Chereads / MY UNCLE, MY HUSBAND / Chapter 32 - CUKUP DENGARKAN SAJA

Chapter 32 - CUKUP DENGARKAN SAJA

"Aaaaakkkkhhhhhh ingin mati saja rasanya jika tahu begini jadinya." teriak Ardham dalam hati, dengan menyembunyikan wajahnya ke dalam bantal.

Setelah Abay selesai menjelaskan semuanya pada Anna dan Bella, Abay pamitan pada Ardham yang wajah sedari tadi nampak muram.

"Bay, apa bisa kita pulang bersama? Marvin tidak bisa menjemputku karena masih antar Nadine, kalau menunggu Marvin takutnya terlalu lama." jelas Bella yang sudah di beritahu Marvin lewat pesannya.

"Oke, ayo." balas Abay menatap Bella dan Anna bergantian.

"Dham kita pulang dulu ya." pamit Anna dan Bella. Ardham hanya mengangguk lesu dengan mengangkat tangannya sedikit.

Suasana kembali sepi setelah Abay, Bella dan Anna meninggalkan kamar Ardham.

Ardham melihat jam dinding, sudah hampir enam jam Nadine belum kembali juga.

"Sekarang apa yang di lakukan Nadine dan Marvin di luar? kenapa Nadine tak mengirim pesan padaku atau menelponku?" Tanya Ardham dalam hati semakin gelisah, hatinya terasa sunyi tanpa ada Nadine di sampingnya.

Ardham menghela nafas panjang, menatap dinding langit. Rasa kuatir, rasa rindu, dan rasa cemburunya melingkupi ruang pikirnya.

Mata Ardham terpejam mencoba untuk tidur agar bisa melupakan gundah hatinya.

Selang beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu kamarnya seiring suara wanita yang sangat di cintainya sedang memanggil namanya begitu dekat di telinganya.

"Ardham." panggil Nadine pelan di telinga Ardham. Namun Ardham diam bergeming, matanya masih terpejam.

Nadine mendekati Ardham, menatap wajah tampan Ardham yang terlihat seperti orang sudah tidur.

Berlahan jemari Nadine menyusuri tiap inci wajah Ardham, dari bola matanya yang coklat, alisnya yang tebal, hidung yang mancung, rahang yang keras, serta bulu-bulu halus di sekitar rahang menambah kejantanan seorang Ardham.

Tepat pada bibir Ardham jemari Nadine berhenti, dengan hati-hati jemari nadine mengusap pelan bibir Ardham yang tipis namun terlihat seksi. Sungguh ketampanan yang sangat sempurna.

"Kamu sangat tampan Dham, lebih tampan dari pria manapun. Aku tidak tahu kenapa aku bisa mencintaimu. Kamu tahu? sejak usiaku masih remaja aku sudah memimpikan ingin menjadi istrimu yang akan selalu menemanimu, melayanimu dan menyayangimu selamanya. Dan selama tujuh tahun aku menunggumu dengan perasaan rindu di tiap malamku. Dan sekarang kamu telah menjadi milikku, aku sangat bersyukur bisa memilikimu. Dan jika kamu tahu, aku tidak bisa jauh-jauh darimu. Setiap saat selalu merindukanmu." bisik Nadine dengan suara lirih mencurahkan semua isi hatinya pada Ardham yang diyakininya telah tidur dan Ardham pasti tidak akan mendengarnya.

"Jika kamu tidak bisa jauh dariku, dan selalu merindukanku. Kenapa hari ini kamu meninggalkanku sangat lama, dan meninggalkanku sendiri?" balas Ardham membuka matanya menatap wajah Nadine yang sangat dekat tepat berada di depan wajahnya.

"Eh!!." spontan Nadine menjauhkan wajahnya dengan perasaan malu melihat mata Ardham yang terbuka dan membalas ungkapan rasa hatinya.

Namun saat itu juga tangan Ardham menahan punggungnya hingga Nadine tak bisa menjauh.

"Jawab pertanyaanku Nad?" tatap tajam Ardham meminta jawaban Nadine.

"Pertanyaan apa?" Nadine mencoba lepas dari rengkuhan Ardham, namun rengkuhan Ardham semakin kuat seakan-akan bukan lagi pasien yang lagi sakit.

"Katakan kenapa kamu meninggalkanku sangat lama? apakah kamu tidak merindukanku? apakah karena bersama Marvin hingga kamu melupakanku?" cecar ardham dengan suara seraknya, menahan kekecewaan yang sangat.

"Bisakah aku menjawabnya dengan duduk Dham? aku tidak bisa menjawab dalam posisi seperti ini?" ucap Nadine gugup, takut jika ada yang melihat lagi saat dia bersama Ardham dalam posisi yang intim.

Perlahan rengkuhan Ardham mengendur.

"Ceritakan semua, kenapa ponselmu ada di Marvin? dan ada keperluan apa kamu pergi sama Marvin?" tanya ardham seperti polisi yang menginterogasi tersangka.

Nadine menelan salivanya, kekasihnya ternyata orang yang sangat posesif sekali.

"Ponselku ada masalah tadi, bisa menerima tapi tidak bisa menelepon atau mengirim pesan. Jadi aku berikan pada Marvin untuk di perbaiki. Pada saat kamu menelepon, aku sedang mandi." ucap Nadine sambil melirik Ardham yang masih menatapnya tak berkedip.

"Dan tadi, memang aku tidak langsung kemari. Aku minta tolong Marvin mengantarku, untuk membeli bubur ayam dan terang bulan kesukaanmu. Karena aku yakin kamu pasti tidak suka dengan makanan rumah sakit kan?" Lanjut Nadine menceritakan semuanya pada Ardham. Tatapan Ardham mulai melunak dan meredup. Rasa malu menyelimuti wajahnya.

"Em..Aku minta maaf. Aku tadi mencemaskanmu karena kamu terlalu lama kembalinya, dan kamu juga tidak menelponku." ucap Ardham dengan hati yang telah luluh. Nadine tersenyum lega, Ardham sudah mulai tenang.

"Apa ada lagi yang ingin kamu tanyakan Dham?" tanya Nadine menatap lekat mata Ardham.

"Apakah semua yang kamu katakan tadi benar? kalau kamu ingin menjadi istriku, dan selamanya mencintaiku?" Tanya Ardham dengan wajah memerah.

"Semua yang kukatakan benar adanya." jawab Nadine dengan jujur.

"Apakah termasuk tidak bisa jauh dariku? dan selalu merindukanku?" tanya Ardham lagi dengan hati berdebar-debar.

"Ya Dham, semuanya benar." Jawab Nadine lagi mencoba bersabar dengan sikap Ardham yang mulai manja.

"Nad, seandainya kita berjauhan untuk sementara waktu apa kamu mau?" tanya Ardham hati-hati.

"Maksudnya?" tanya balik Nadine tak mengerti.

"Nadine, aku ingin kamu kamu meninggalkan negara ini untuk sementara saja, anggaplah kamu sedang berlibur. Nanti Marvin akan menemanimu." sahut Ardham dengan serius.

"Aku tidak mau! jika untuk berlibur kenapa harus jauh-jauh ke luar negeri? apalagi dengan Marvin." bantah Nadine.

"Kamu harus pergi Nad, jika kamu tidak mau dengan Marvin terus dengan siapa?" tanya Ardham berusaha membujuk Nadine.

Ardham tahu hatinya pasti akan sakit karena rasa cemburunya pada Marvin, Namun keselamatan Nadine dan Marvin lebih penting dari rasa cemburunya yang tak beralasan. Apalagi mengingat janjinya pada Bella untuk menjaga dan melindungi Marvin juga.

"Aku harus bisa menahan rasa sakit dan cemburuku ini demi Nadine." Ucap Ardham dalam hati.

Di tatapnya sekali lagi wajah Nadine yang terlihat kesal.

"Kamu pergi dengan Marvin ya Nad? karena hanya Marvin yang bisa menjagamu nanti." Ucap Ardham dengan tatapan memohon.

"Kamu yang akan menjagaku Dham! hanya dengan kamu, aku mau pergi." ucap Nadine dengan pasti.

"Aku ada urusan di sini yang tak bisa aku tinggalkan Nad, dan urusan ini sangat berbahaya. Aku tidak ingin kamu terlibat, jadi dengarkan aku. Kamu sama Marvin pergilah berlibur, ini hanya sementara saja." ucap Ardham dengan wajah serius menatap dalam mata Nadine.

Nadine membalas tatapan Ardham dengan sorot mata kesal.

"Aku sudah mendengarmu bicara. Sekarang giliranku, jadi dengarkan aku sekarang. Aku tidak akan berlibur atau kemanapun! Aku tetap di sini bersamamu!" ucap Nadine dengan sangat tegas.

"Nadine aku tidak sedang bercanda sayang? masalah ini sangat serius, aku tidak ingin kamu terlibat. Aku mohon...kamu pergi dengan Marvin ya?" bujuk Ardham lagi.

"Aku juga tidak sedang bercanda Ardham, aku akan tetap di sini bersamamu walaupun aku harus terlibat." tantang Nadine dengan wajah serius.

"Kamu sungguh keras kepala Nad." keluh Ardham tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Kamu juga Dham, sungguh keras kepala." balas Nadine dengan wajah kesal.

"Aku melakukan ini semua demi kebaikanmu Nadine." suara Ardham melunak seraya membelai pipi Nadine.

"Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu Ardham? aku tidak bisa jauh darimu lagi." suara Nadine pun melembut.

"Aku tidak ingin kamu dalam bahaya sayang, cukup dengarkan aku kali ini saja." ucap Ardham mengecup puncak kepala Nadine.

"Jangan menyuruhku pergi jauh dari mu Dham, aku tidak akan sanggup. Biarkan aku tetap di sampingmu. Dengan bersama, kita hadapi semua masalah yang ada?" cicit Nadine dalam dekapan Ardham.