Zell mengetuk pintu yang terbuat dari bahan yang sangat canggih, itu terlihat seperti terbuat dari sebuah logam, sebuah perak murni. Elisa melihat wajah Zell yang tertuju pada pintu tersebut, sampai akhirnya Elisa tidak dapat menahan tawanya.
"Pfft ...."
Zell lalu melihat Elisa yang sedang menutup mulutnya, upaya untuk menahan tawanya.
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya Zell dengan wajah jengkel.
"Kamu ... apa kamu tidak tahu apa-apa soal teknologi masa kini?" melainkan menjawab pertanyaan yang Zell berikan, dia malah balik bertanya.
"Memangnya kenapa? apa pintu ini tidak bekerja secara manual?" kata Zell sambil menatap pintu logam itu.
"Tentu saja, tidak. Cara kerjanya cukup seperti ini saja" jelas Elisa ketika dia menekan sebuah tombol biru yang tersembunyi dibalik kotak yang terletak di samping kanan pintu.
Itu berfungsi sebagai lonceng atau penanda bahwa seseorang akan memasuki ruangan tersebut. Karena, pintu itu hanya bisa dibuka atau diakses oleh pemegang kartu otoritas di SSBD ini. Jikalau, ada seseorang di dalam ruangannya, untuk membuka pintu, hanya perlu menekan tombol biru yang biasanya terdapat di dalam ruangan tersebut. Mau itu menempel di tembok, atau dimana. Biasanya, jika ruangan itu adalah sebuah kantor, mereka memasang tombol tersebut di atas meja.
Sebuah suara bzzz atau buzz, dan yang terdengar seperti alarm muncul ketika tombol biru yang terletak di luar ruangan ditekan.
Lalu, seseorang dari dalam membukakan pintu tersebut.
Pintu tersebut terbuka dengan cara bergeser ke samping, masuk ke dalam sela-sela yang sudah khusus disiapkan untuk pintu terbuka.
Pintu itu terbuka sepenuhnya dan menampakkan ruangan di dalamnya. Seorang pria berjas hitam dan berkacamata sedang duduk di bangkunya dan terlihat seperti sedang mengurus laporan-laporan dari layar hologram. Di samping belakangnya, dua orang perempuan berpakaian pelayan sedang berdiri, masing-masing dari mereka ada yang membawa sebuah layar biru sebesar laptop dan ada yang sedang memegang sebuah teko berisikan teh atau mungkin anggur di dalamnya.
Setelah sadar ada dua orang anak muda sedang berdiri di depan ruangannya, pria tersebut mematikan layar hologramnya dan mempersilahkan mereka berdua masuk.
"Masuklah" ajaknya.
Zell dan Elisa masuk ke ruangan kepala sekolah. Setelah mereka masuk, pintu pun kembali menutup.
Seorang pria berambut hitam kemerahan yang poninya hampir menutupi sebagian matanya yang berwarna dan memiliki tekstur layaknya sebuah emerald, mengangkat dagunya dan melonggarkan dasinya.
Ini pertama kalinya, Elisa melihat kepala sekolah SSBD secara langsung. Hatinya langsung berdegup kencang, wajahnya merona ketika melihat sosok pria tampan dan keren di depannya, yang mana adalah kepala sekolahnya sendiri. Elisa semakin gugup ketika matanya bertemu dengan kepala sekolah, dia menundukkan kepalanya untuk menghindari kontak mata dan menyembunyikan rasa malunya.
Elisa melirik Zell yang masih bersikap tenang, dia berkata di dalam hatinya, "Kenapa dia bisa begitu tenangnya ketika bertemu dengan kepala sekolah? aku jadi penasaran apa yang membuatnya begitu tenang"
"Jadi, kenapa kamu mengajakku untuk belajar disini?" tanya Zell.
Elisa terkejut dengan sikap yang Zell tunjukkan kepada kepala sekolah, yang seolah-olah dia menganggap kepala sekolah adalah teman lamanya atau sesuatu seperti itu.
Kepala sekolah itu tersenyum licik, lalu dia berdiri dari kursinya.
"Dingin sekali. Tapi, tidak apa ... Pertama, perkenalkan, aku adalah kepala sekolah SSBD, Kamu bisa memanggilku Raven. Aku dijuluki sebagai 'Pangeran Gagak' ketika masa perang dengan para monster," ungkapnya sambil memperlihatkan sebuah gambar-gambar dirinya yang diambil ketika melawan para monster.
"A-ahh ... Jadi, a—anda adalah Raven si Pangeran Gagak?!" Elisa terkejut.
"Aku tidak menyangka, aku bisa melihat anda secara langsung." Elisa melanjutkan.
"Dan, kamu adalah ... ?" tanya Raven melirik Elisa yang berdiri di samping Zell.
Kegugupan Elisa semakin bertambah, ketika mata mereka bertemu satu sama lain untuk kedua kalinya. Dengan wajah menunduk melihat lantai, Elisa memperkenalkan dirinya, "A-aku adalah Elisa Agathania. Anak tunggal dari keluarga Agathania, ayahku adalah Endo Agathania."
"Ah, putri dari tuan Endo? Senang bertemu denganmu," ucap Raven memberi senyuman.
"I-iya, senang bertemu dengan anda juga," balas Elisa masih dengan wajahnya menunduk ke bawah.
Lalu, perhatian Raven kembali pada Zell yang sedang berdiri dengan santai di depannya, tanpa memperlihatkan ekspresi kesal ataupun marah karena lama menunggu.
Setelah Zell mengetahui bahwa Raven sudah selesai berbicara dengan Elisa. Zell akhirnya bertanya, "Jadi, apa tujuanmu?"
Raven memberikan senyuman padanya, lalu menjawabnya, "Salah satu dari pelayanku dapat melihat semua tentang seseorang hanya dengan kedipan matanya. Dia mengatakan padaku, kalau kamu memiliki kemampuan yang unik yang membuatnya tidak dapat melihat segalanya tentang dirimu ataupun apa yang ada dalam dirimu."
Salah satu dari pelayannya yang membawa sebuah layar biru, menundukkan kepalanya setelah Raven menyebutnya. Pelayan tersebut kemudian melihat Zell dengan penuh konsentrasi, matanya berubah dari warna coklat menjadi emas, matanya juga mengeluarkan sedikit cahaya. Namun, setelah mencoba menggunakan kekuatannya pada Zell, dia menutup matanya beberapa detik lalu membukanya kembali.
"Ada sesuatu di dalam dirinya yang menghalangiku," ucapnya.
"Itu yang dia katakan. Dan oleh karena itu, aku penasaran ada apa di dalam dirimu sebenarnya." Raven tersenyum licik namun mencoba untuk menyembunyikannya.
Elisa mengangkat kepalanya dan melirik Zell di sampingnya. Dia berkata di dalam hatinya, "Huh, apa? dia memiliki sesuatu di dalam dirinya? apa mungkin itu semacam kekuatannya?"
Kesunyian muncul di antara mereka setelah penjelasan itu.
Zell berdecak, lalu menggaruk kepalanya sambil berkata, "Hah ... untuk beberapa alasan, aku tidak bisa mengatakannya. Tapi, aku akan menerima ajakanmu untuk sekolah disini, dengan begitu, mungkin suatu hari nanti kamu akan tahu apa yang ada di dalam diriku. Tapi, dengan syarat ... aku tidak ingin ada perlakuan khusus untukku, aku akan menjalani kehidupan sekolahku sesuai dengan keinginanku sendiri, dan biarkan aku mengikuti seleksi penerimaan calon murid."
Raven tersenyum dan menerima persyaratan yang Zell berikan. Elisa malah nampak terkejut dengan persyaratan yang Zell ajukan.
....
"Kenapa kamu ingin mengikuti seleksinya?" tanya Elisa setelah mereka keluar dari ruangan Raven.
"Karena jika aku tiba-tiba menjadi murid disini, tanpa mengikuti seleksi. Aku pasti sudah menjadi topik pembicaraan orang lain, dan aku tidak menyukai hal itu," jawab Zell ketika mereka berjalan bersampingan di koridor menuju elevator.
Zell menekan tombol dari elevator, selagi menunggu elevator datang. Elisa bertanya lagi, "Tapi, apa kamu akan menunjukkan kekuatan yang ada pada dirimu nanti? jika begitu, mungkin kamu akan berakhir menjadi topik pembicaraan"
Pintu elevator terbuka, lalu Zell masuk ke dalam elevator.
"Siapa tahu?" ucap Zell. Lalu, dia melanjutkan, "Cepat masuklah, sebelum pintunya tertutup."
"Ahhh, iya ...." panik Elisa, dia segera masuk ke dalam elevator.