Angel menatap ayahnya dengan wajah memelas. Hari ini tepat sehari setelah Varo mengajaknya menikah, orang tua laki-laki itu datang ke rumahnya.
"Ayah.."
Ayah Angel hanya menatap datar Angel. Sedangkan ibu Angel masih berbincang-bincang dengan calon besannya.
"Jadi kita adakan acara pertunangan terlebih dahulu baru sebulan kemudian mereka menikah."
Marcus, ayah Varo tersenyum sambil menatap Angel. Sedangkan Angel hanya bisa pasrah.
"Terserah mereka. Kalau anak-anak mau seperti rencana kita maka akan segera ku urus."
Ayah Angel menyetujui usul Marcus.
"Bisakah saya berbicara dengan Angel sebentar om?."
"Tentu."
Varo menarik Angel untuk mengikuti dirinya. Varo menarik Angel ke taman belakang rumah Varo.
"Angel, dengar kan aku. Kau harus mau menikah dengan ku."
Varo menatap Angel yang menatapnya dingin daritadi.
"Aku tak mau."
"Apa yang kau mau agar kau setuju untuk menikah dnegan ku?."
"Tak ada. Aku hanya ingin membatalkan apapun rencana mu."
Angel menatap tajam Varo dan Varo mengartikan tatapan Angel sebagai sebuah tantangan.
"Aku hanya membuat tugas mu menjadi lebih mudah."
"Apa maksud mu?."
Varo memeluk posesif pinggang Angel.
"Kau cantik dan masuk standar cantik ku."
"Kau.."
"Kau dokter pertama yang begitu menarik perhatian ku."
"Lepas."
Angel memberontak dalam pelukan Varo.
"Kalian, bisakah nyari kamar saja. Mata suci ku ternoda sumpah."
Varo dan Angel terpaku dengan suara Ben, keponakan Angel yang berusia 11 tahun tapi punya pemikiran dewasa. Angel segera mendorong Varo dan menghampiri Ben yang sedang berdiri di depan pintu menatap mereka dengan tatapan datar.
"Ha ha ha.. Ayo pergi ben."
Angel menggiring Ben kembali ke ruang tamu diikuti Varo yang wajahnya menyeramkan.
"Jadi?."
Ayah Angel bertanya kepada Angel yang baru saja mendaratkan pantatnya di kursi.
"Apa maksud ayah?."
"Kamu mau nerima lamaran Varo?."
Angel menyipitkan matanya ke arah ayahnya dan dibalas tatapan sengit ayahnya yang seolah mengatakan terima saja.
Angel menghela nafas dan gantian menatap Varo yang juga menatapnya.
"Baik."
"Apanya?."
Angel entah kenapa mendadak pengen ketok kepala Varo yang sedang menatapnya sambil tersenyum miring.
"Aku terima."
Angel menatap sengit Varo yang tersenyum manis.
Psikopat macam apa yang ganteng kayak gini? pengen bungkus deh. Angel membalas senyuman Varo.
"Apanya?."
Angel menutup matanya untuk merrdam kekesalannya. Varo sebenarnya ngajak ribut atau gimana sih.
"Aku terima lamaran mu. PUAS!."
Angel menekan kata puas agar Varo tak menanyakan lagi apa arti dari ucapannya.
Sedangkan Varo dan yang lainnya tertawa melihat Angel yang menahan kekesalannya.
Drt Drt Drt
Angel melirik ponselnya di meja dan melihat ada pesan masuk. Segera Angel mengeceknya dan ternyata dari Teo.
From Terong bacot
Gagal
Satu kata itu sudah mewakili semua yang akan Teo katakan perihal penangkapan kemarin.
Jo sepertinya sangat merindukan dirinya. Angel menyeringai dan segera pamit untuk melakukan tugas mulianya.
Saat di depan rumah, tangan Angel dicekal Varo.
"Mau kemana?."
Angel menatap tangan Varo dan mengehembuskan nafas.
"Kerja."
"Aku tau kau akan kerja. Tapi dimana?."
Angel memicingkan matanya.
"Kenapa kau ingin tahu?."
"Aku ingin mengantarkan mu. Kau kan calon istri ku jadi aku harus tau dimana tempat kerja istri ku."
Angel tak bisa mengelak. Sedikit kebohongan tak papalah ya.
"Aku kerja di RS. Permata Bunda."
"Aku antar."
"Gak."
"Kenapa?."
"Aku akan menangani pasien yang sedang dalam masa kejiwaannya gak stabil dan sewaktu-waktu bisa mengamuk. Aku tak punya waktu lagi."
Angel melepaskan cengkeraman tangan Varo dan segera masuk mobil. Ternyata Varo tak menyerah. Varo menghadang mobil kesayangan Angel.
"Mau lo apaansih."
Angel meneriaki Varo dari jendela mobilnya.
"Aku antar."
Angel ingin sekali menjambak rambut Varo yang sedang ingin bunuh diri di mobilnya.
Sepertinya memang Angel tak bisa menolak keinginan Varo kali ini.
"Ck. Ayo."
Angel turun dari mobil dan mengikuti Varo dari belakang yang sedang tersenyum penuh kemenangan.
Angel dan Varo masuk mobil dan segera Varo melajukan mobilnya membelah jalanan di siang hari yang panas ini. Matahari seperti menguji iman siapa saja yang kuat menahan sinar terik matahari.
Vano berhenti di depan lobi rumah sakit dan Angel segera turun tapi lagi-lagi tangannya dicekal Varo.
"Apalagi?."
Angel menatap horor Varo.
"Tak ada ucapan terimakasih?."
Angel memutar mata jengah lalu mendekatkan wajahnya ke arah Varo.
"Tak ada."
Angel segera melepas tangan Varo dan langsung masuk ke RS tanpa perduli Varo yang sedang mengumpat di mobil.
Angel menghubungi Teo untuk menjemputnya di pintu belakang RS karena Angel tak ingin profesi sebenarnya terungkap secepat itu.
Bisa-bisa misinya gagal hanya gara-gara hal sepele. Kan yang rugi Angel.
Angel melihat mobil sedan hitam berhenti tepat di depannya. Segera Angel masuk ke dalam mobil itu.
"Bukannya lo tadi dianter calon lo?."
Teo bertanya baik-baik tapi ditelinga Angel seperti Teo sedang mencemooh Angel.
"Berisik. Cepetan jalan."
Angel dalam mood yang buruk.
"Kayaknya bakal seru nih."
Teo cekikikan yang dibalas hantaman di perutnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Angel yang sedang bad mood.
🏵