Catherine sedang sibuk merapikan bekal makanan yang dibuatnya, ketika Ibunya muncul dengan tiba-tiba di dapur, dan tentu saja mengejutkannya.
"Sepertinya anak Ibu ini sedang sangat sibuk ya?" ujar Ibu Catherine menggoda putri cantiknya itu yang kelihatannya begitu serius dalam menempatkan setiap elemen makanan yang sudah dipersiapkannya itu.
Sejak tadi pagi, Catherine memang disibukkan dengan pekerjaannya di bagian dapur dan ruang makan, yaitu pekerjaan untuk memasak, kemudian mengepak makanan yang sudah disiapkannya itu ke dalam sebuah kotak bekal makanan.
Beberapa kali ia juga terlihat berkutat dengan pisau dan buah-buahan yang kemudian diperlakukannya serupa seperti makanan yang sebelumnya dipersiapkannya itu, yaitu menempatkannya ke dalam kotak bekal makanan.
Semalam, setelah berbincang panjang lebar mengenai Alex dengan Ibu Alex, Catherine memilih untuk tidak berkunjung ke apartemen Alex malam itu. Ia kemudian memutuskan untuk pulang ke rumah dan memilih untuk mengunjungi Alex ke apartemennya pagi ini.
Sejak tadi Catherine sudah mempersiapkan satu menu makanan yang diketahuinya sebagai salah satu makanan kesukaan Alex untuk sarapan. Hal ini sesuai dengan informasi yang didapatkannya dari calon Ibu mertuanya itu.
Alex sangat menyukai spaghetti. Berbekal informasi itu, Catherine segera mempersiapkan semuanya.
"Apa menurutmu waktumu cukup untuk mempersiapkan ini semua?" Ibunya bertanya sembari menunjuk ke pekerjaan Catherine yang terlihat belum selesai itu.
Catherine sebenarnya merasa cukup optimis dengan waktu yang ia perlukan untuk mempersiapkan masakannya. Namun, mendengar pertanyaan Ibunya itu membuatnya ragu.
Catherine sudah bagun dan mempersiapkan segala masakan ini sejak pukul lima pagi tadi. Ia memasak dalam waktu yang lama karena ia membuat sendiri saus spagehtti-nya, karena ia tidak ingin menggunakan saus instan yang terkesan praktis dan tidak istimewa. Hal inilah yang membuatnya terlalu lama berada di dapur. Ia tidak pernah memasak sebelumnya, sehingga perlu waktu yang cukup lama untuk melakukannya, sementara sekarang sudah pukul enam pagi. Oh, mungkin ia akan terlambat untuk datang ke apartemen Alex.
"Oh, tidak!! Iia sepertinya akan berangkat pukul tujuh pagi, jika aku tidak segera ke sana, ia tidak akan bisa memakan makanan ini," Catherine merasa panik, sementara Ibunya tersenyum melihat kelakuan putri satu-satunya itu. Bagaimana tidak? ia tidak pernah sekalipun melihat putrinya itu terlihat panik seperti ini. Bagi dirinya, putrinya itu terlalu sempurna untuk ukuran seorang wanita. Ia memiliki apapun, paras cantik, keramahan, dan kecerdasan. Ia bahkan sangat pandai dalam mengumpulkan kepercayaan dirinya. Namun, melihat kepanikan putrinya itu, yang tentu sangat berlawanan dengan rasa kepercayaan diri yang biasanya putrinya tunjukkan itu membuatnya menyadari jika putrinya juga manusia biasa yang dapat mengalami kepanikan seperti wanita lain, bahkan orang-orang lain di sekita mereka.
"Jangan panik, Sayangku. Segeralah mempersiapkan dirimu, Ibu akan membantumu menata ini semua," mendengar tawaran bantuan dari Ibunya itu membuat Catherine tersenyum. Ibunya selalu saja memahami diirnya. Dengan riang, Catherine kemudian berjalan ke arah Ibunya dan menghujani pipi Ibunya itu dengan banyak kecupan.
"Kau yang terbaik Ibu," bisik Catherine. Setelahnya, ia segera berlari ke kamarnya dan mempersiapkan diri untuk pergi ke apartemen Alex dan menemuinya.
***
Sepertinya Catherine terlambat. Oh, ia merasa begitu bodoh ketika tidak bisa mengatur waktu dengan benar. Selain terlalu lama mempersiapkan makanannya, ia juga terlalu lama berada di kamar mandi serta terlalu lama memilih pakaian apa yang akan ia kenakan hari ini untuk bertemu dengan Alex. Hal ini tentu saja membuatnya harus membuang banyak waktu untuk itu. Saat ini jarum jam tepat menunjukkan pukul tujuh pagi, sementara Catherine dan Tuan Charles, supir pribadinya, masih saja berada di jalan untuk menuju ke apartemen Alex.
"Apa kita bisa sampai pukul tujuh tiga puluh, Tuan Charles?" Tanya Catherine panik. Mungkin ia terlihat berlebihan, tetapi ia memang ingin bertemu Alex hari ini untuk memberikan sarapan sekaligus hadiah yang sudah dibelinya di Amsterdam kemarin. Jika tidak betemu Alex hari ini, tentu rasanya akan sangat mengecewakan baginya. Kemari ia tidak berhasil bertemu dengan Alex, dan sekarang, ia tidak ingin hal kemarin terulang kembali.
"Sepertinya bisa, Nona," jawab Tuan Charles, membuat Catherine merasa sedikit lega mendengarnya. Lain kali ketika ia akan melakukan hal-hal seperti ini lagi, mungkin ia akan lebih memerhatikan waktu dengan terus melihat angka yang ditunjuk oleh jarum jam.
Sebenarnya, selain karena ia tidak melihat jam sejak tadi, rasa lelah yang dirasakannya semalam sepertinya ikut berperan andil dalam kekacauan hari ini. Hei, ia hanya ingin melakukan sesuatu dengan baik dan benar untuk Alex, tetapi yang terjadi malah seperti ini.
"Kita sudah sampai, Nona."
Mendengar itu, Catherine dengan segera turun dari mobilnya, kemudian dengan sedikit kerepotan ia berjalan dengan menenteng beberapa tas yang berisikan beberapa bingisan yang telah di pesiapkannya sebelumnya. Oh, ia berharap Alex akan menyukainya.
Memasuki gedung apartemen itu, Catherine segera memasuki lift, kemudian menekan tombol-tombol lift untuk sampai ke lantai lima, tempat di mana apartemen Alex berada.
Ibu Alex sudah memberitahukan semua hal tentang apartemen Alex, ia bahkan memberi Catherine kode masuk dari pintu apartemen Alex itu, tetapi Catherine menolaknya. Ia tidak mungkin dengan seenak hatinya masuk ke dalam apartemen Alex tanpa seizinya bukan? Yah, walaupun statusnya sudah menjadi calon istri Alex, tetapi apa yang nantinya akan dipikirkan Alex mengenai dirinya jika ia tanpa meminta izinnya, masuk dengan asal ke apartemennya itu?
Ding.
Pintu lift berbunyi, menandakan jika ia telah sampai ke lantai dimana Alex tinggal. Dengan segera Catherine keluar dari lift itu. Dari tempatnya berdiri, Catherine bisa melihat jika terdapat dua pintu apartemen yang ada di lantai itu. Hal itu menandakan terdapat dua apartemen di lantai ini. Catherine tidak meragukan lagi jika apartemen Alex akan terlihat sangat luas untuknya.
Dengan perlahan, Catherine melangkahkan kakinya ke arah pintu apartemen nomor 5A, nomor apartemen milik Alex. Dengan gugup, ia kemudian membunyikan bel apartemen itu, lalu menunggu hingga Alex membuka pintunya.
Catherine jadi berpikir, apa Alex tidak merasa kesepian ketika harus tinggal sendirian di apartemen sesunyi dan seluas ini? Jika itu dirinya, ia mungkin akan gila karena merasa kesepian. Untuk itu, ia lebih memilih untuk tinggal dengan Ibu dan Ayahnya bahkan di usianya yang sekarang ini, yang tentunya harus hidup mandiri seperti apa yang dilakukan Alex. Namun, Alex adalah seorang laki-laki, tentu sangatlah perlu untuk hidup mandiri walaupun harus tinggal sendirian seperti ini.
Catherine kembali menekan tombol bel itu ketika belum mendapati jika Alex akan membuka pintunya. Oh, ia tentu masih bersabar menunggu pintu itu dibuka, tetapi setelah hampir sepuluh menit ia menunggu, tidak ada tanda-tanda jika seseorang akan membuka pintu apartemen itu. Merasa tidak tahu harus berbuat apa, Catherine terus saja membunyikan bel itu beberapa kali, tetapi lagi-lagi tidak ada respon dari sana.
Oh, sepertinya ia terlambat karena Alex sudah tidak ada di apartemennya. Ia mungkin sudah berangkat kerja sejak tadi. Merasa tidak ada yang bisa dilakukannya lagi di sana, Catherine memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
Dengan perasaan kecewa, ia berjalan lesu ke arah pintu lift. Ia sekali lagi mengecek ponselnya, memastikan jika jam ponselnya salah, sehingga membuatnya datang terlambat kemari, tetapi nyatanya jamnya benar, ini masih pukul tujuh tiga puluh dan ia tidak menemukan Alex di apartemennya. Ia tertunduk menyesali kebodohannya, sembari menunggu pintu lift itu terbuka untuk menghantarkannya pergi dari tempat ini.
Jika saja dirinya membagi waktu dengan baik, mungkin dirinya sudah bertemu dengan Alex sekarang. Oh, apa mungkin ia datang ke kantornya saja sekarang? Namun, apa Alex akan merasa nyaman dengan kedatangannya nanti?
"Permisi," ujarnya ketika melihat seseorang menghalangi jalannya untuk masuk ke dalam lift. Seseorang itu tidak mengindahkan ucapannya, membuatnya harus mengadahkan kepalanya untuk memprotes, tetapi ia mengurungkan niatnya ketika mengetahui jika seseorang itu adalah Alex.
Alex berdiri tepat dihadapannya dengan melemparkan tatapan penuh keheranan padanya, sementara dirinya menatap balik pada Alex dengan tatapan kebingungannya. Alex dengan penampilan yang tidak bisa dikatakan rapi untuk berangkat bekerja itu sedang berdiri di hadapannya dan hei! Apa ia dalam posisi pulang dari kerja sekarang? Bukankah seharusnya ia sudah berangkat bekerja sekarang?
"Alex," gumamnya lirih. Ia kemudian tersadar jika ia menghalangi jalan Alex untuk keluar dari lift itu.
Catherine kemudian menyingkir dari hadapan Alex, sehingga Alex bisa keluar dari lift itu.
"Hi," ujarnya ragu-ragu sembari membenahi rambut panjangnya yang menutupi sebagian dari penglihatannya itu.
"Catherine," ujar Alex dengan suara dinginnya.
Oh, ini sepertinya baru pertama kalinya Catherine mendengar namanya keluar dari bibir Alex, dan ia pikir ia menyukainya.
"Aku... Aku baru saja datang untuk memberimu beberapa barang yang kubeli dari Amsterdam, dan... Ya... Ada sarapan pagi juga untukmu."
Alex terdiam cukup lama menatap sebuah tas yang disodorkan Catherine kepadanya itu. Apa wanita ini mencoba untuk membuatnya terkesan?
Setelah semalam ia minum bersama dengan Sean, ia kemudian memutuskan untuk bersenang-senang sebentar dengan wanita-wanita yang ada di club malam itu. Kepalanya terasa sedikit pusing karena ia meminum cukup banyak alkohol semalam, sehingga segera setelah pergi dari tempat itu, ia berharap ia bisa pulang dan tidur sejenak untuk menghilangkan rasa pening di kepalanya, tetapi sepertinya ia tidak bisa melakukannya karena Catherine tanpa diminta sudah berada di depan apartemennya seperti ini.
"Oh, kupikir kau tidak perlu merepotkan dirimu seperti itu," ujar Alex dengan dingin. Ia tidak ingin memberi sebuah harapan untuk wanita dihadapannya ini karena ia tidak ingin gadis ini terus saja menganggui hidupnya.
Setelah mengatakan hal itu, Alex berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Catherine tanpa mencoba meraih bingkisan yang sudah di sodorkan Catherine kepadanya itu.
"Ehm... Alex!" Catherine memanggil Alex, kemudian mengikutinya yang berjalan dengan terburu ke arah pintu apartemennya.
"Apa kau baru saja pulang?" Alex tidak menjawab pertanyaan Catherine. Ia malah terlihat sibuk memasukkan kode pintu apartemennya.
"Mungkin kau lelah dan tidak sempat mencari makan pagi, apa perlu aku menyiapkan semua ini untukmu?" Catherine berujar dengan cepat, tidak ingin Alex melewatkan satu kata pun yang keluar dari mulutnya.
Alex tidak tahu mengapa wanita ini begitu memaksanya untuk mendengarkan atau memperhatikannya.
Wanita itu memangnya berpikiran apa tentang dirinya sendiri? Seorang putri dari Kerajaan Inggris atau putri rekan bisnisnya sehingga membuatnya harus mengahadapinya?
"Ya, aku sangat lelah dan aku membutuhkan waktu untuk beristirahat, jadi bisakah kau pergi dari sini?" Nada tidak suka sangat kentara di suara Alex, tetapi Catherine tidak ingin menyerah begitu saja.
"Ya, karena itu akan lebih baik jika kau memakan sarapan yang kubuat, kemudian-,"
"Baiklah aku akan mengambilnya, sekarang aku memintamu untuk memberiku waktu istirahat, bagaimana?"potong Alex.
Catherine sebenarnya sangat ingin menghabiskan waktunya untuk berbincang dengan Alex, tetapi sepertinya Alex terlalu lelah untuk melakukannya.
Catherine mengangguk tersenyum, sebisa mungkin tidak menampakkan kekecewaan yang dirasakannya.
"Kuharap kau menikmatinya, selamat beristirahat, Alex," ujarnya lirih, sementara Alex tidak mengatakan apapun untuk membalasnya.
Alex dengan kesal berlalu masuk ke dalam apartemennya dan membawa masuk bingkisan dari Catherine itu. Alex sebenarnya tidak ingin mengambilnya, tetapi jika mengambil berarti Catherine pergi dari apartemennya ia akan melakukannya.
Baru beberapa hari lalu ia bersyukur jika tidak ada gangguan dalam hidupnya, tetapi sekarang ia kembali mendapatkannya. Ia menghela napas lelah, semoga kedepannya hal seperti ini tidak akan terjadi lagi.
***