Elaine masih tidak sadarkan diri setelah kecelakaan, Irgi saat itu ikut turun keluar kantor Aksara karena ingin beli makan siang. Di saat yang sama ia melihat kerumunan orang sedang membantu mendorong tubuh Elaine ke ambulan. Irgi langsung mengenalnya kemudian ikut ambulan ke rumah sakit.
"Elaine, bertahanlah! Maafin gue!" erang Irgi saat ambulan sudah berangkat. Ada rasa sesal di benaknya. Saat semua yang ia lakukan berdampak seperti ini. Tidak disangka Elaine dan buah hatinya terbaring bersimbah darah karena luka di kepala bagian belakang.
Dalam ketidak sadaran itu, sekujur tubuh Elaine tidak bisa digerakkan. Hanya otak yang mampu berjalan mundur kembali ke masa lalu pada sebuah pertemuan dibawah langit Yogyakarta menggores warna di lembar kisah hidupnya. Pertama Elaine bersama Irgi, menyelami indah mata bulat milik seorang pimpinan yang karismatik.
Karenanya Elaine begitu menghargai setiap detik sebelum semua menjadi kenangan. Waktu selalu berlari ke depan, hanya pikiran kita saja yang masih bisa memutar kembali kelebat kejadian lama dalam angan. Itulah yang terus hidup dan menjadi guratan sejarah yang hanya bisa dirinya rindukan.
Dialah Irgi yang membuat Elaine memahami bahwa menulis bukan hanya sekedar merangkai kata-kata tapi juga mencari jati diri, menemukan siapa diri kita sebenarnya. Iapun belajar menikmati rasa sakit agar tidak mendendam di kemudian hari. Irgi membuat Elaine paham betapa berharganya hari kemarin sebagai bekal di hari ini agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali.
Gemerlap kota Yogyakarta menjadi saksi bisu dari segala rasa yang ada saat Irgi membawa Elaine keluar sejenak dari belenggu sekaligus mengembalikan lagi harapan dan mimpi-mimpi yang telah lama dipendam sendiri.
******
Ini adalah Flashback di mana kamu bisa tahu waktu di mana Elaine bertemu dengan Irgi. Saat dirinya masih bersama pacar toxic pengangguran, Kiano.
"Lu mau kita mati?" bentak Elaine. Kiano mengendarai mobilnya dengan kencang tanpa peduli jalanan kota Yogyakarta sedang padat-padatnya. Bunyi klakson memekakkan telinga berkali-kali meraung-meraung setiap kali mobil itu hendak mendahului kendaraan lain. Pakaian seragam sekertaris masih melekat di tubuh Elaine, Kiano menjemput dirinya paksa dari kantor. Dia tidak suka Elaine bekerja sementara Kiano masih menganggur. Mobil mulus itu bukan milik Kiano, dia meminjam dari Elaine. Dia berjanji untuk mengembalikan mobil setelah mendapat pekerjaan pengganti. Namun sampai hari ini dia belum mengembalikan apapun.
"Kalau iya kenapa?" balas Kiano ketus. Elaine mengatupkan bibir, ia hanya menatap jalanan dengan ekspresi dingin dan beku.
"Ya sudah, belokkan saja mobilnya ke jurang!" kali ini emosi Elaine sudah tidak terbendung lagi, ia benar-benar marah dengan kelakuan kekasihnya. Ternyata memang benar, cinta hanya manis di awal selebihnya hanya emosi dan pertengkaran bertubi-tubi. Kata-kata sayang hanya sebatas angin lalu.
"Kenapa kamu mengulur-ulur waktu pertunangan?" tanya Kiano. "Pasti ada sesuatu, kan?" tuduhnya.
"Nggak! Aku larut dalam kesibukan kerja lagipula aku masih baru belum dapat izin untuk menikah," jelas Elaine
"Pasti kau pesimis gara-gara aku seorang pengangguran, benar kan?" desak Kiano.
"Kiano, bukan soal itu. Sudah lu percaya aja," belaku.
"Kamu seorang sekertaris general manager di Hotel Aventure sementara aku seorang pria pengangguran yang ingin makan di luar saja ngutang sama kamu. Ngaku kalau kamu malu!" tuduh Kiano sambil menekan persneling lalu membanting setir ke kanan. Bemper mobilnya nyaris menyentuh badan taksi di samping kiri.
"Jaga mulutmu!" bentak Elaine marah.
"Kamu yang harusnya menjaga sikap!" balas Kiano. Jari telunjuknya mendorong kepala Elaine hingga menyentuh kaca jendela. Dia sangat kasar membuat Elaine tidak tahan.
"Jaga tanganmu!" Elaine menghempaskan tangan Kiano dari kepala. Emosi Elaine meninggi karena tidak terima perlakuan Kiano padanya.
Mobil terus melaju hingga ke jalanan fly over. Kebetulan jalanan sedang lengang, mobil merah itu menuju ke angka seratus lima puluh berlari menembus angin. Elaine hanya diam, ia lelah untuk bicara. Elaine berulang kali meyakinkan bahwa dirinya menerima Kiano apa adanya tak peduli dengan pekerjaannya tapi Kiano-lah yang selalu mencari perkara. Elaine memang selalu mengundurkan waktu pertunangan karena ada alasan lain yang tak seharusnya Kiano tahu.
"Turunkan aku sekarang!" bentak Elaine.
"Sebentar lagi," jawabnya datar.
Elaine tak bergeming, terdiam menatap jalan yang semakin gelap seiring bulatan besar beriring ke barat kembali ke peraduaannya. Kanan dan kiri terlihat jalanan di bawah tol. Elaine ingin menerjunkan diri saja ke bawah taktala menyadari tingginya jarak antara jalan tol dan jalan aspal yang ada di bawahnya. Apapun itu yang penting bisa terbebas dari penjara cinta Kiano.
"Lu dengar nggak?" bentak Elaine lagi.
Bss…
Rem mobil berhenti tepat setelah lepas dari gerbang tol. Tanpa bicara, Kiano menyuruhku turun. Elaine sedikit bergidik ngeri. Jalanan itu begitu gelap, gemerlap lampu-lampu indah kalah oleh pekatnya malam. Hanya kegelapan, Elaine, dan mobil berlalu lalang. Elainepun keluar karena gengsi padahal sebenarnya ia sangat takut akan kegelapan. Tangannya menutup pintu mobil, bersamaan dengan itu Kiano langsung tancap gas meninggalkan Elaine sendirian. Malam menjelang, lalu lintas tol semakin sepi hanya ada beberapa motor dan mobil yang lewat. Angin dingin mulai berhembus terasa dingin menyentuh tengkuk. Air matanya meleleh tanpa terasa, mengingat masa indah dulu ketika awal bersama Kiano.
Semakin lama Kiano berubah, dia bukan lagi seorang pria yang manis dan menuruti semua keinginannya. Semenjak Kiano kehilangan pekerjaan, ia menjadi sensitif dan cemburu melihat Elaine yang semakin sukses bekerja. Sensitifitas itu sampai membuat Kiano tega meninggalkannya di tempat seperti ini.
"Alya bisa tolong jemput aku di bawah Fly Over. Gue share loc, ya?" suaraku bergetar saat menelepon Alya sahabatnya. Sekujur tubuh Elaine gemetar, ia ketakutan. Kegelapan ini seolah menerkam, menggerayangi sehingga ia tak mampu bergerak sedikitpun. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, ia sangat lelah setelah lembur sampai lepas maghrib masih ditambah kelakuan bodoh Kiano. Pacar toxic!
*****
Mimpi buruk itu datang kembali. Entah sudah berapa kali bayangan itu mengikuti hingga terbawa mimpi Elaine terbangun pagi buta karenanya. Tubuhnya bersimbah keringat dingin, ia masih merasa cemas. Kejadian seminggu yang lalu menyimpan trauma besar baginya. Kecemasan untuk tetap menjalani hubungan dengan Kiano. Dia laki-laki kasar yang tega meninggalkan Elaine sendirian di pinggir jalan. Dia berdiri begitu lama seperti orang bodoh.
Kesalahan itu memang tidak Kiano ulangi sampai hari ini. Ia sudah minta maaf dan menjadi pria paling baik di sisi Elaine untuk menebus sikap kasarnya. Namun kesalahan itu akan selalu terbawa. Elaine mudah memaafkan tapi sulit melupakan apa yang pernah Kiano perbuat. Hanya tinggal janji manis yang Kiano berikan sampai akhir pekan ini, Elaine hanya berbicara seperlunya pada Kiano. Rasanya mobil yang Kiano pegang adalah jaminan agar Elaine tidak pergi dari sisinya. Kalau Elaine pergi, mobilnya tidak kembali, sepertinya begitu.
Bersambung