Chereads / Datang Padaku / Chapter 17

Chapter 17

"Bangun, sayang." Jis menyisir rambut dari atas wajahku dan dengan lembut mencium keningku.

Aku ingin dia pergi agar aku bisa mengubur diriku di seprai dan kembali tidur. Ini terlalu pagi!

"Tidak."

"Ayolah, sayang, buka kedua mata hijau indah itu."

"Aku tidak harus melakukannya."

Dia terkekeh dan menciumi pipiku. "Ayo, morning girl, bangun. Sudah waktunya pergi melihatku memanas di gym."

Aku berguling ke samping dan membuka satu mata, mengamatinya ragu-ragu. "Kau membenciku."

"Tidak, sayang, kebalikannya. Ayo, cepat bangun." Dia menyapukan bibirnya di atas pipiku berlanjut

ke bibirku, membuatku mendesah.

"Tinggal saja di sini dan melakukan hal yang menarik, tampan."

"Tidak, tidak boleh. Ayolah, bangun." Dia menampar pantatku dan berguling menjauh dariku. Dia sudah berpakaian!

"Oh Tuhan, kau selalu bangun pagi. Ini bisa merubah segalanya."

Aku duduk dan meregangkan tubuhku, melihatnya hati-hati.

"Sudah ingin mencampakkanku?" senyumnya sangat cerah.

"Aku sedang memikirkannya." Aku menggosokkan tanganku turun dari wajahku dan menyadari

mencium aroma kopi. "Apakah aku mencium bau kopi?"

Jis mengambil sebuah mug dari ujung meja dan menyesapnya.

"Aku membawakan ini untukmu, tapi karena kau mencampakkanku, aku akan meminumnya sendiri."

Aku melompat dari ranjang dan merebut mug di tangannya.

"Milikku!"

"Ah, ah, ah!" dia menjauhkannya dari jangkauanku. "Kau menyakiti perasaanku."

Seringaiannya mengkhianatiku, tapi aku meneruskannya, menikmati permainan ini. "Maafkan aku. Bolehkah aku mendapatkan kopi itu?"

Aku menggigit bibirku dan menatapnya dengan polos melewati bulu mataku. Dia mengulum bibirnya dan menggerakkan kepalanya dari sisi ke sisi seperti sedang mempertimbangkan permintaanku.

"Well, mungkin. Jika kau menciumku."

Aku mengerutkan bibir bersiap menciumnya, mengangkat wajahku, menanamkan bibirku pipinya dengan suara kecupan yang keras.

"Sekarang?" tanyaku.

"Oh, ku pikir kau bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Ini kopi yang sangat enak." Dia menyesap lagi dan bergerak dengan cepat menjauh dariku ketika aku akan mengejarnya lagi.

Mengganti siasat, aku meluncurkan tanganku ke dalam celana pendeknya dan mencengkeram ereksinya yang membesar di tanganku, menggosoknya ke atas dan ke bawah. "Sekarang?"

Matanya membelalak dan dia menyeringai dengan licik. "Aku suka cara berpikirmu, sayang." Dia memberikan mug itu dan aku melepaskannya, berjalan ke kamar mandi.

"Hey!"

"Aku akan melakukan hal yang menarik dengan mu di gym, bukan di sini." Aku melambai dari balik bahuku dan menutup pintu di belakangku sementara Jis tertawa.

"Sayang," dia berteriak di balik pintu, "Kau membuatku tertarik di manapun."

.

Gym Jis kecil dan jauh dari jalan besar, yang mana tidak terlalu mengejutkanku. Kecil kemungkinan dia akan dikenali di sini, dan aku menyukainya, ini seperti menjadi sebuah tempat tanpa hal yang tidak masuk akal, dengan musik rock yang menghentak dari sound system, dan tanpa hiasan. Tidak ada bar, tidak ada gadis yang berlenggak-lenggok dengan pakaian ketat. Orang-orang datang kesini untuk berolah raga, bukan untuk diperhatikan. Ini sangat dirinya.

"Dimana kau ingin memulai?" tanyanya ketika dia mempersilahkanku berjalan di depannya.

"Kita tidak bertemu dengan trainer mu?" aku lega bahwa kami hanya akan berdua saja hari ini. Aku tidak merasa cukup percaya diri untuk berolahraga dengan seorang trainer. Aku tahu bahwa aku kuat dan kencang, meskipun tubuhku berlekuk, tapi aku tidak suka orang asing menyentuh atau melihat tubuhku.

"Hanya kita berdua hari ini, sayang."

"Oke, kupikir aku akan berlari sebentar."

"Kedengarannya bagus." Dia mendahului ku ke barisan treadmill dan kami memilih dua mesin yang saling bersisihan di ujung baris.

"Aku membawa musik." Aku menarik iPhone dan headset keluar dari bra ku dan memasangnya di telingaku.

"Apa lagi yang kau punya di sana?" dia tertawa dan begitu pula aku. Aku suka mood nya hari ini. Dia bersenang-senang dan itu membuatku rileks. "Baiklah, aku akan membaca berita." Dia menunjuk TV layar datar di depan kami.

Dia menunjukkan padaku bagaimana cara kerja treadmill, menyalakannya untukku, lalu melompat di treadmill nya dan memulai jogging yang mantap. Mulutku jadi kering. Oh Tuhan, laki-laki ini sangat luar biasa. Dia bergerak tanpa beban, dan aku harus segera berpaling sebelum mulai berjalan.

Aku memutar musikku – Lady Gaga hari ini – dan mengatur kecepatanku dengan irama musik. Aku selalu menyukai berlari, aku hanya tidak pernah menemukan waktu yang tepat.

Aku melihat panel instrument di depanku dan mengosongkan pikiranku, mendengarkan Ms. Gaga menyanyikan Bad Romance. Dalam satu menit aku berada di dalam area, dan aku tersenyum ketika Kelly Clarksoin menyanyikan Stronger. Ya, aku bisa terbiasa dengan ini.

Sebelum aku mengetahuinya, tiga puluh menit dan sekitar tiga mil telah berlalu, dan aku sudah sangat berkeringat. Aku memperlambat kecepatannya untuk berjalan selama lima menit, lalu melompat, mengambil air minum. Aku melihat ke samping kanan dimana Jis berada tetapi dia sudah tidak ada disana.

Aku mengerutkan kening dan mencarinya di sekeliling gym. Aku tidak segera melihatnya, jadi aku mengumpulkan handukku, menyelipkan ponselku ke dalam bra dan berkeliling di sekitar alat- alat beban.

"Bisa kubantu menemukan sesuatu?" aku berputar pada suara dalam dan kemudian tersenyum.

"Bertand! Hey, apa kabar?"

"Baik." Dia menepuk pundakku, meremasnya beberapa detik lebih lama dari batas kesopanan, dan tersenyum lebar. "Aku belum pernah melihatmu di sini sebelumnya. Ingin bergabung?"

"Oh, aku datang dengan seseorang hari ini."

"Keren. Mau ku ambilkan air, atau handuk bersih?"

"Kau pasti berolahraga di sini." Gumamku.

"Oh, ya. Hey, aku bisa menunjukkanmu bagaimana menggunakan beban jika kau menginginkannya."

"Itu tidak perlu." Baik Bertand maupun aku berpaling ke sumber suara, suara dingin Jis.

"Hey." Bertand tersenyum pada Jis dan menjabat tangannya. "Aku tidak memperkenalkan diriku kemarin. Aku Bertand."

Jis menjabat tangannya dan tersenyum, tapi tidak mencapai matanya. "Jis."

Mata Bertand melebar dan dia menelan ludah. "Sialan, kau Jis Khalifa."

Senyum Jis tidak terputus. "Ya."

"Well, um..." Bertand memberiku tatapan aneh kemudian kembali tersenyum pada Jis. "Senang bertemu denganmu. Sampai jumpa, Put." Dia mengangguk padaku dan menghilang di balik alat beban.

"Jadi kelihatannya Bertand itu lebih dari sekedar teman dari seorang teman." Jis berbalik padaku, sorot matanya dingin. Sial.

"Tidak, dia memang seperti itu."

"Tidak terlihat seperti itu."

"Bagaimana kelihatannya?" aku mundur darinya dan menyilangkan lenganku di dada.

"Terlihat seperti dia akan mengambilmu."

Aku menggelengkan kepalaku tegas. "Dia hanya menggoda, Jis. Dia ingin terlihat sopan. Aku sedang mencarimu tadi."

"Aku mendapatkan telepon. Aku harus pergi, maaf. Aku harus kembali ke rumah dan melakukan beberapa pekerjaan."

"Baik, ayo pergi."

"Kau ada pekerjaan hari ini?" dia membuka pintu mobil untukku dan aku menyelinap masuk.

"Tidak," jawabku ketika dia sudah berada di belakang setir. "Aku libur hari ini."

"Kau boleh pulang bersamaku." Bagaimana bisa dia beralih dari marah dan cemburu ke manis dan ramah?

"Tidak perlu, antarkan ke rumah saja."

"Kau marah padaku?" suaranya lembut dan aku tidak bisa melihat wajahnya.

"Ya. Apa kau selalu bereaksi berlebihan kapanpun seorang laki-laki berbicara padaku?"

"Dia menyentuhmu dua kali dalam dua hari, Put. Dia tidak hanya berbicara denganmu."

"Tapi aku tidak melakukan sesuatu yang salah."

"Dia ingin berada di dalam celanamu dan kau tidak melakukan sesuatu untuk menghalanginya."

"Jis, aku lebih dari sanggup untuk mengatakan tidak. Percayalah, semua yang kukatakan, semua kehidupan dewasaku. Sampai bertemu denganmu." Suaraku meninggi karena aku merasa frustasi. Tidakkah dia melihat bahwa aku tergila-gila padanya? Bahwa aku tidak menginginkan orang lain?

"Aku tidak akan pernah merasa baik-baik saja dengan laki-laki lain yang meletakkan tangannya di tubuhmu. Biasakan itu." Suaranya tajam dan matanya sangat dingin.

Dia sampai di depan rumahku dan aku melompat keluar tanpa menunggunya membukakan pintu. Dia membanting pintu mobilnya dan mengikutiku hingga ke serambi depan.

"Pulanglah, Jis. Pergilah bekerja." Aku memasukkan kunciku di lubang pintu dan memutarnya tapi tangannya yang lebar menutupinya, membuatku tidak bisa memutar gagangnya.

"Put, jangan marah padaku."

"Jangan marah padamu? Aku mungkin kekasihmu, tapi aku bukan propertimu."

"Aku tidak mengatakan seperti itu." Dia mundur seperti aku akan memukulnya.

"Bertand hanya seorang bocah penggoda. Percaya padaku, tidak akan pernah ada sesuatu terjadi dengannya."

Matanya berkilat ketika mendengar nama Bertand lagi dan aku ingin menciumnya untuk menghentikan kecemburuannya, dan melempar kecemburuan dari dirinya yang hampir membuatnya buta oleh hal itu. Aku menghela nafas dan memutuskan untuk mengubah taktik.

"Ingat waktu kemarin kau membandingkan melihat Bertand dan aku di atas ranjang studio dengan melihat mu di layar dalam adegan percintaan?"

"Yeah." Dia menyisir rambutnya dengan tangan dan sangat terlihat frustasi.

"Apakah aku harus selalu cemburu setiap fans merangkak di sekelilingmu? Mereka semua ingin berada di dalam celanamu. Mereka semua. Mereka berfantasi tentang bersetubuh denganmu dan merayumu dan memintamu untuk menjadi kekasih mereka. Percaya padaku, gadis-gadis itu menghabiskan banyak waktu untuk memikirkanmu lebih dari yang ingin kupikirkan."

Dia akan mulai berbicara, tapi kemudian menutup mulutnya dan menggelengkan kepalanya.

"Jangan berani-berani berkata seperti itu. Ini bukan hal yang sama. Dia hanya menaksir. Bertand mempunyai kesempatan berada di dalam celanaku sama seperti salah satu dari semua perempuan menyedihkan itu berada di dalammu."

Dia menghela nafas dengan keras. "Well, kurasa aku dapat melihat poin mu."

"Pergilah bekerja. Aku ingin mandi."

"Kau masih marah padaku?" dia memperkecil jarak di antara kamu dan menggenggam tanganku erat.

"Sedikit. Aku bisa mengatasinya. Pergilah bekerja dan telepon aku nanti."

"Okay." Dia membungkuk dan menciumku, lalu mendorong jarinya di rambutku dan menarikku ke arahnya, menciumku sangat dalam, seperti dia meminta maaf dalam ciumannya dan aku meleleh padanya.

"Kau membuatku gila." Gumamku di bibirnya.

"Sama, sayang. Aku akan berbicara denganmu malam nanti."

Dia meninggalkanku di serambi dan aku melihatnya memasuki SUV hitamnya. Dia tersenyum dan melambaikan tangan dan keluar dari halaman rumahku. Aku telah jatuh cinta dengan seorang yang tampan, seksi, manis, pencemburu yang gila kontrol. Sial.

.

Anna berada di dapur ketika aku masuk ke dalam rumah. Aku membanting tasku di bar dan membuka lemari es mencari air minum.

"Well, halo sunshine," kata Anna sarkastik.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau bekerja?"

"Aku bekerja di rumah. Hey, kau sangat marah. Ada apa?" dia meletakkan tangannya di di pinggang dan cemberut, dan aku mendadak merasa lebih baik.

"Dia hanya membuat ku kesal di gym. Jis sangat pencemburu."

"Cemburu yang menakutkan atau cemburu yang seksi?" tanya Anna, alis nya naik.

"Cemburu yang bodoh." Aku mendesah dan tenggelam di bantal sofa merah di ruang keluarga. Anna mengikutiku dan duduk di pegangan kursi di seberangku, kaki telanjang nya berada di atas meja.

"Dia benar-benar tergila-gila padamu." Dia meneguk air minumnya. Aku mengangkat bahu. "Kukira. Aku baru dalam hal ini, Ann. Aku tidak suka ditanyai tentang hal-hal yang aku lakukan."

"Dia tidak menjadi seorang brengsek yang suka mengatur bukan?"

"Tidak, tapi dia menjadi seorang yang bossy. Bukan dalam artian yang buruk. Aku tahu dia peduli padaku. Dia sangat manis dan gentle padaku. Tapi oh boy, dia tidak menyukai Bertand." Aku memutar bola mataku dan menyandarkan kepalaku di bantal.

"Model seksi klien mu Bertand?"

"Yeah." Aku menjelaskan tentang Jis mengetahui kami berdua di dalam studio kemarin dan berlanjut dengan Bertand berada di gym hari ini.

"Gee, aku heran kenapa. Anak itu melakukan hal yang buruk padamu."

Aku cemberut padanya. "Dia tidak! Dia hanya menggoda! Kau juga jangan ikut memulainya."

"Kau tidak pernah menyadari ketika seseorang telah tertarik padamu, Put."

"Jis tidak mempunyai suatu hal yang harus dikhawatirkannya."

"Oh, aku tahu itu." Dia menyingkirkan kata-kataku ke samping dengan lambaian tangannya.

"Kenapa dia tidak?"

"Ini baru untuknya juga."

"Kau berada di pihak mana sebenarnya?"

"Pihakmu, sayang. Selalu di pihakmu. Dimana dia?"

"Dia pulang ke rumah untuk menyelesaikan pekerjaan. Seseorang menelepon ketika kami sedang berolahraga."

"Mungkin kau bisa menggunakan seharian berpisah dengannya."

"Mungkin. Hey, apa yang kau lakukan di sini? Akhir-akhir ini kau sering bekerja dari rumah."

Anna mengerutkan kening dan mengangkat bahu. "Bekerja dengan telepon dan internet sangat mudah."

"Uh uh. Aku tidak akan tertipu." Dia tidak memberitahukanku sesuatu. "Aku mengetahui dirimu terlalu baik, ANNA."

"Bos baru ku adalah seseorang yang brengsek." Dia mengangkat bahu lagi, tapi dia terlihat seperti dia sedang menahan tangisannya.

Alarm, aku duduk di meja, menurunkan kakinya dan menggenggam tangannya.

"Dia menyakitimu?"

"Tidak, dia hanya bajingan rendah." Dia mengangkat bahu lagi, dan kemudian menangis. Sialan.

"Sayang, apa itu?" dia menjatuhkan kepalanya di tangan dan menangis, keras, tersedu-sedu.

"Aku tidur dengannya." Dia menangis di balik tangannya.

"Apa?" aku duduk, terkejut, kaget. Anna mempunyai peraturan yang ketat, tidak meniduri teman kerja.

"Malam pertama kali kau membawa Jis pulang ke rumah." Aku ingat malam itu, ketika Anna naik ke atas tanpa datang ke dapur untuk bertemu dengan Jis.

"Bagaimana bisa? Ann, ini tidak seperti dirimu."

"Aku tahu." Dia mengelap wajah dan hidungnya dengan punggung tangannya. "Kami pergi makan malam dengan beberapa klien, dan aku terlalu banyak minum."

"Sayang, apa dia mencoba untuk mengganggu mu dengan hal ini di kantor?"

"Tidak! Tidak, tidak seperti itu." Dia mengambil nafas dalam dan aku memberikannya selembar tisu.

"Ini hanya terasa sangat tidak nyaman. Dan itu sangat tidak membantu bahwa dia terlalu hot. Hampir sama dengan Jis Khalifa." Dia tersenyum padaku dan bahuku sedikit rileks.

"Wow, itu cukup hot."

"Aku tahu, benarkan?" dia menggeleng kan kepalanya dan terlihat sedih lagi. Aku benci melihat Anna sedih. "Dan Put, kau akan terkejut ketika melihat apa yang disembunyikannya dibalik pakaian yang dia gunakan untuk bekerja. Wow. Itu adalah seks terbaik selama hidupku."

"Ann, apakah kau berpisah dengannya?"

"Tidak masalah bahkan jika aku melakukannya. Ada sebuah kebijakan yang tidak bersahabat di kantor kami. Kami berdua bisa dipecat." Matanya menggenang lagi, dan aku merasa tidak berdaya.

"Apa reaksinya atas semua ini?"

"Well, dia sangat marah ketika dia bangun pagi harinya dan aku sudah pergi."

"Ah, jadi kau melakukan seluruh gerakan tidur-dengan-mereka-kemudian-pergi-ketika-mereka-tertidur." Aku mengangguk mengerti.

"Yeah. Aku tidak ingin terlihat jelek di pagi hari setelahnya."

"Tidak bisa menyalahkanmu. Tapi jika dia marah ketika kau pergi, mungkin dia benar-benar menyukaimu."

"Tidak masalah. Tidak ada harapan."

"Tapi..."

"Tidak, jangan mencoba untuk memperbaiki ini, Put. Ini sudah selesai. Aku akan kembali ke kantor pada akhirnya, aku hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menenangkan diri. Aku mengambil libur beberapa hari dan sekarang aku bekerja dari rumah sampai aku berani untuk melihatnya lagi."

"Okay." Aku menggosok lengannya menenangkan, dan kemudian berdiri. "Aku ingin mandi. Beritahu aku jika kau membutuhkanku."

"Terimakasih." Dia memberiku senyuman basah. "Oh, Put?"

"Ya?"

"Cemburu yang bodoh seperti nya hot."