Chereads / Double Dimension / Chapter 4 - Mengakhiri hari dengan martabak yang lezat

Chapter 4 - Mengakhiri hari dengan martabak yang lezat

Elisa dan Zell keluar dari elevator setelah tiba di lantai 1 gedung tersebut. Tidak banyak yang mereka bicarakan setelah itu, hanya beberapa ucapan kemudian mereka berpisah karena Elisa ditelpon oleh ayahnya jika urusannya di sekolah sudah selesai.

"Maaf, ya. Ayahku baru saja meneleponku, jadi, kurasa kita akan berpisah disini. Sampai bertemu denganmu nanti di seleksi," ucap Elisa yang berlari keluar dari gedung.

Zell juga ikut keluar dari gedung tersebut lewat pintu depan, kemudian melihat Elisa yang dijemput oleh seorang pemuda berambut pirang dengan mobil yang mirip seperti sebuah Lamborghini namun tidak memiliki roda, melainkan sebuah jet yang dipasang di bawah mobil tersebut, yang membuat itu melayang di udara walaupun tidak tinggi. Suara yang dihasilkan dari mobil terbang itu juga tidak menimbulkan suara yang keras dan berisik, tapi sebuah suara yang tenang seperti kendaraan tanpa mesin.

"Laki-laki tadi, apa dia orang asing?" gumamnya melihat mereka meninggalkan sekolah dengan mobil terbangnya.

Ngomong-ngomong membicarakan tentang orang asing, yang memiliki rambut yang berwarna seperti pirang, merah, perak, dan sebagainya. Sebelum kekacauan yang disebabkan oleh lubang hitam yang muncul secara tiba-tiba, geografis dan musim dunia yang biasanya masih tetap sama. Dimana orang-orang dengan rambut pirang banyak ditemukan di benua Amerika.

Tetapi setelah kekacauan, geografi, iklim, dan lainnya menjadi kacau sehingga membuat bumi dalam keadaan yang terpuruk. Untungnya, teknologi manusia saat ini dapat mencegah bahkan memanfaatkan abnormalitas yang terjadi pada bumi menjadi keuntungan yang besar.

Kini, bahkan di negara yang sebelumnya memiliki iklim tropis, secara misterius bisa memiliki 4 musim seperti negara sub-tropis. Tidak hanya itu, orang-orang yang memiliki kekuatan sejak dilahirkan, biasanya memiliki warna rambut tersendiri.

Yang terpenting, itu semua tidak berlaku kepada Zell. Dia memiliki warna rambut perak sejak lahir walau orang tuanya tidak memilikinya, bahkan saat tes darah, Zell tidak memiliki darah kedua orang tuanya sama sekali. Dan dikatakan juga, ada sesuatu yang hinggap di dalam dirinya yang membuatnya tidak akan bisa hidup lebih dari 10 tahun, namun tentunya pernyataan tersebut entah kenapa tidak terjadi. Sekarang Zell sudah berumur 16 tahun, dan dia tubuhnya sehat-sehat saja. Karena, sebenarnya sesuatu yang hinggap di dalam dirinya itu bukanlah ancaman bagi hidupnya melainkan sebuah berkah atau bantuan dari dewa demi hidupnya. Namun, teknologi manusia bahkan kekuatan super masih belum dapat mengidentifikasi apa yang sebenarnya ada pada dirinya.

"Terserahlah, itu tidak akan menggangguku," ucapnya, kemudian perutnya tiba-tiba berbunyi saat hendak dia akan melangkah. "Kurasa, aku akan mengunjungi paman Dika di jalan pulang." Zell berjalan keluar dari lingkungan sekolah.

....

Di jalan, Zell berhenti di sebuah bangunan sedang. Di atas bangunan tersebut terdapat sebuah ukiran huruf yang bertuliskan 'Martabak Heaven'. Di jaman yang sudah modern dan canggih ini, masih berdiri sebuah bangunan yang menjual martabak, makanan yang populer sebelum jaman kekacauan.

Di balik kaca, Zell dapat melihat beberapa orang mengunjungi tempat ini. 'Martabak Heaven' ini adalah tempat pamannya bekerja. Sebenarnya, pamannya lah yang memiliki bisnis jualan martabak ini. Mungkin bisa dibilang, tempat ini pantas juga untuk dikatakan sebagai restoran?

Zell masuk ke dalam restoran itu. Mendengar suara pintu terbuka dan lonceng berbunyi dari arah pintu, salah seorang pelayan yang bekerja disana menyambut kedatangan Zell.

"Selamat datang di Martabak Heaven, ada yang bisa saya bantu?" sambut seorang pelayan merendahkan kepalanya.

Zell melihat pelayan yang menyambutnya.

Dia adalah seorang gadis biasa tanpa kekuatan, memiliki rambut pendek berwarna coklat dan mata merah terang. Dia terlihat lebih kecil dibandingkan gadis lain seusianya.

Tapi, dia memiliki sifat yang ceria dan semangat yang tinggi jika dilihat dari cara dia menyambut Zell dan suaranya yang penuh semangat tersebut.

"Umm … aku mau pesan martabak spesialnya satu."

"Apa anda ingin makan disini atau membawanya pulang?" tanya pelayan itu bersiap 'tuk menulis pesanan Zell.

"Bawa pulang," balas Zell.

"Baiklah, silakan duduk dulu disana selagi menunggu pesanan anda!" pinta pelayan itu menunjuk ke salah satu meja kosong di pojok dekat jendela.

"Gadis yang bersemangat." Batin Zell selagi dia duduk melihat jalanan dari balik jendela.

Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya pesanannya selesai. Zell membayar martabak spesialnya yang seharga 400.000 (Empat ratus ribu) rupiah per porsinya. Satu porsi biasanya dibagi menjadi 12 - 16 potongan kecil.

Di jaman ini, nilai uang menjadi semakin tinggi, semakin tingginya. Uang sekitaran 50 juta rupiah itu tergolong kecil.

Nilai mata uang di seluruh negara hampir sama rata sekarang, hampir tidak terlihat perbedaan dalam nilai mata uang di jaman sekarang. Seperti halnya Rupiah dengan Dollar Amerika, sebelum kekacauan, nilai mata uang kedua mata uang ini relatif jauh, yaitu 1 Dollar Amerika Serikat berharga 15.000 Rupiah Indonesia. Namun, sekarang tidak ada perbedaan yang tinggi antara dua mata uang tersebut. 1 Dollar Amerika sama dengan 4.000 Rupiah Indonesia. Sayangnya, karena kebijakan 40 Persona, semua warga dunia diharuskan memakai Dollar untuk bertransaksi satu sama lain.

Jika begitu, maka harga martabak yang dibeli oleh Zell adalah sekitar 100 Dollar.

....

Zell kembali ke rumah kos-nya yang berjarak setidaknya 5km dari SSBD dalam 10 menit dengan transportasi mobil kapsul terbang.

Di dalam perjalanan itu, Zell sudah memakan setidaknya 3 potong martabak, kini tersisa 13 martabak. Zell membayar harga transportasi seharga 200 Dollar.

Zell menuju kamar kos-nya yang sempit dan berantakan, dia pergi ke dapur untuk mencuci mukanya. Matahari yang terbenam dapat terlihat dari kaca berukuran 2x2 meter di arah barat (arah jam 9 jika dilihat dari perspektif Zell yang baru saja keluar dari dapur).

Duduk di sebuah sofa yang menghadap ke arah barat, sambil menikmati matahari terbenam dan pemandangan kota dengan ditemani oleh martabak yang lezat. Hari ini, berakhir dengan damai untuk Zell.