Bagas sudah selesai dengan sesi yang sangat membosankan dalam menangani kasus yang melibatkan Trio Pas-Pasan.
Tak membuang waktu, sebiji pemuda itu langsung saja kembali ke kafe di mana sang cinta masih bekerja.
Kafe yang sudah aktif kembali selama satu jam lebih itu sudah diisi oleh banyak pelanggan. Semua pekerja tampak sangat sibuk, berlari kesana-kemari, menerima dan mengirim pesanan. Salah satunya adalah satu-satunya gadis berambut pirang dengan perawakan eropa.
Bagas yang tak mau mengganggu pergi ke bagian belakang kafe. Tempat di mana ruang ganti berada. Sesampainya di situ Bagas disambut oleh salah satu dari tiga orang yang membantu Beni berdandan sebelumnya.
"Hai, Bagas. Mau nunggu neng Eruin?"
"Ya, begitulah."
Bagas duduk di satu kursi kosong tak jauh dari temannya yang bertugas menjaga.
Teringat sesuatu, Bagas bertanya, "Apa kau lihat dua teman cewekku?"
"Dua teman cewekmu, kalau gak salah udah pergi sewaktu Rian menjemput mereka tadi."
Rian yang sudah menyelesaikan tugasnya lebih dulu darinya langsung menjemput Eruin dan Rini. Kalau begitu Bagas tak perlu khawatir dengan dua sahabat desanya itu.
Pertanyaan yang sudah terjawab membuat suasana menjadi hening kembali.
Saat itu sebenarnya Bagas malas untuk menggerakkan mulutnya, karena tenaganya sudah habis meladeni kasus barusan. Namun dia tak menolak untuk menjawab pertanyaan yang akan diberikan oleh teman penjaganya yang terlihat sangat tertarik untuk membuka pembicaraan.
"Ngomong-ngomong, kalian berdua sudah berpacaran sejak kapan, Gas?"
"Sejak kami masih duduk di kelas dua SMA."
"Jadi hubungan kalian udah berjalan dua tahun, sekarang? Apa yang kalian lakukan sewaktu anniversary dua tahun kemarin?"
Mampus, aku lupa kalau dua bulan kemarin anniversary dua tahun kami.
Bagas terkejut di dalam, namun di luar dia bersikap kalau semuanya beres.
"Kami cukup sibuk waktu itu, jadi perayaannya diundur."
"Ooh." Tampak kecewa karena tak mendapatkan balasan yang menarik, teman penjaganya tak menyerah. "Oh iya, kamu pasti udah ketemu sama calon mertua, kan. Katanya, walaupun umur ayah neng Eruin udah lebih setengah abad, tapi perawakannya masih terlihat muda. Apa benar begitu?"
Ciri khas cewek kota yang haus akan kasih sayang dan uang.
"Yah, bisa dibilang Pak James itu tipe sugar daddy banget. Tapi sayang, dia gak bisa kau dekati begitu aja."
Mendengar satu kata yang terkesan sangat menarik, mata dari teman penjaganya seperti berkilau-kilau terkagum.
"Eh, sugar daddy?! Tapi aku udah dengar, kalau ayah neng Eruin itu orangnya cukup dingin."
"Memang. Kalau kau gak punya mental kuat untuk berhadapan dengannya, kusaranin jangan. Karena kau pasti bakal menyesal."
"Kok rasanya, perasaan gak suka kamu cukup besar ke calon mertuamu, ya."
Teman penjaganya terheran dengan sikap Bagas sewaktu membicarakan pria tua yang membuat kondisi hatinya menurun.
Teman penjaga yang melihat Bagas menundukkan kepala sedikit merasa bersalah. Karena sepertinya dia sudah memicu mood Bagas menurun.
"Maaf, tapi, bisa biarkan aku sendirian. Jujur aku masih capek. Jadi seenggaknya aku gak mau banyak bergerak untuk sekarang."
Bagas meminta dengan suasana hati yang benar-benar tak enak untuk dilihat.
"Oh, kalau gitu kenapa gak istirahat di dalam aja. Ada ruangan yang memiliki sofa, kalau kamu mau kamu bisa tidur di situ."
Mendapatkan tawaran yang bagus, Bagas langsung saja berdiri, "Kuterima tawaran itu," dan menuju ruangan yang dibilang.
Di dalam bangunan hanya memiliki satu aula dengan dua kamar. Di dalam aula di isi oleh banyak pakaian yang kebanyakan adalah kebaya. Dan dari kedua kamar, hanya ada satu yang memiliki sofa. Bagas langsung saja masuk ke situ dan mendapatkan pemandangan ada beberapa kursi dan meja kaca besar dengan banyak alat hias di atas mejanya.
Tak mempedulikan hal lain, Bagas langsung saja menjatuhkan tubuhnya dengan bagian tubuh depan di bawah. Wajahnya yang tertekan permukaan sofa dikeluarkan ke bagian yang terbuka.
Dalam ruangan yang senyap itu, dia merasakan ketenangan yang sangat nyaman.
Sebenarnya sensasi tidur di atas sofa itu terasa kurang dibandingkan sewaktu dia tidur di atas paha Eruin. Namun setidaknya, dia mendapatkan ketenangan yang tak dia dapatkan sewaktu tidur di atas paha Eruin sebelumnya.
Pikirannya langsung jadi kosong. Matanya mulai terasa berat.
Tak membutuhkan waktu lama –
"Psst~"
Dari dalam alam bawah sadar, suara seseorang memanggilnya.
"Aska, hei."
Ketenangan yang dia miliki sebelumnya mulai diisi oleh keributan yang lumayan. Kedua matanya langsung saja membuka dirinya sendiri.
Ketika pandangan matanya mulai jelas, sosok sang kekasih sudah berada tepat di depan wajahnya, tersenyum geli entah kenapa.
"Hei, ayo bangun. Udah mulai ramai di sini."
Seperti yang dikatakan, ruangan yang sebelumnya seperti miliknya sendiri, saat itu sudah diisi oleh para pekerja yang dia lihat sebelumnya.
"Oi, bangun cepet, terus keluar sana! Seenaknya aja tidur di sini."
Sewaktu rasa malas dan nyamannya sofa melekat dalam jiwa, seorang gadis mungil memarahinya.
Bagas langsung saja bangkit ketika mendapatkan perlakuan yang tak mengenakkan. Kepalanya yang merasa cukup pusing ditekan-tekan oleh telapak tangan. Selanjutnya, dia diam sejenak. Lalu diamnya itu membuat Eruin harus menariknya agar bisa bangkit.
"Hei, ayo keluar, malu tahu, kamu laki-laki sendirian di sini."
Eruin menyeret Bagas keluar dari bangunan. Mendudukkan kekasih malasnya itu ke kursi di luar, lalu berniat balik ke dalam ruangan.
"Kamu tunggu di sini dulu ya, aku mau ganti baju."
Dengan rasa kantuk yang masih terasa, dia disuruh diam. Mana bisa. Hal yang pertama harus dicari itu adalah air.
"Bagas hebat juga ya, Neng Eruin?"
"Eh?"
Di dalam ruang ganti. Eruin yang sudah selesai mengganti baju dan saat itu sedang merapikan wajahnya, diberikan pertanyaan yang cukup membuat kaget.
"Ya, maksudku, dia bisa dengan mudahnya tidur di ruang ganti perempuan. Memang si Uni mengijinkan sih, tapi, apa dia gak ngerasa malu gitu?"
Eruin hanya bisa tertawa kecil sambil menahan malu mendengar ocehan teman di sampingnya.
Memang sejak awal bertemu, Eruin sudah menemukan Bagas seorang yang agresif dan tak segan-segan untuk melakukan sesuatu. Jadi kalau ditanya apa Bagas tak malu tidur di ruang ganti perempuan, "Yah, aku bisa bilang itu adalah salah satu hal menarik yang membuatku cinta dia."
Setelah keluar dari ruang ganti Eruin langsung berjalan menuju tempat di mana dia meninggalkan kekasihnya. Dan ketika sampai, dia menemukan kalau kekasihnya sedang membasuh wajahnya menggunakan air botol dengan duduk di kursi dan mendongakkan kepalanya ke belakang.
"Ya ampun, apa yang kamu lakuin sih?!"
Melihat Bagas yang berlaku kurang kerjaan Eruin langsung bergegas mencari handuk.
"Kamu ini, kenapa ga ke toilet aja kalau mau cuci muka sih?"
Celotehan Eruin dibarengi dengan mengelap wajah Bagas dari depan.
Hari itu adalah hari yang benar-benar melelahkan. Sejak pagi Eruin sudah bergerak kesana-kemari mengantar atau mengembalikan piring. Kegiatan itu dilakukan sampai sore menjelang, dan sialnya, dia masih harus mengurusi kekasihnya yang sedang malas sekali untuk bergerak banyak.
Saking lelahnya Eruin sampai bangga kepada dua tangannya. Karena sepanjang hidup dia tak pernah bekerja sekeras seperti hari itu.
Memang teman-temannya mengatakan kalau dia tak perlu bekerja. Entah karena mereka melarangnya karena dia anak orang kaya, atau mereka segan untuk menyuruhnya. Namun, Eruin yang ingin melakukan yang terbaik menolak dan memilih untuk membantu.
Jadi, seperti ini rasanya bekerja keras, pikirnya sambil masih mengelap kepala dan wajah Bagas.
Meskipun tak ada keuntungan yang diberikan kepadanya, Eruin merasa sudah puas. Apalagi hal itulah yang setiap hari sejak sebulan lalu yang dikerjakan oleh kekasihnya. Perasaan lega entah kenapa datang ke dalam hati.
Sebulan lebih Eruin tak menyentuh wajah sang kekasih, beberapa hal sudah berubah darinya. Meskipun dia sudah tidur beberapa saat yang lalu, kedua matanya masih merasakan kelelahan. Kulit wajahnya juga terlihat lebih tipis dari terakhir kali Eruin melihatnya.
Kondisi yang malang itu membuat Eruin tanpa sadar memeluk Bagas.
"Erina, kamu gak malu meluk aku di sini?"
"Hm?"
Teringat kalau mereka masih di depan publik, Eruin langsung saja melepas pelukannya dari Bagas.
Tepat saat itu juga, teman-temannya melihat mereka dengan beberapa respon yang berbeda. Ada yang merasa sangat kesal. Ada yang merasa iri. Bahkan ada yang mencuit-cuitkan mereka.
Darah langsung saja naik ke wajah Eruin yang merasa sangat malu dan bergetaran.
Bagas yang tak memerdulikan respon teman-teman Eruin ke mereka bangkit dari kursi dan melakukan sedikit peregangan. Namun tak lama tangannya ditarik oleh Eruin yang akan membawa mereka entah kemana.
Eruin yang tak memikirkan harus kabur kemana berakhir menuntun mereka ke bagian ujung kampus yang sepi. Hanya ada beberapa panitia yang lewat untuk melihat kondisi sekitar.
Lelah kabur Eruin menuntun mereka untuk masuk ke ruang kelas kosong yang terbuka. Kelas kosong itu tak berisi apa-apa. Hanya ada ruangan kosong dengan satu lemari.
Sesampainya di ruangan itu Eruin langsung melepas tangan Bagas lalu duduk ke lantai dengan bersandarkan dinding.
"Aaahh, capeknya."
Eruin duduk dengan menekukkan kedua kakinya lalu menyandarkan kepalanya ke lutut. Kedua tangannya yang merasa paling kelelahan di jatuhkan begitu saja ke lantai.
Dari samping Bagas duduk tepat di samping Eruin, lalu menarik tangannya untuk mendorong kepala Eruin yang kelelahan bersandar di bahunya.
"Kerja bagus. Kamu sudah bekerja sangat keras hari ini," ucap Bagas lembut.
Diberikan ucapan selamat karena sudah bekerja keras, entah kenapa Eruin merasa ingin menangis. Seperti kerja kerasnya selama satu hari penuh membuahkan hasil yang sepadan.
Eruin yang gantian ingin dimanja memiringkan posisinya ke posisi Bagas, lalu merangkul tubuh Bagas dengan satu tangannya. Rasa capek akibat bekerja seharianlah yang mengundang rasa ingin dimanja itu.
Ketika pertahanan Eruin tanpak lemah, Bagas langsung saja melancarkan serangan. Tangannya yang berada di luar menyibak rambut bagian leher Eruin yang terbuka, lalu perlahan kepalanya di dekatkan ke leher putih yang lembut itu.
Mengetahui kalau Bagas ingin menyerangnya, Eruin langsung saja melakukan mode pertahanan. Tubuhnya di tarik ke belakang, lalu kedua tangannya berusaha menahan kepala Bagas untuk mendekat.
"E-eh, jangan, aku masih bau keringat!"
Tak memerdulikan rasa malu Eruin, Bagas memegang kedua tangan Eruin yang menahannya, lalu kedua tangan Eruin dibuat untuk menarik tubuhnya mendekat.
"E – eh, kamu beneran pengen?!"
Bagas terlihat tak ingin mendengarkan perkataannya. Jadi Eruin pasrah saja dengan masih menahan rasa malu karena dia merasa kalau tubuhnya benar-benar bau.
"Hei, jangan, gimana kalau nanti ada orang yang ngeliat kita?"
Eruin berada dalam posisi ingin menolak tapi ingin terus dipaksa. Namun sayangnya, wajah Bagas yang sudah sampai tepat di depan lehernya mendengus beberapa kali, lalu berkata, "Meh, bau asin."
Setelah mendeklarasikan kalau Eruin bau asin, Bagas kembali ke posisinya sebelumnya. Perilaku yang kurang kerjaan itu entah kenapa membuat Eruin kecewa sekaligus marah.
Kedua pipinya dikembungkan dengan mengeluarkan ekspresi marah yang terlihat sangat manis. Kemudian, menggunakan kedua tangannya yang tak memiliki kekuatan seberapa, Bagas mulai dipukuli.
"Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu! Kamu!" teriak Eruin sembari memukuli Bagas.
Bagas yang tak merasakan apa-apa dari pukulan Eruin hanya tertawa karena merasa geli dengan respon kekasihnya.
"Aha ha ha ha ha ha!"
Sudah lama rasanya mereka tak bercanda seperti itu. Dan hal itu memberikan perasaan segar yang datang dari hati yang tulus.
Di saat pukulan Eruin dan tawa Bagas masih belum berhenti, teriakan seseorang tiba-tiba saja membuat mereka terkejut.
"Awawawawawawawawaw! Kak – kak – kak – kak! Maaf! Maaf! Maaf! Maaf!"
Eruin dan Bagas sama-sama berhenti bergerak. Teriakan dari seseorang yang datangnya entah darimana dan terasa akrab itu otomatis membuat mereka berpikir.
"Itu, suara Beni, kan?" tanya Eruin menduga.
"Ya, gak salah lagi."
"Tapi, siapa yang dia panggil 'kak' itu?"
Eruin sedikit bingung dengan fenomena yang tak biasa itu. Tetapi tidak bagi Bagas, dengan cepat dia menyadari dengan siapa Beni berada sewaktu Beni meneriakkan kata 'kak' pertama kali.
Ditambah sejak kedatangannya kembali ke Indonesia, dia sudah bertemu dan membuat janji dengan kekasih lamanya. Dengan mengatahui hal itu, bukan hal yang sulit untuk menduga dengan siapa Beni berada.
"Orang yang dia cintai, mungkin."