Rumah makan di dermaga. Mereka menawarkan pemandangan yang indah dan makanan yang enak. Pemilik rumah memberikan kami tempat duduk di dekat jendela yang dapat melihat keluar ke arah laut dan kami sedang sibuk membaca menu saat ini. Aku menatap Jis dan sedikit mendesah. Dia hanya sangat tampan. Dia menggigit ibu jarinya ketika membaca menu dengan teliti.
"Bisakah aku memegang tanganmu, please?" aku mengulurkan tanganku.
"Kau dapat memegang tanganku kapanpun, sayang." Dia memberiku senyuman seksi tapi memberiku tangan yang salah.
"Bukan, tangan yang kau gigit, please."
Dia menukar tangannya dengan sebuah kernyitan dan aku membungkuk di atas meja dan mencium ibu jarinya. "Kau akan membuatnya berdarah." Aku melihat mata hitamnya, dan merasa senang melihat bahwa nafasnya berubah dan sentuhanku membuatnya bergairah.
"Jangan memulainya di sini, please." Suaranya rendah dan seksi, dan perutku mengencang.
"Aku tak tahu apa yang kau maksud." Aku melebarkan mataku tak berdosa.
"Aku hanya meyakinkan kau memiliki selera untuk makan siangmu."
"Aku akan mengatakan padamu untuk apa seleraku itu." Dia menyeringai licik, tapi sebelum aku dapat membalas, pelayan sudah berada di sisi meja.
"Apa yang bisa saya lakukan untuk kalian hari ini? Apakah kalian ingin mulai dengan sebuah makanan pembuka?" dia menatap kami berdua dengan sebuah senyuman, tapi dia membeku ketika melihat Jis dan seluruh darah mengalir dari wajahnya.
"Jis Khalifa! Oh wow! Aku fans beratmu, Jis...er...sir. Aku sudah menonton semua film Nightwalker sebanyak empat puluh kali. Ya Tuhan, mereka sangat bagus. Aku tidak percaya kau ada di sini. Bisakah aku mendapatkan tanda tangan? Dan foto?" kata-kata meluncur terburu-buru dan aku hanya bisa kembali duduk dan terkejut.
Jis melirikku, tapi terlihat untuk menemukan keseimbangannya dengan cepat dan menunjukkan senyuman turunkan-celana-dalammu yang mempesona, hanya untuk Miss Tak Terkendali, tapi itu tidak mencapai matanya, dan aku tahu bahwa senyuman itu dia gunakan untuk fans. Ini menarik.
"Maafkan aku, aku tidak bisa memberikan foto, tapi aku senang untuk menandatangani sesuatu untukmu."
"Oh, bagus! Di sini." Dia menyodorkan buku notes dan pena padanya.
"Siapa namamu, sugar?" oh, dia sungguh-sungguh melakukannya.
"Riana. Ya ampun, tunggu sampai teman-temanku tahu aku bertemu denganmu! Mereka akan sangat iri." Dia praktis melompat-lompat dan senyum Jis tidak pernah putus.
"Well, aku senang kau menikmati filmnya. Ini untukmu." dia mengembalikan buku padanya dan dia memeluknya di dada, seluruh wajahnya seperti lengket dan aku harus menunduk untuk menahan tawa dan memutar mataku padanya.
Setelah beberapa detik yang terasa lama, dia hanya berdiri di sana, menatap Jis, aku memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Jadi, um, kami akan memesan sekarang, jika kau berkenan, Riana."
Dia menggoyangkan dirinya keluar dari hipnotis dan merona, tapi tidak bertemu dengan mataku.
"Oh, tentu saja. Apa yang bisa kusiapkan?"
Dia menatap penuh harap pada Jis dan Jis menyeringai.
"Apa yang kau inginkan, sayang?" dan lelakiku kembali.
"Aku ingin Salmon Caesar salad please, dengan ekstra lemon. Jenis wine apa yang kau punya?" aku tetap menatap ke dalam mata Jis dan aku lega melihat matanya menari dengan lucu.
Oh, um..." dia menyebutkan daftar wine dan aku memesan Sweet Riesling untuk saladku.
"Dan apa yang bisa saya siapkan, Mr. Jis...er...sir?" wajahnya memerah.
"Aku akan memesan yang sama seperti kekasihku. Kedengarannya lezat."
Kekasih!
"Oke, beritahu aku jika kalian menginginkan yang lain. Terimakasih lagi untuk tanda tangannya!" dan dia pergi.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku ketika kami sudah sendirian.
"Yeah, itu tidak terlalu buruk. Bagaimana denganmu?"
"Geli. Aku tidak tahu harus tertawa atau merasa bersalah padanya."
"Hey, apakah kau mengatakan bahwa aku tidak mempunyai perasaan? Aku terluka." Dia kembali duduk dan memegang dadanya tepat di jantungnya.
"Oh, tidak, kau tentu saja membuatku berdebar, bersama dengan beberapa daerah lainnya, Mr. Jis...er...sir."
"Kau mempunyai mulut yang lancang, Put."
"Aku senang kau menyadarinya."
Kami bertahan untuk menikmati makan siang kami, tapi pelayan-pelayan lain dan staff dapur terus menghentikannya untuk mendapatkan tanda tangan atau mengatakan betapa mereka menyukai filmnya, dan menanyakan mengapa dia tidak berakting lagi. Beruntung restoran tidak terlalu sibuk, jadi tidak banyak pelanggan yang mengganggu kami.
Akhirnya ketika aku sudah tidak bisa menghitung berapa banyak pegawai yang datang untuk mengganggu makan siang kami, aku mengundurkan diri.
"Kau baik-baik saja?" Jis bertanya padaku.
"Aku baik-baik saja. Aku akan segera kembali." Aku memberikan senyuman yang cerah dan menenangkan, dan meninggalkan meja.
Aku menemukan Riana di dekat bar. "Aku ingin berbicara dengan manager, please."
"Oh, tentu. Aku akan memanggilnya." Dia menghilang di apa yang kukira sebagai dapur dan muncul kembali dengan seorang yang tinggi, berambut merah, seumuranku, yang tidak mengatur dengan baik makan siang kami.
"Ada yang bisa saya bantu, ma'am?" Astaga, sejak kapan aku menjadi ma'am?
"Ku harap. Jis Khalifa dan aku sedang makan siang di sini, dan pegawai mu telah mengganggu kami untuk meminta tanda tangan dan berbicara dengannya. Aku akan sangat menghargainya jika kau meminta mereka untuk berhenti."
Dia mengernyit ketika mendengarkan komplainku. "Maafkan saya, mereka tidak seharusnya menghampiri kalian. Itu melanggar peraturan. Bisakah saya menyusun kembali makan siang anda?"
"Ini bukan tentang uang, ini tentang kurangnya privasi. Aku yakin dia bukan selebriti pertama yang datang ke restoranmu."
"Tentu saja tidak. Aku akan membereskannya. Aku meminta maaf atas nama pegawai."
Aku berjalan kembali ke meja kami dan mendengar Riana meminta maaf kepada bosnya.
Ada seorang anak laki-laki berdiri di samping meja kami ketika aku kembali dan aku menepuk bahunya. "Bos mu ingin bertemu denganmu."
"Oh! Okay. Terimakasih untuk tanda tangannya!" dia tersenyum dan pergi.
"Itu tidak akan terjadi lagi." Aku memberitahukan Jis.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku pergi menemui manager. Jika pengunjung restoran yang datang, itu adalah pengecualian, tapi tidak seharusnya pegawai mengganggu kita setiap lima menit."
"Put, ini hanya terjadi sesekali."
"Well," aku mengangkat bahuku. "Mereka sudah cukup menemuimu. Ini adalah kencan makan siangku dengan kekasihku, dan aku sudah cukup membaginya."
Matanya bersinar dan senyum yang dia berikan padaku bahkan lebih lebar daripada senyuman -turunkan celana dalammu- yang diberikannya untuk pelayan tadi dan aku merasa meleleh di dalam.
"Kekasihmu menikmati kencan makan siang ini bersamamu."
"Aku senang." Aku tersenyum malu dan menyesap wine ku.
Makanannya lezat dan kami tidak terganggu lagi, kecuali ketika mereka bertanya apakah kami menginginkan wine atau dessert lagi.
Riana meletakkan check holder berbahan kulit di atas meja dan meninggalkannya. Jis membukanya dan kemudian mengerutkan kening, lalu tersenyum dan memberikannya padaku. Bukan tagihan, tetapi sebuah note.
"Kami menghargai kesabaran dan kemurahan hati Anda kepada pegawai kami. Makan siang kali ini gratis, dan mohon terima kupon senilai $250 untuk bergabung bersama kami kembali, tanpa gangguan, secepatnya. --Management'
"Ya ampun, kurasa percakapanku dengan manager tadi berhasil."
"Sepertinya kencan malam hari ada di depan mata kita." Jis menyeringai dan menyelipkan kartu itu di dompetnya.
.
"Put, aku mendapatkan malam yang menyenangkan. Aku tahu suamiku akan menyukai foto-foto itu." Klara memberikan senyuman dan pelukan sebelum meninggalkan studio.
"Dia akan menelan lidahnya ketika melihat foto ini, aku jamin."
"Mungkin kami bisa datang lagi kapan-kapan sebelum liburan dan melakukan sesi foto pasangan. Terdengar sangat menyenangkan."
Klara menyampirkan tas tangan Coach hitam di bahunya.
"Aku akan menyukainya! Beritahu aku kapan kau akan melakukannya. Aku
akan melakukannya untukmu." Aku melambaikan tangan kepada Klara dan mulai membereskan ruangan.
Klara sangat menyenangkan, sangat cantik dan menggoda, dan dia mempunyai beberapa ide yang bagus juga. Aku mengumpulkan beberapa lingerie yang harus dibersihkan dan mendorong furniture kembali ke tempat semula, mematikan lampu penerangan ketika ponsel ku berbunyi.
Jantungku melompat, dan aku berharap bahwa itu Jis. Dia mengantarkanku kembali ke rumah setelah kencan makan siang kami dan berkata bahwa dia memiliki beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di rumah, hal itu tidak menjadi masalah karena aku juga harus mencuci beberapa pakaian dan bekerja. Tapi aku merindukannya, dan pikiran tidak melihatnya sampai besok pagi ketika aku pergi ke gym bersamanya - yang masih tetap membuat ku takut - adalah pikiran yang menyedihkan.
"Apa sesimu sudah selesai, sayang?"
Aku selalu menyukai ketika dia memanggilku sayang.
"Baru saja selesai, masuk ke dalam rumah sekarang. Apa yang sedang kau lakukan?"
Aku mengunci studio dan masuk ke dalam rumah. Udara musim gugur, dan setelah matahari terbenam udara menjadi sangat dingin, jadi aku memeluk hoodie ku ketika melintasi halaman belakang. Anna menyalakan lampu dapur untukku, dan aku berhenti di lemari es untuk mengambil sebotol air dan segenggam anggur sebelum menuju kamar tidurku. Ketika aku menaiki tangga, aku mendengar Adele bersenandung, dan sesaat bertanya-tanya apakah itu berasal dari kamar Anna.
Aku berjalan ke kamarku dan kemudian berhenti.
Sialan.
Musik itu berasal dari kamar ku, dan ada Jis di sana, duduk di atas ranjangku, bertelanjang kaki, dalam celana basket pendek hitam dan t-shirt hitam. Dia mengerutkan kening di depan laptopnya dan menggigit ibu jarinya.
"Jadi ini yang kau lakukan."
Dia tersenyum dan mendongak ketika mendengar suaraku.
"Ku harap kau tidak keberatan, Anna membiarkan ku masuk. Ku pikir aku hanya harus menunggumu di sini."
Aku berjalan ke arah ranjang dan meringkuk di sampingnya, memberikan anggur terakhirku padanya.
"Aku tidak keberatan. Aku sedang memikirkanmu."
"Yeah?"
"Yeah."
Dia mematikan laptopnya dan meletakkan di lantai dan ketika dia kembali aku merangkak naik ke pangkuannya.
"Aku takut kau akan berpikir kalau aku lancang." Aku mendengar senyuman di suaranya ketika dia menciumi kepalaku dan aku bertahan dengan menggosokkan hidungku di dadanya. Ini hanya sangat melegakan bertemu dengannya, menyentuhnya.
"Kau menjadi lancang, tapi aku tak keberatan."
"Aku merindukanmu hari ini."
Aku mundur dan menelusuri wajahnya dengan jariku. "Kau, melihatku ketika makan siang."
"Ya aku melihatmu. Tapi itu sudah beberapa jam yang lalu. Sepertinya aku tidak pernah merasa cukup denganmu, sayang."
"Kau ingin tinggal di sini malam ini?" aku bertanya dengan susah payah.
"Jika kau mengijinkan, ya."
"Bagus."
Aku meraih ke atas dan mencium sudut bibirnya, dagunya, hidungnya, sementara jariku menyisir rambut lembutnya. Mata indahnya menatapku, dan dengan sabar dia membiarkanku menyentuh dan menciumnya. Tangannya menggosok punggung ku dengan lembut dan keinginan menyebar di diriku.
Aku memegang pinggiran t-shirtnya dan bersandar ke belakang agar aku bisa menariknya keluar melalui kepalanya.
"Aku suka tubuhmu," gumamku ketika tanganku menelusuri bahunya, dadanya dan turun ke lengannya dan tangannya memegang erat pantatku.
"Benarkah begitu?"
"Hmmm..." aku mencium lehernya dan menggigit kecil telinganya.
"Kau sangat hot."
"Oh, sayang, aku menginginkanmu." Aku merasa sangat bertenaga dan seksi, mengetahui bahwa aku membuatnya gila dengan sentuhanku, dan aku hanya ingin kami berdua telanjang. Sekarang.
"Aku milikmu, Jis."
Matanya membara. "Sial, ya kau milikku."
Dia melepas hoodie, kemeja dan bra ku dengan cepat, kemudian mendorongku berbaring di ranjang, lalu dia melepaskan celana dan celana dalamku. Mulutnya berada di atas tubuhku sekarang, di payudaraku, leherku, sisi tubuhku. Tanganku berada di rambutnya ketika dia bergerak melepaskan celana pendek dan boxernya, melemparkannya ke lantai.
"Oh, Jis." Darahku mendidih sekarang dan aku harus mendapatkan dirinya berada di dalamku.
"Ya, sayang, apa yang kau butuhkan?"
"Kau, di dalamku. Sekarang." Dia tersenyum di atas perutku dan menjilat piercing ku dengan lidahnya.
"Belum saatnya." Dia mencengkeram pinggulku dengan tangannya dan naik ke atas tubuhku, siku nya di sisi tubuhku. Dia mencium ku dalam, sangat lembut, lidahnya melakukan hal yang luar biasa lezat di dalam mulutku. Tangan kuatnya membelai sisi tubuhku ke atas dan ke bawah dan aku memegang wajahnya dengan tanganku dan mengembalikan ciumannya dengan hasrat yang sama.
Aku terkejut ketika jarinya menemukan putingku dan menariknya terus menerus, mengirimkan kepuasan kecil turun ke tubuh bawahku. Aku mulai menggerakkan pinggulku dan menelusuri sisi tubuhnya dan melingkarkan tanganku untuk menangkup pantatnya, menariknya ke arahku.
"Sial, Put, kau sangat cantik." Mulut tajamnya membuatku menelan ludah. Dia melarikan tangannya turun ke punggungku, di atas pantatku, dan menyilangkan kaki ku di pinggangnya. Dia mendorong ke depan dan perlahan, hanya sedikit, menyelipkan hanya ujung kejantanannya di dalam tubuhku.
"Oh Tuhan, ya."
"Ini yang kau inginkan?"
"Ya!" aku memeluknya dengan lenganku, menariknya. Tiba-tiba, dia memutar di atasku, dan aku menyilangkan kaki ku yang lain di sekelilingnya dan dia mendorong ke dalam tubuhku, seluruhnya. Aku memutar pinggulku dan dia menggeram, bibirnya di bibirku, siku nya di samping kepalaku dan tangannya terbenam di rambutku.
Aku mencengkeram pantatnya di tanganku, tapi dia menghentikannya tiba-tiba dan menatapku di bawahnya, mata hitamnya seolah meleleh, wajahnya terlihat sangat serius.
"Ada yang salah?" tanyaku terengah-engah.
Dia menggelengkan kepalanya dan menutup matanya sama seperti ketika dia sedang mengalami kesakitan, dan sepotong kepanikan menusuk jantungku.
"Apa itu?" tanganku ku turunkan ke dadanya.
"Aku hanya..." dia membuka matanya lagi, memaku diriku dalam tatapan intensnya dan mulai menggerakkan pinggulnya sekali lagi, menyodok keluar masuk tubuhku seperti ada sesuatu yang lebih dari sekedar keinginan yang mendorongnya.
"Kau hanya terasa sangat nikmat, sayang."
Aku mengerang dan menggerakkan pinggulku, bertemu miliknya, dan kemudian dia duduk bertumpu di tumitnya dengan cepat membawaku bersamanya, tidak memutuskan kontak tubuh kami yang berharga. Aku memeluk lehernya dengan kedua lenganku dan menempatkan kaki ku di samping pinggulnya dan dia menuntunku bergerak naik dan turun di tubuhnya, tangannya dengan kuat diletakkan di pantatku.
Aku merasakan perasaan yang oh-sangat familiar mengencang di tubuhku bersamaan dengan puncak ku yang semakin dekat, dan dia seharusnya merasakannya juga karena dia menambah kecepatan dan menarikku menuruni tubuhnya semakin keras.
"Berikan padaku, sayang.. Ayo, sayang... Datang lah untukku." Dan aku pecah di sekelilingnya, benar-benar kelelahan.
Dia menarikku turun sekali lagi dan dia meledak di bawahku, memanggil namaku bersamaan dengan pelepasannya.
.
Jis memeluk tubuhku di ranjang, dadanya menekan punggungku.
Rasanya hangat dan nyaman dan hanya... terasa aman.
"Kau menjadi tak pernah puas sejak aku bertemu dengan mu, Put."
Aku tertawa. "Yeah, aku memang hanya memanfaatkan tubuhmu saja."
"Aku tahu itu!" dia menggelitik rusukku dan aku menggeliat di lengannya, berbalik untuk melihatnya.
"Apa kau akan menendang pantatku di gym besok?" aku menyentuh bibir bawahnya dengan ujung jariku.
"Tidak, aku lebih memilih melihat pantatmu." Aku terkekeh dan mencium dagunya.
"Kau dapat melakukannya kapanpun, kau tidak harus membawaku ke gym untuk melakukannya."
"Itu akan menjadi olah raga bersama yang menyenangkan."
"Okay."
"Percaya padaku."
"Aku percaya, secara tidak langsung." Kejujuran di suaraku mutlak.
Aku mempercayainya, dan hal itu memenuhiku dengan kehangatan yang tidak pernah ku rasakan sejak sebelum orang tua ku meninggal.
Jis mencium keningku dan menyelipkanku di dadanya.
"Tidurlah, gadis cantik."