengapa wanita ini, wanita bernama Sophia ini sedari tadi mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bersenang-senang dan menghabiskan uang.

"Tentu saja," ia hanya menjawab dengan singkat, sementara senyum Shopia melebar, Alex bahkan berpikir mungkin Shopia akan mematahkan rahangnya jika iaterus menunjukkan senyum lebarnya itu.

"Oh, mungkin kita bisa berlibur di kencan kedua nanti. Kau tahu aku sangat ingin pergi ke Paris, sudah lama sejak terakhir kalinya aku kesana," Alex memainkan garpu makannya tanpa memiliki niat untuk membalas perkataan Shopia, "Ehmm, bagaimana jika malam ini kita ke bar dekat sini? Aku bisa menunggumu sebentar, mungkin berbelanja di sekitar sini? Bagaimana menurutmu?"

Well, Alex merasa sedikit muak dengan obrolannya dengan Shopia, "Maaf aku tidak bisa, ada jadwal makan malam dengan rekan bisnis dan ada beberapa hal yang harus kukerjakan malam ini," dari tempatnya duduk, Alex dapat mendengar suara degusan napas Shopia. Mungkin merasa bosan?

Shopia sebenarnya tidak terlalu buruk, ia memiliki wajah yang cantik dengan rambut pirang yang indah, tetapi Alex tidak menyukai sikapnya dan hal itulah yang membuatnya tidak tertarik pada Shopia.

"Baiklah kalau begitu," kemudian mereka kembali menyantap makan siang mereka, kali ini tanpa bersuara.

Tidak ada sesuatu yang spesial yang dilihat Alex dari Shopia, ia bahkan ingin segera menyingkirkan Shopia dari hadapannya.

Setelah selesai menyantap makanan mereka, Alex mengiringi Shopia menuju mobil milik wanita itu.

"Mungkin lain kali kita bisa pergi bersama dan menghabiskan waktu bersama," Alex mengangguk membalas perkataan Shopia. Ia kemudian membuka pintu mobil untuk Shopia. Walaupun ia tidak tertarik padanya, tetapi setidaknya ia tetap mencoba untuk bersikap sopan pada seorang wanita.

"Sampai jumpa lagi, Alex," Shopia melambaikan tangannya yang sayangnya tidak digubris sama sekali oleh Alex.

Alex tidak pernah tertarik untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan, terutama dalam ikatan pernikahan. Hal ini bukan tanpa alasan. Semenjak sahabat karibnya- Matthew- yang menjadi gila dan bunuh diri hanya karena istrinya meninggalkannya. Istri Matthew meninggalkannya dengan membawa seluruh harta bendanya dan tentu saja istri kurang ajarnya tidak memedulikan keadaan Matthew sama sekali.

Alex bukannya merasa takut jika mendapatkan istri dengan perangai seperti itu, ia pebisnis muda yang kaya raya, ia yakin bisa memberikan apapun yang banyak wanita inginkan. Ia hanya tidak ingin jika dirinya terlalu menyukai istrinya dan begitu tergila-gila padanya hingga membuatnya kehilangan dirinya sendiri, hei! semua orang bisa menjadi gila. Oleh karena itu, ia tidak ingin terjebak dengan seorang wanita dan membuatnya kehilangan akal sehatnya.

***

Alex terkejut ketika membuka pintu apartemennya dan menemukan Ibunya disana. Ibunya, Ibu yang sejak tadi mengacaukan harinya itu sudah duduk dengan nyamannya di ruang santainya. Ketika melihatnya masuk, ibunya langsung mengambil alih tas kerja miliknya, kemudian meletakkannya di meja terdekat. Lalu, dengan terburu-buru, ibunya menariknya ke arah sofa sehingga ia harus berakhir duduk di sampingnya.

"Jadi, bagaimana pertemuanmu dengan Sophia? Apa berjalan dengan lancar? Apa kau menyukainya?" Mungkin besok Alex harus mengganti sandi apartemennya supaya ibunya tidak seenaknya datang ke tempat pribadinya seperti ini.

"Ibu, aku harus membersihkan diri terlebih dahulu dan segera mengerjakan beberapa proposal kerjasama," Alex bersiap untuk pergi, tetapi ibunya kembali menarik paksa dirinya untuk duduk di sampingnya, membuatnya mau tidak mau harus menurutinya.

"Jawab Ibu terlebih dahulu Alex, apa kau tahu? tadi Ibu menelpon Shopia, ia mengatakan jika kau sangat menyenangkan, jadi ibu ingin tahu dari dirimu, apa Shopia juga menyenangkan?" jika memutar mata dianggap sopan sebagai peryataan kesal, ia akan melakukannya di depan ibunya, bahkan berulang-ulang kali.

"Aku tidak tertarik padanya bu," ibu Alex memijit kepalanya, merasa pusing sekaligus heran dengan anak satu-satunya itu.

"Apa kau tidak tertarik pada wanita?" Ibunya dengan blak-blakan bertanya seperti itu, yang malah membuat Alex tertawa terbahak.

"Tentu saja aku tertarik pada wanita," ibunya mungkin tidak tahu jika ia terkadang menghabiskan malamnya di hotel bersama wanita dengan melakukan beberapa hal menyenangkan yang tentu tidak diketahui ibunya. Namun, jika hubungannya dengan wanita adalah sebagai sepasang kekasih dan seseorang yang akan dibawa untuk dikenalkan ke anggota keluarganya, ia tidak akan pernah tertarik pada wanita dan melakukan hal-hal itu.

"Lalu, mengapa tidak pernah sekalipun kau memperkenalkan seorang wanita pada Ibu?"

"Aku tidak punya waktu untuk hal seperti itu, bu. Sudahlah, lebih baik sekarang ibu pulang dan beristirahat," ibunya menggeleng tak percaya.

"Kau tahu Alex? Ibu hanya menginginkan hal yang terbaik untukmu, jadi ibu akan melakukan apapun untuk mendapatkan wanita yang baik untukmu. Ibu tidak akan berhenti mencarikanmu wanita-wanita cantik diluar sana, walaupun ibu harus mengirim jutaan foto tiap harinya padamu," Alex menggeleng tidak percaya dengan perkataan ibunya. Ia juga merasa bingung dan tidak tahu bagaimana caranya menghentikan sikap ibunya yang terlalu menghawatirkannya, mengatakan jika ia butuh seseorang yang merawatnya atau butuh seseorang untuk menyayangi dan peduli padanya. Ia masih punya ibunya, jadi ibunya tidak perlu melakukan hal-hal seperti itu.

"Ibu benar-benar akan melakukan  hal itu padaku? Bu, aku sangat lelah bu. Hal apa yang bisa kulakukan untuk mengehentikan ibu dari kecemasan ibu yang tidak beralasan itu?," Ia sangat lelah, sungguh lelah, terutama di tiga bulan terakhir ini.

"Ibu ingin kau menikah, kau butuh seseorang untuk merawatmu," lagi-lagi ibunya mengatakan hal itu.

Ibunya menghampiri Alex kemudian mengelus pundak anaknya dengan lembut, ia ingin kali ini Alex mendengarkannya.

"Ibu tidak selamanya hidup, Ibu ingin kau memiliki seseorang yang dapat menjaga dan merawatmu,"  sekali lagi ibunya mengatakan hal ini.

"Apa dengan aku menikah, ibu akan menghentikan semua hal konyol ini?" Pertanyaan konyol itu tiba-tiba keluar dari mulut Alex yang malah langsung diberi anggukan mantap dari ibunya.

Alex tidak pernah berpikiran untuk menyetujui keinginan ibunya ini, ia bahkan sudah mengatakan jika ia tidak tertarik dalam hubungan berkomitmen. Namun rasa bosan, kesal dan lelah yang dirasakannya akhir-akhir ini benar-benar membuat pikirannya kacau.

Kali ini jika ia mengiyakan keinginan ibunya, mungkin keesokan harinya ibunya akan lupa, oh ia juga berpikiran mungkin ini hanya lelucon yang dibuat ibunya agar ia segera mencari seorang wanita untuk dinikahinya, "baiklah jika itu keinginan ibu, ibu bisa lakukan apapun yang ibu mau padaku," senyuman lebar tersungging di wajah ibunya, membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum, walaupun tidak sampai menyentuh matanya.

"Tetapi bukan Shopia," Alex memperjelas keinginannya.

"Bukan, bukan Shopia, ibu berjanji," Ibunya memeluk Alex dengan kuat, menampakkan kegembiraan yang tidak dapat ditutupinya lagi.

"Oh Tuhan, anakku akan segera menikah," sesekali ibunya berbisik kalimat-kalimat yang menunjukkan rasa syukurnya pada Tuhan.

"Baiklah, sekarang ibu perlu beristirahat, apa perlu kuantar pulang?" Ibunya menggeleng dengan cepat. Setelah mencium kedua sisi pipi putranya, ia kemudian bergegas pergi sembari bersenandung riang.

"Aku tidak percaya jika aku menetujui keinginan ibu," bisik Alex, walaupun ia yakin jika ibunya tidak serius akan  hal itu, tatapi ia masih saja merasa menyesal mengindahkan keinginan ibunya.

"Semoga apa yang dikatakan ibu tidaklah sungguh-sungguh," bisiknya sekali lagi mencoba menenangkan diri.

***