Aku akan menjemputmu dalam sejam.
Tolong berpakaian formal.
Oh my. Aku memandangi pesan itu dan membacanya lagi.
Aku melirik kearah jam. Lima tiga puluh, dan aku sama sekali tidak formal ataupun seksi. Aku bahkan tidak tahu mulai darimana.
Ini adalah pekerjaan untuk Anna.
"Anna!" aku berteriak kearah pintu kamar, jempolku menelusuri lemari.
"Apa?"
"Aku perlu untuk menjadi seksi."
"Apa?"
Aku menyorongkan teleponku ketangannya dan dia tersenyum dengan lebar.
"Wow. Dia tahu untuk merayu gadis."
"Ann!" aku memegang bahunya dan mengguncangnya. "Tolong aku. Aku tidak pintar dalam hal seperti ini."
"Ayo." dia menggenggam pergelangan tanganku dan menyeret ke lemariku. "Louboutins merah baru ini bagus." Dia menariknyadari rak dan menaruh ditanganku.
"Apa yang harus kupakai dengan ini?" aku panik.
"Apa kamu punya gaun hitam kecil?"
"Tidak." aku mengerutkan dahi. Aku tak punya gaun sama sekali.
"Semua orang punya gaun hitam kecil Put."
"Aku tak punya." sambil mengangkat bahu.
"Pergilah mandi dan scrub, bercukur dan gosok dengan loofa. Aku akan segera kembali."
"Kedengarannya menyakitkan." mataku melebar dan Anna menyeringai padaku.
"Kita baru saja akan mulai. Pergilah! Waktu terus berjalan." dia menghentakkan kaki kembali ke
kamarnya dan aku mulai mandi.
.
Lima puluh menit kemudian, aku bersih dan mengkilat. Anna telah mengeriting rambutku yang coklat tebal dan menatanya dengan memelintir ke atas sehingga menjadi bentukan yang seksi dengan menyisakan beberapa helai jatuh membingkai wajahku.
Wajah ini adalah karya masterpiece Anna.
Dia merias mataku dengan gaya smokey eyes yang seksi beraksen hijau.
Pipiku menonjol, dan bibirku dipenuhi lipstik berwarna merah cranberry yang dijamin tidak akan luntur sampai 8 jam, walau hal itu agak sulit untuk kupercaya tapi tetap kubeli.
Mataku memandangi keseluruhan diriku di cermin panjang yang tergantung dibelakang pintu lemari.
Aku terlihat seksi.
Anna meminjamkan gaun hitam yang bagian lehernya mengingatkanku seperti yang dipakai Elizabeth Taylor, dengan bahu terbuka dan potongan leher berbentuk V yang rendah. Bagian belakangnya menukik kebawah melewati punggungku. Gaun ini tak berlengan dan menyatu di bagian pinggang dengan ikat pinggang yang tebal. Roknya melayang dan lembut, menyentuh lembut di lututku.
Dibawah gaun ini adalah pakaian dalam hitam yang keren dan sabuk kecil dengan stoking sewarna dengan kulit. Aku tak pernah memakai stoking sebelumnya, tapi memakainya sangat nyaman, terasa lembut dan seksi.
Stiletto Louboutins merahku yang cantik dengan baju ini adalah perpaduan maut.
Anna berjalan masuk ke kamar dan bersiul ala serigala.
"Well, kau akan menyapu bersih semuanya kan, sahabatku?"
Aku tertawa dan berbalik sehingga dia bisa melihat keseluruhan penampilanku.
"Apa aku bisa?"
"Girl, dia akan mati terkena gagal jantung pada menit pertama dia melihatmu. Kau terlihat luar biasa."
Anna tersenyum dan memelukku erat.
"Ini, selendang dan tas ini akan cocok untuk penampilanmu." Dia memberiku selendang merah dan tas tangan, sangat cocok dengan sepatuku dan aku tersenyum untuk berterima kasih.
Bel pintu berdering dan lima juta kupu-kupu ada di perutku.
"Biar kubuka, kau santai saja, buat dia berkeringat," dia mencium pipiku bergegas menuruni tangga.
Aku memandangi diriku lagi untuk beberapa menit, lalu memasukkan barang-barangku kedalam tas tangan milik Anna.
Tidak akan terjadi apa-apa.
Jangan sampai terjatuh di tangga. Jangan sampai terjatuh di tangga. Inilah mantraku saat berjalan menuruni tangga. Sepertinya aku tidak bernafas, aku terlalu gugup. Dia akan mengajakku kemana?
Aku sampai di dasar tangga dan memasuki serambi dan semua kecerdasanku berhamburan.
Jis memakai setelan hitam berkancing ganda atasan putih dan dasi biru yang sangat sesuai dengan matanya yang indah. Rambutnya yang berantakan telah dirapikan, dan menunggu sentuhan tanganku. Dia sangat terlihat seperti bintang film yang kaya dan mempesona, dan dia adalah milikku.
Matanya mengunciku dan pelan-pelan seringai bahagia melintas di wajahnya.
"Put, kau membuatku tak bisa bernafas."
"Kau sendiri tidak terlalu buruk."
Jis mendekat dan memberiku sebuket mawar merah.
"Ini untukmu."
"Terima kasih." Aku berbisik saat membenamkan hidungku diantara mawar dan menghirupnya.
"Bunganya cantik."
"Kita harus berangkat, kita sudah pesan tempat."
Dia mengambil tanganku dan mencium buku-buku jariku, membuat lenganku menggigil.
"Okay."
Tiba-tiba Anna muncul entah darimana. "Aku akan memberi air pada bunga ini untukmu. Selamat bersenang-senang. Kalian berdua terlihat luar biasa."
"Terima kasih, Anna." Aku memberikan bunga itu padanya dan Jis menggandengku keluar rumah.
Menggantikan Mercedes atau Lexus, sebuah limo hitam panjang terparkir di jalan depan dengan sopir yang berpakaian rapi berdiri di samping pintu belakang yang terbuka.
"Madam," dia mengangguk padaku dan aku membalasnya dengan senyum. Oh sial Jis berusaha sekuat tenaga! Inikah caranya untuk meminta maaf? Jika iya, mungkin kami harus lebih sering bertengkar.
Aku menaiki kursi belakang limo yang luas dan bergeser sehingga Jis bisa mengikuti.
Didalam sangat nyaman, semua kursinya berupa kulit hitam yang lembut dan mempunyai tata suara
dan gadget yang mengagumkan. Kaca privasi telah dinaikkan.
"Jis, ini...mengagumkan. Terima kasih."
"Kita bahkan belum kemana-mana." Dia terlihat begitu muda dan bahagia, dan dia jelas terlihat bergairah dengan rencananya untuk kami malam ini.
"Ini sudah lebih dari apa yang harus kau lakukan."
"Tidak, kau layak mendapatkannya sayang." Dia mencondongkan badannya dan memberiku ciuman yang manis, lembut yang membuat bagian dalam diriku gemetar. "Kau terlihat menawan malam ini."
Aku tersenyum dan merona karena pujian.
"Terima kasih."
"Apakah itu sepatu baru?"
"Ya," aku menyeringai.
"Itu wow."
"Ya aku tahu."
Dia tertawa dan menuangkan segelas sampanye saat sopir menjalankan mobil dari rumah menuju kearah White Watter City.
"Bersulang." Dia memegang gelasnya keudara dan aku mengikutinya. "Untuk wanita cantik, yang menjadi sangat spesial untukku, orang yang paling luar biasa yang pernah kutemui. Terima kasih untuk disini bersamaku." Dia mendentingkan gelasnya ke gelasku dan aku menyesap minuman pink yang manis sambil berkedip untuk menahan airmata.
"Kau mengagumkan." Aku berbisik dan tersenyum malu kepadanya.
"Kau sangat seksi."
"Kita akan kemana?" aku menyesap sampanye lagi. Mmm...enak.
"Itu kejutan."
"Apakah butuh waktu untuk sampai kesana?"
"Butuh sedikit waktu. Kenapa kau bertanya?"
Aku mengambil minuman dari tangannya dan meletakkannya disebelah gelasku di meja kecil dekat peti es-mini.
"Karena," aku mengangkat rokku sedikit dan mengangkangi pangkuannya. Matanya melebar terkejut dan tangannya yang kuat meluncur di kakiku yang memakai stoking. "Aku ingin bercinta denganmu di limousine ini."
"Sial, sayang, kau memakai stoking." Aku tersenyum puas dan mengangguk.
"Aku memiliki sebuah rencana untuk nanti." Dia bernafas menghentak saat aku menggerakkan pusatku terhadap ereksinya yang meningkat.
"Percayalah, aku tidak ingin merusak rencanamu." Aku condong ke depan dan menyapukan bibirku ke bibirnya. "Tapi jika kau tidak berada di dalamku dalam dua puluh detik, aku takkan bertanggung jawab atas aksiku."
"Itu adalah tawaran yang tak akan pernah kutolak sayang." Dia menurunkanku ke lututnya sehingga dia bisa melonggarkan celananya, menarik keluar ujung kemejanya dan menurunkannya ke paha.
Daripada mengangkanginya, aku malah meluncur ke pangkuannya, berlutut di alas karpet mahal. Aku melancarkan tanganku keatas pahanya yang kuat dan menuruni miliknya.
"Sial, Put, kau sangat hot."
"Kau membuatku tergila-gila." Aku menelusuri lembut ujungnya dan meletakkannya di mulutku dan menghisap dan matanya melebar.
"Rasanya enak?"
"Mmmm...favoritku."
Aku membawanya ke mulutku, memutar lidahku mengelilingi ujungnya dan tanganku meluncur naik turun pada kejantanannya yang panjang. Aku merasakan ujung jarinya sedikit menyentuh garis rambutku membawanya melingkari telingaku dan aku tau dia ingin menenggelamkan tangannya ke rambutku tapi tak ingin membuatnya berantakan.
Aku menggenggam batangnya kuat dengan mulutku dan menenggelamkannya sampai aku merasakannya dibalik kerongkonganku.
"Ya Tuhan, Put, berhenti."
Aku menyeringai pada dirku sendiri menariknya tapi menenggelamkannya lagi, senang membuatnya gila.
"Tidak, berhenti, aku tidak ingin keluar dimulutmu." Membungkuk dan mengangkatku ke pangkuannya sehingga aku mengangkanginya lagi. Dia menggapai dan menarik celana dalamku ke sisi dan aku menggesekkan lipatanku terhadapnya, Merasakan kebasahanku menyebar padanya.
"Ya Tuhan, sayang, kau sangat basah."
"Kau sangat seksi, honey, aku membutuhkanmu di dalam diriku."
Dia menggeram dan menciumku keras sambil mengangkat pantatku keatas dan menenggelamkan miliknya kedalamku dengan mudah. Aku menggenggam kursi di bagian belakang kepalanya dan mulai bergerak, awalnya pelan, tapi tangannya menggerakkanku ke atas dan ke bawah semakin cepat dan cepat.
"Datanglah untukku, cantik." Dia mencium leherku dan menggerakkan satu tangannya di antara kami untuk menggesekkan jempol ke klitorisku dan aku tersesat. Aku berpegangan padanya, mengerang saaat dia mendorong untuk terakhir kalinya dengan keras dan mengosongkan dirinya di dalam diriku.
"Sial, Put." Nafasnya kasar. Aku membungkus jemariku dengan rambutnya dan menciumnya dengan semua yang aku punya, menuangkan hati dan jiwaku ke dalam ciuman itu, mencoba menyampaikan kata-kata yang tak bisa kukatakan: bahwa aku sangat mencintainya.
Dengan lembut dia mengatupkan tangannya di wajahku dan melambatkan ciuman, menarik wajahnya sehingga dia bisa melihat wajahku, dan aku melihat cinta yang direfleksikan kembali padaku. Itu membuatku berpijar dari dalam, dan membuatku ingin berlari kencang kepadanya.
"Terima kasih untuk malam ini," bisikku.
"Oh, sayang, ini baru akan mulai."
Dia memberiku seyum manis dengan pelan dan menurunkanku dari pangkuannya. Aku menggeledah di sekitar dan menemukan handuk, dan kami membersihkan diri dan membenahi pakaian kami.
Setelah kembali duduk di kursi, Jis menyegarkan kembali sampanye dan melingkarkan lengannya padaku.
"Aku minta maaf tentang hari ini," bisiknya.
"Aku juga," aku menarik nafas panjang dan menyandarkan kepalaku di bahunya. "Apakah pekerjaanmu sudah selesai?"
"Sebagian besar sudah. Aku harus melakukan beberapa telepon besok."
"Oh bagus." Ujung jarinya membelai lenganku yang terbuka membuatku ingin mengerang.
"Apa yang kau lakukan hari ini?"
"Aku pergi dengan Anna." Aku meraih lengannya dan menyusurinya dengan jariku, menggemari betapa panjang dan kurus tangannya.
"Sesuatu yang terjadi padanya, jadi aku bersikap sebagai sahabat untuknya."
"Apakah dia baik-baik saja?" dia terdengar sangat memperhatikan dan tak tahan untuk menyeringai.
Priaku yang manis.
"Dia akan baik-baik saja. Masalah pria."
"Ah. Jadi apa yang sebenarnya dilakukan oleh seorang sahabat?" dia mencium keningku.
"Well, ngobrol yang banyak, makan es krim dan hal-hal lain yang tidak boleh aku bocorkan."
"Oh?" dia terkikik dan mencium keningku lagi.
"Yeah, aku bisa memberitahumu, tapi setelah itu aku harus membunuhmu, dan aku cukup menyukaimu."
"Begitu ya?" dia condong ke belakang sehingga bisa melihat mataku dan aku mengangguk tegas.
"Ya, semua yang ada pada dirimu."
"Dan apa yang paling kamu suka?" dia memberiku senyumannya yang manis, dan aku tahu meskipun kami sedang bercanda dia ingin jawaban yang jujur.
"Aku menyukai ini." Aku miring ke atas dan mencium bibirnya dengan lembut. "Bagiku kau sangat manis, dan membuat badanku berderum."
"Senang mendengarnya, gadis cantik."
Aku tersenyum dan mencium telapak tangannya.
"Dan aku menikmati tanganmu, caranya berekspresi dan merasakannya saat menyentuhku."
"Mmm...mereka senang menyentuhmu, sayang."
Aku meletakkan pipiku di dadanya, di atas jantungnya. "Lebih dari semuanya, aku mencintai hatimu, kebaikanmu dan kelembutanmu padaku. Di sebagian besar waktu." Tambahku sambil tersenyum padanya.
Mulutnya terbuka dan menghembuskan nafas.
"Put, aku tidak tahu apa yang telah aku lakukan agar layak untukmu, tapi aku bersedia melakukannya lagi dan lagi." Dia membelai pipiku dengan buku-buku jarinya dan menciumku lembut saat limo mulai berhenti.
"Kita sampai."
Jis keluar terlebih dahulu dan meraih tanganku untuk membantuku keluar dari mobil menyenangkan itu. Dia menarikku ke sisinya, dan mataku terpukau pada Chateau besar di depan kami.
"Oh, my."
"Ini Cheteau Ste. Michelle. Dan kita akan makan malam disini malam ini."
"Aku tak tahu mereka punya restoran."
Mataku melebar menemukan ini.
"Memang tidak, mereka melakukannya untuk event spesial. Malam ini, paling tidak untuk beberapa jam kedepan, semuanya adalah milikmu."
Aku terkesiap. Dia menyewa seluruh Chateau untukku?
"Ayo." Dia membimbingku ke depan gedung dimana ada wanita tua berusia pertengahan lima puluh tahunan menunggu kami.
"Selamat datang, Mr. Jis dan Ms. Puput. Saya Mrs. David. Kami gembira bisa bertemu dengan anda. Silahkan ikuti saya?" Dia membawa kami jalan yang terbuat dari batu bulat yang melingkari di sisi Chateau. Di pinggir terdapat lampu jalan antik, menyinari di semua sisi bangunan.
Jis menyelipkan tanganku di lengannya dan memanduku di belakang Mrs. David.
Saat kami melewati belokan di belakang rumah aku terkesiap melihat pemandangan di depanku.
"Oh Jis." Aku merasa dia menyeringai padaku, melihat reaksiku terhadap display yang paling indah yang pernah kulihat. Jalan berbatu membawa kami berada di bawah naungan yang tertutup dengan tanaman anggur. Tanaman-tanaman merambat itu dibebani dengan anggur ungu yang lezat.
Terdapat lampu natal putih berkedip-kedip tersebar acak diatas meja untuk dua orang membentuk ruang kecil ditengah-tengah naungan pohon anggur.
Blues yang mengalun lembut sebagai musik latar.
Meja kecil di tengah-tengah halaman batu itu dilapisi dengan taplak putih. Perabotan China juga semua bernuansa putih, tapi di salah satu piring terdapat sekuntum mawar merah. Jis berjalan mendahului menarik kursi untukku dan aku duduk.
Dia mengambil mawar dan aku melihat mata yang penuh keriangan. Dia menghirup mawar yang lembut itu sebelum memberikannya padaku.
"Untukmu, cantik."
"Terima kasih." Aku mendekatkan bunga ke hidungku dan menghirup wanginya yang manis. Jis duduk di sebrang meja di depanku
"Honey, ini sangat indah. Terima kasih." Aku meraih dan menggenggam tangannya, sangat tersentuh dengan prilakunya yang romantis.
"Aku senang kau menyukainya." Dia menyeringai dan memberi kode ke pelayan.
"Sir, Madam," sang pelayan berjaket putih dan celana hitam dan dasi kupu-kupu. Dia seorang laki-laki tua dengan rambut putih dengan aksen Inggris dan aku tak bisa untuk tidak sedikit jatuh hati padanya.
"Terima kasih telah bersama kami malam ini. Kami akan melayani anda dalam tiga rangkaian menu, dengan tambahan appetizer, dan tentu saja dessert. Saya harap sudah lapar." Dia mengedipkan mata kepada kami dan bergerak menuju ke seseorang di dalam bangunan.
"Ini adalah appetizer anda chili garlic calamari ditemani dengan dry Riesling 2009 kami, dan Hawaiian style chicken skewers ditemani dengan Cabinet Riesling 2008." Piring-piring ditata di depan kami bersama segelas anggur.
Aku melihat ke mata Jis di seberang meja. "Ini terlalu cantik untuk dimakan."
"Enjoy, sayang."
Kami menghargai dan menikmati appetizernya.
Anggurnya melengkapi tiap hidangan dengan sempurna, membanjiri mulutku dengan rasa dan tekstur yang menakjubkan.
Jis meraih tanganku, menggesekkan jempolnya ke buku-buku jariku saat kami telah selesai dengan anggur dan menunggu hidangan selanjutnya.
"Apakah kau senang?"
"Lebih dari senang. Ini adalah...dongeng." Rasanya pipiku merona, tapi itu benar.
"Ini adalah kebun anggur yang indah. Kita akan kesini lagi di siang hari jadi kau bisa melihat pemandangannya."
"Aku suka itu."
"Bolehkah saya mempersembahkan hidangan pertama anda?"
Pelayan kami kembali dan mengambil piring dan gelas anggur kosong. "Ini adalah mojito marinated halibut with mango, avocado and black bean salsa, disajikan dengan Midsummer's white 2009. Silahkan menikmati." Dia kembali ke belakang meninggalkan kami dengan makanan enak.
Kami dilayani dengan dua hidangan lagi dari tenderloin babi dan steak New York dengan Yukon gold potatoes, dan tentu saja anggur yang sempurna untuk menemaninya.
Aku merasa sangat kenyang dan sedikit pusing karena semua anggur itu saat dessert dihidangkan.
"Ya Tuhan Jis, aku tak tahu apakah masih ada sisa ruang di baju ini untuk dessert." Aku duduk dan menggosok perutku dan Jis tertawa, matanya menyala bahagia. Dia benar-benar merasakan saat-saat yang menyenangkan, dan bersukaria dan memuji sepanjang makan kami.
Dia sangat pandai dalam hal ini.
Dia memberi isyarat pada pelayan yang segera melangkah ke sisi meja.
"Ya, Tuan."
"Sepertinya Ms. Puput dan aku akan berbagi dessertnya, please."
"Itu sangat bagus Tuan."
"Rencana yang bagus. Lagipula, kita akan menyingkirkan semua kalori ini saat yoga besok pagi."
"Ah ya, yoga. Kau akan menyuruhku pergi, kan?"
"Tidak, aku tidak akan menyuruhmu pergi,"
"Kita bisa melewatkannya dan tetap di tempat tidur sepanjang hari." Dia mengedipkan mata di atas gelas anggur.
"Aku tidak bisa melewatkannya, aku instruktur."
"Aku tidak mengerti." Dia mengerutkan alis kebingungan.
"Aku hanya mengajar tiga kelas seminggu." Aku mengangkat bahu.
"Lagipula aku sangat fleksibel. Kau harus melihat pertunjukannya." Aku tersenyum puas di gelasku dan memandang matanya dari atas gelas.
"Aku tidak akan melewatkannya untuk dunia."
Sang pelayan muncul kembali dengan dessert strawberry Crème Brulee tart, dalam satu piring, dan dua gelas the Eroica Ice Wine.
Dia juga meletakkan kotak Tiffany berukuran untuk kalung berwarna biru muda di tengah-tengah meja, membungkuk kepada kami berdua dan melangkah pergi.
Oh. My. God.