Chereads / Unexpected Wife / Chapter 5 - Empat

Chapter 5 - Empat

Hari-hari setelah pertemuan makan malamnya dengan Catherine dan Ibunya, Alex merasa hidupnya kembali tenang. Ibunya tidak lagi mengejar-ngejarnya dengan keinginan-keinginan mengenai pernikahan.

Ya, tentu saja Ibunya tidak mengejar-ngejarnya lagi, Alex kan sudah menyetujui semuanya, tentu saja ibunya tidak akan menganggunya lagi. Dan ia berharap... Catherine melakukan hal serupa seperti apa yang ibunya lakukan sekarang. Mereka boleh saja akan segera menikah dan mungkin tinggal bersama di bawah satu atap yang sama, tetapi tentu saja tanpa adanya hal apapun yang menuntun mereka ke arah perasaan aneh yang memang tidak Alex inginkan sebelumnya.

"Alex, lama tidak berjumpa," lamunan Alex terhenti ketika seseorang tiba-tiba saja masuk dari pintu ruang kerjanya. Ia mengadahkan kepalanya dan menemukan, Sean, teman seperjuangannya itu sedang berjalan masuk ke ruang kerjanya. Sean Parker. Yah, mereka pernah bersekolah di satu SMA yang sama, bahkan mereka berada di kelas yang sama saat itu.

"Sean! Apa yang mengantarkanmu kemari, dude?" Alex beranjak dari duduknya, kemudian berjalan ke arah temannya itu, lalu dengan bersemangat ia memeluk dan menepuk-nepuk pundak temannya itu dengan kuat. Hei, mereka sudah tidak bertemu hampir selama tujuh tahun lamanya, tentu saja pertemuan kali ini merupakan sesuatu yang menggembirakan bukan?

"Hanya ingat jika kau pernah memiliki hutang padaku," Alex tertawa, kemudian mempersilahkan Sean untuk duduk di sofa yang ada di ruangannya itu.

"Kau tampak berbeda sekali ya," ujar Sean bergurau sembari menatapi penampilan Alex.

Sean tidak dapat melupakan bagaimana teman yang duduk di hadapannya ini dulunya adalah seseorang yang dapat dikatakan sebagai remaja nakal, ia juga tidak penurut dan tidak pernah rapi dalam berpakaian, ia bahkan pernah tergabung kedalam geng-geng sekolahan yang tidak jelas saat itu. Alex yang dulu tidak seperti Alex yang dilihatnya sekarang ini. Entah malaikat apa yang merasuki kawannya itu, hingga membuatnya berubah menjadi seperti ini, menjadi lebih baik dan.... Seperti bukan Alex yang dikenalnya sebelumnya.

"Kau juga berbeda," sindir Alex tertawa.

Ya, Sean seharusnya merasa bodoh karena mereka dulunya tergabung dalam satu geng yang sama. Geng anak-anak SMA yang nakal dan sangat sulit untuk diatur. Oh, lihat saja sekarang, mereka sama-sama berubah ke arah yang sama, sama-sama bekerja di bidang bisnis dan meninggalkan kenakalan mereka itu.

"Ya, tentu saja."

"Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku dengan benar. Untuk apa kau datang kemari?" Alex menuntut jawaban dari Sean. Tidak ada petir tidak ada hujan, untuk apa temannya datang ke tempatnya? Mereka sudah terlalu lama tidak bertemu, ia pikir mereka sudah saling melupakan satu sama lain, tetapi sepertinya tidak. Buktinya Sean datang kemari sekarang.

"Sedang ada urusan bisnis di sekitar sini," Alex mengangguk.

"Bagaimana hubunganmu dengan Hazel?" Alex bertanya penasaran, tiba-tiba saja ia teringat akan hal itu ketika melihat Sean.

Alex bukan penganut cinta pandangan pertama dan cinta sejati seperti apa yang temannya lakukan ini. Walaupun mereka termasuk ke dalam murid bandel dan nakal di sekolah mereka, dulunya, ketika mereka masih SMA, Sean sangat-sangat jatuh cinta pada Hazel dan ia akan melakukan apapun untuknya. Di saat semua orang seusia mereka saat itu sedang menikmati kebebasan mereka dengan meniduri gadis-gadis yang berbeda, Sean tidak akan melakukannya, ia tidak akan tidur dengan banyak gadis, bahkan juga tidak akan tidur dengan Hazel, ia lebih memilih 'pacaran sehat ala dirinya' seperti yang dijunjungnya saat itu. Pacaran dengan tidak lebih dari berciuman.

"Oh, kami baik, ia juga sudah memiliki anak," ujarnya tersenyum.

"Kau punya anak dengannya?" Alex tentu terkejut, sebegitukah cinta bodoh yang mereka miliki? Hingga membawa mereka ke jenjang pernikahan? Cinta monyet yang berkembang menjadi cinta sejati seperti apa yang dipercayai Sean sebelumnya?

"Oh, dia sudah punya anak dari suaminya, bukan... Bukan dariku," setelah mendengar jawaban itu, Alex rasanya ingin tertawa mengejek pada temannya itu.

"Sudah kukatakan, jangan terlalu menyukai wanita, jika kau terlalu menyukainya, hasilnya malah kau yang ditinggalkan," Sean menggeleng.

Ya, Alex mengatakan hal yang sebenarnya, ia bahkan masih ingat dengan masalah yang dialami temannya, Matthew. Dan sepertinya sekarang temannya ini juga mengalami hal yang serupa.

"Kami memang tidak berencana untuk menikah," Alex tersenyum mengejek pada Sean.

"Bagaimana dengan kau dan Aurora?" Huh? Alex mengerutkan keningnya merasa kebingungan. Siapa itu Aurora, ia bahkan tidak tahu akan nama itu.

"Siapa dia?" Sean menggeleng tidak percaya.

"Oh, kau! Tampilan berbeda tetapi kelakuan masih sama. Aurora, gadis pertama yang kau kencani saat itu."

Hei! Ia tidak pernah mengencani seorang gadis, ia lebih tepatnya meniduri gadis itu.

Namun, Alex sama sekali tidak mengingatnya. Ia mungkin saja tidak mengingatnya karena gadis itu tidak cukup berkesan untuk diingat pria seperti Alex. Namun, apa ia pernah merasa terkesan dengan wanita? Ya untuk teman tidur di ranjangnya, tetapi tidak untuk sesuatu yang berhubungan dengan perasaan atau kepedulian.

"Aku benar-benar lupa, bung. Lagi pula aku tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita."

"Kau nantinya pasti akan melalui hal itu Alex," Alex mengangkat kedua bahunya, kemudian memberi tatapan pada Sean yang mengisyaratkan, yah, kita lihat saja nanti.

Sementara Sean menggeleng melihat kelakuan temannya itu. Ia kemudian mengalihkan pembicaraan mereka ke arah lain, "hei, bagaimana bisnismu?"

***

"Catherine? Kau yakin akan membeli barang-barang sebanyak ini?" Catherine tersenyum meringis ketika Abbie, asistennya menanyakan hal itu kepadanya.

Catherine mungkin tampak begitu berbeda dari biasanya. Biasanya jika ia pergi ke suatu tempat, ia akan segera pergi dari tempat itu, segera setelah urusannya selesai. Ya, biasanya ia tidak akan berada lama di tempat itu, bahkan ia tidak akan menyempatkan dirinya untuk membeli pernak-pernik khas tempat yang dikunjunginya itu, tetapi kali ini, ia memutuskan untuk sejenak berada di Amsterdam dan membeli beberapa barang untuk siapapun itu, ayah, ibu, bahkan calon ibu mertuanya dan mungkin juga Alex.

"Cat! Kau benar-benar akan membeli semua itu?" Tidak mendapatkan jawaban apapun dari Catherine, Abbie kembali menanyakan pertanyaannya itu kepada Catherine. Kali ini ia menyentuh barang-barang yang ada di troli belanjaan Catherine yang tentu saja jumlahnya cukup banyak. Di dalamnya terdapat makanan seperti cokelat, keju khas, snack-snack kecil, kemudian ada pula berbagai pernak pernik seperti gantungan kunci dan piring-piring cantik khas dari Amsterdam.

Catherine tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya saat ini. Dirinya yang sekarang terlihat seperti bukan dirinya yang biasanya, bukan hanya karena kegiatan belanja anehnya kali ini, melainkan juga karena dirinya memiliki kebiasaan lain seperti terus memikirkan calon suaminya saat berada di sini.

Wajahnya memanas. Oh, apa terlihat sangat jelas jika Catherine begitu menyukai Alex?

"Aku hanya berbelanja sedikit untuk saudara-saudaraku," Catherine menjawabnya asal. Ia yakin Abbie pasti menemukan kejangalan dari apa yang dilakukannya sekarang ini, karena Catherine itu tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini sebelumnya.

"Kau biasanya tidak melakukan hal seperti ini," Catherine memutar matanya. Mencoba bersikap sebiasa mungkin pada asistennya itu. Ia tidak ingin Abbie mengetahui penyebab kebiasaan barunya ini.

"Sudahlah, aku sedang sangat ingin berbelanja, jangan ganggu aku, okay? Pergilah terlebih dahulu, nanti aku akan segera menyusulmu ke mobil."

Setelah mengatakan hal itu, Catherine berjalan meninggalkan Abbie yang terbengong kebingungan menatapinya, Abbie benar-benar tidak mengerti pemikiran rekan kerja sekaligus sahabatnya itu.

Catherine memang belum menjelaskan semua ini kepada teman, rekan kerja, agensi, juga asistennya itu. Ia ingin mengatakan tentang hal itu, setelah dirinya dan Alex benar-benar membicarakan semua hal yang berkaitan dengan pernikahan mereka bersama. Ia juga harus mengatakan konsekuensi apa yang harus didapatkan Alex jika ia mengatakan rencana pernikahannya ke agensinya, mungkin agensinya akan menyebarkan berita ini dan membuat Alex tidak nyaman, atau kemungkinan lain, dimana ia harus merelakan pekerjaan menyenangkannya sebagai model yang bahkan sudah sejak lama ditekuninya, untuk lebih melindungi privasi suaminya. Walaupun berat, tetapi jika pekerjaan itu akan berbuah manis menjadi ribuan bahkan jutaan perhatian dari Alex, ia tentu tidak akan ragu jika harus meninggalkan pekerjaannya demi Alex.

Ia kembali menjalankan trolinya ke seluruh penjuru toko. Oh, ia merasa begitu kebingungan harus membeli hadiah apa untuk Alex. Alex tentu memiliki semua hal yang diperlukannya, untuk apa Catherine bersusah payah mencarikan hadiah untuknya? Namun, ia benar-benar ingin melakukannya.

Catherine mendorong trolinya ke arah deretan sovenir yang ada di sana. Pandangannya terpaku pada sebuah miniatur sepasangan laki-laki dan perempuan yang sedang terduduk bersama dengan pakaian khas Amsterdam yang terlihat begitu menggemaskan baginya.

Ia termenung sejenak mengamati miniatur itu. Ia tahu akan sangat konyol jika ia membeli miniatur itu untuk kemudian dihadiahkan kepada Alex, tetapi ia ingin melakukannya. Entahlah, ia hanya ingin Alex selalu mengingatnya. Mungkin saja, jika miniatur menggemaskan itu diletakkan di meja kantornya, Alex akan selalu mengingat dirinya, karena ia sendiri yang memilih dan memberikan benda itu untuknya.

Catherine tersenyum memikirkannya.

Ia ingin Alex selalu mengingatnya. Ia selalu berharap jika pilihannya pada Alex akan menjadi pilihan yang tepat untuk kehidupannya. Ia sudah menginginkan Alex sejak lama, walaupun mungkin Alex belum membuka hati untuknya, tetapi ia yakin apapun itu jika bersama dengan Alex ia akan dapat membuat Alex menyukainya, dan ya... selanjutnya semuanya akan baik-baik saja.

***