Di hari yang cerah. Angin berhembus sepoi memberikan hawa dingin.
Seorang pemuda yang sedang bekerja mencoba meraih impiannya duduk di depan meja kerjanya.
Meja kerja yang berhadapan langsung dengan jendela luar yang terbuka memberikan Beni angin yang membuatnya merasa sedikit segar. Angin itu menghembus rambutnya yang tebal karena tak dia cukur selama beberapa tahun terakhir.
Dengan ruangan yang sedikit kacau karena pemuda itu tak hidup sendirian.
"Hnnngg~"
Beni sedang serius-seriusnya mengerjakan pekerjaannya. Di sisi lain,
"Hnnnnnnnnnnnggg~"
Pemuda yang seharusnya menjadi pemimpin proyek yang sedang mereka kerjakan malah tidur-tiduran doang. Laptop yang dia hidupkan bahkan tak dipegang semenjak dia menghidupkannya tadi.
"Hhhhnnnnnnnnnnggg~"
"Eh, cok! Produktif napa!"
Bagas yang tengah tidur di atas ranjang tak menggubris rasa kesal Beni.
Dengan tubuh yang tak dimandikan selama seharian sejak kemarin. Pakaian yang masih itu-itu aja sejak dua hari yang lalu. Dan perut yang masih kosong walaupun sarapan sudah tersedia. Bagas tak bergerak seincipun.
Beni tak bisa dibuat melakukan apapun kecuali mengelap wajahnya karena kesal.
"Cok, aku tahu kau kena WB, tapi seenggaknya lakuin hal lain selain tidur-tiduran, kek."
"Misalnya?"
"Ha? Umm, misalnya, nonton gitu biar dapet hidayah."
Bagas akhirnya bergerak setelah Beni memberikannya ide untuk melakukan sesuatu.
Pertama Bagas pergi ke kamar mandi untuk melakukan urusan pribadi. Kedua dia mengambil sarapan dan segelas minum. Sarapannya adalah bubur yang tak diaduk. Dengan sarapan di tangan Bagas menekan-nekan tombol di laptopnya untuk memainkan sebuah film.
Walaupun terkesan masih bermalas-malasan seenggaknya Bagas gak cuma tidur-tiduran doang.
Beni kembali bekerja selama beberapa puluh menit ke depan.
. . .
Waktu tak terasa telah berlalu cukup cepat. Jam mengatakan kalau saat itu sudah tengah hari. Pukul 12.14 siang.
Beni meregangkan tubuhnya karena sejak pagi tubuhnya berada di pose yang sama dalam waktu yang lama.
Angin siang yang membawa panas membuat Beni menutup jendela. Menghidupkan lampu ruangan dan menghidupkan AC.
Bagas masih menonton di laptop dengan bersandarkan ranjang. Matanya yang sayu fokus ke film yang sedang dia tonton.
Beni gak terlalu penasaran dengan film apa yang sedang Bagas tonton jadi dia pergi ke toilet untuk melakukan urusan pribadi.
Beni yang keluar dari toilet berjalan ke dapur. Membuka kulkas dan melihat apa saja yang mereka miliki.
"Hmmm~ enaknya makan apa ya? Cok, enaknya makan apa ini siang?!"
"Hmmmmm?"
Bagas yang terlalu fokus malas menjawab pertanyaan Beni.
"Ini anak. Ya udah, bakso aja dah."
Karena gak mau pusing akhirnya Beni mengambil bakso kemasan isi 50 yang sudah habis setengah.
Untuk menyiapkan bakso yang dingin, yang pertama harus dilakukan Beni adalah memanaskan air di dalam panci. Ketika panas air sudah cukup Beni hanya tinggal memasukkan bakso dalam kemasan ke dalam air yang mendidih.
Selagi menunggu bakso agar jadi panas dan lembut Beni juga memanaskan saus pasta untuk jadi kuah tambahan.
Setelah bakso dan saus pasta selesai dipanaskan,
Beni membagi jumlah bakso di dua piring dalam jumlah yang sama, enggak, karena baksonya ada 25 total, jadi Beni menaruh 13 bakso di piringnya. Lagipula dia yang masak.
Beni membawa dua piring makan siang mereka ke sisi Bagas yang masih asik menonton.
"Nih, cok, punyamu."
Piring bakso untuk Bagas di taruh di atas tempat tidur.
Beni duduk mepet ke Bagas agar bisa melihat apa yang sedang Bagas tonton.
"Kau belum lihat cerita ini, cok?"
Bagas menggeleng.
"Ooh, episode ini, setelah pergi ke kota selanjutnya itu cewek serigala bakal diculik – ak, kak kek ek coookk! Leher-leher!"
Beni yang sempat mau spoiler dicekik oleh Bagas di leher. Bagas melepas tangannya setelah Beni merasa kapok.
"Buset, cuma spoiler sedikit doang ngamox gitu lu."
Salah sendiri sih, lagi seru-seru nonton di spoilerin.
Sambil menikmati makan siang, kedua tokoh utama kita nobar drama korea yang lagi di episode klimaksnya.
Mereka melakukan hal itu sampai lupa waktu.
Sudah dua jam berlalu sejak Beni memutuskan untuk nonton bersama film yang Bagas tonton.
"Anjay, gak bosen nonton itu drama emang. Plotnya bagus banget. Pemeran ceweknya juga cakep."
Beni memberikan komentar mengenai film yang baru saja mereka tonton.
Memang kalau soal drama percintaan, drama korea yang harus jadi rekomendasi prioritas. Tetapi sayang, apa yang mau dibuat oleh dua tokoh utama kita bukanlah drama seperti yang baru saja mereka tonton. Karena hal itu salah satu tokoh utama kita ingin mengatakan sesuatu.
"Pengen bikin cerita drama cinta-cintaan."
Memang terdengar bukan masalah serius bagi kebanyakan orang. Namun untuk Beni,
"EH BAN**AT! Kita udah habiskan waktu hampir tiga bulan ngerjain proyek ini. Author bahkan ninggalin kita selama setengah tahun karena dia kehilangan semangat buat lanjutin nulis!"
Oi-oi, kenapa ini anak ngamox begini?
"Tapi kau malah kegoda pengen pindah genre cuma karena nonton drakor sekali doang! Bayar kerja kerasku selama tiga bulan ini!"
Beni yang memegang kerah baju Bagas ngos-ngosan karena kehabisan nafas. Hari itu adalah hari pertama Beni mengeluarkan amarahnya sebesar itu, dan hal itu dipicu oleh jancok 1 yang kepincut drama korea untuk mengubah tujuan mereka setelah sejauh ini.
Bagas merasa bersalah karena berpikiran pendek. Dia mengambil tangan sahabatnya secara lembut. Lalu tangan kanannya di taruh ke pundak sahabatnya dengan rasa bersalah.
"Maafkan aku, sobat, aku malah kegoda untuk masuk ke jurang itu."
Nafas Beni akhirnya bisa teratur setelah Bagas sadar akan kebodohannya.
"Baguslah kalau kau mengerti. Apalagi sekarang udah ada banyak pembaca yang mengharapkan kedatangan kita kembali."
Dua sahabat itu tersenyum setelah mencapai keputusan terbaik. Ketika dua pikiran kuat bersatu, takkan ada yang bisa mengalahkan mereka.
Kecuali satu,
"Kalau gitu aku mau tidur siang dulu."
"WOI, COK! Produktif ngapa!"
Sebuah perasaan malas yang sulit untuk dikalahkan akan menguasai jiwa seorang kreator. Satu-satunya cara untuk memulihkan kondisinya adalah dengan memberikan dukungan agar semangatnya untuk menulis bisa kembali.