Chereads / MY UNCLE, MY HUSBAND / Chapter 28 - BIARKAN KU MEMILIH

Chapter 28 - BIARKAN KU MEMILIH

Selang beberapa detik...

Mata Nadine berlahan terbuka, saat telinganya mendengar bunyi detak suara monitor elektrokardiogram bergerak normal naik turun.

Antara percaya dan tidak, Nadine mendongak dan mengamati monitor elektrokardiogram yang bergerak secara normal dengan gambar grafik naik turun.

Airmata Nadine merembes seiring seiring senyuman di sela bibirnya yang sedikit pucat. Tubuh Nadine yang awal mulai terasa lemas, kembali tegak mendapatkan kekuatan penuh. Luapan hati yang bahagia membuat Nadine menangis dan tertawa seraya menatap wajah Ardham dengan tatapan yang tak percaya, berkali-kali Nadine mengucapkan rasa syukur sambil mencium seluruh wajah Ardham.

"Paman, pamannnn...akhirnya kamu sadar juga. Ini adalah keajaiban dari Tuhan..Ya Tuhan terimakasih, Kau telah mengembalikan Paman Ardham padaku." lirih suara Nadine sambil menempelkan wajahnya di wajah Ardham.

Deru Nafas Ardham yang keluar pelan dari hidungnya serasa masuk ke nafas hidung Nadine. Serasa hangat mengalir ke seluruh ruang hati Nadine.

Di tatapnya wajah Ardham yang masih terpejam, dan di belainya kedua pipi Ardham dengan segenap perasaan.

"Trimakasih paman telah bertahan, dan kembali untukku." bisik Nadine lembut.

Nafas Ardham yang awalnya kembali normal, tiba-tiba terlihat sedikit berat dan nampak kesulitan, Nadine kembali panik dan segera menekan tombol alarm, dan berteriak keras.

"Dokter!! tolongggggg!! dokter!!"

Dokter dan beberapa perawat yang di luar segera masuk dan sangat terkejut saat melihat monitor elektrokardipgram bergerak cepat tidak normal, pertanda ada kehidupan lagi pada Ardham walau sekarang dalam keadaan kritis kembali. Dokter memberikan intruksi pada asistennya dan pada yang lainnya.

"Nadine tolong kamu keluar sebentar, biar kami membantu Ardham sekarang. Kami senang Ardham telah kembali, ini benar-benar suatu keajaiban." ucap dokter, kemudian kembali ke tempat Ardham dan memulai membantu Ardham karena ada penyumbatan dalam pernafasannya.

Nadine keluar dari ruang operasi, dengan sedikit cemas bercampur kelegaan yang luar biasa, Ardham nya telah hidup kembali.

Bella dan Anna sontak berdiri saat melihat Nadine yang berdiri dengan mata yang berkaca-kaca seiring senyuman di ujung sela bibir Nadine.

"Nadine, apa yang terjadi nad?" tanya Anna mendekati Nadine yang masih berdiri termangu.

"Paman masih hidup Bi An, paman telah kembali untuk kita." suara Nadine bergetar menahan tangis bahagianya.

Wajah Anna dan Bella terkejut mendengar apa yang di katakan Nadine, bersamaan keduanya memeluk tubuh Anna.

"Apakah sekarang Ardham sudah baik-baik saja di dalam?" tanya Bella.

"Ada masalah pada pernafasan paman, dokter telah menanganinya di dalam." jawab Nadine.

"Aku tidak bisa mempercayai ini, ini benar-benar keajaiban. Apa yang di pikirkan Ardham hingga membuatnya kembali?" tanya Anna serasa tak percaya dan penasaran.

Nadine menundukkan wajahnya malu terhadap Anna.

"Ini semua karena Nadine..An. Ardham mencintai Nadine, untuk itulah dia kembali." sahut Bella cepat. Anna tersenyum kemudian meraih tubuh Nadine dan memeluknya erat.

"Kamu berhutang cerita pada kami, kamu harus menceritakan semuannya kenapa Ardham sampai mengalami kecelakaan." ucap Anna tersenyum sambil mengangkat dagu Nadine agar mau menatapnya. Nadine mengangguk kecil.

"Nadine." panggil Bella mulai menguatirkan Marvin yang hampir satu jam belum kembali.

"Bisakah kamu mencari Marvin? dia sepertinya marah pada tante karena masalah tadi."

"Ya tante, Nadine mengerti...di mana Marvin sekarang?"

"Mungkin di kantin kalau tidak di suatu tempat, coba kamu hubungi saja ponselnya."

"Baik tante, tapi bagaimana dengan paman." ucap Nadine masih kuatir dengan keadaan Ardham.

"Tenang saja Nad, biar Bi An dan tante Bella yang jaga Ardham di sini. Kasihan Marvin sepertinya lagi gelisah hatinya." sahut Anna menimpali. Bella mengangguk kecil.

"Baiklah, Nadine pergi dulu Bi An..Tante." sahut Nadine, kemudian berlalu pergi mencari Marvin yang entah di mana posisinya sekarang..

Hampir seluruh lorong rumah sakit Nadine lewati, tiap sudut taman, seluruh ruang tunggu, Nadine belum juga menemukan Marvin.

Ponsel Marvin juga tidak bisa di hubungi. Sedikit putus asa Nadine melangkah ke arah kantin yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Hati Nadine berharap Marvin ada di dalam kantin. Mata Nadine mulai mencari-cari Marvin setelah berada di dalam kantin. Di sudut pojok kantin terlihat Marvin duduk melamun sambil menatap hampa pada segelas juice di hadapannya.

Nadine berjalan pelan, dan segera mengambil duduk di hadapan Marvin.

"Boleh aku minum juicenya Marv? sayang kan kalau sedari tadi tidak ada yang meminumnya?" ucap Nadine yang tiba-tiba, membuat Marvin sadar dari lamunannya. Marvin menatap Nadine sekilas, kemudian Marvin berdiri hendak pergi namun dengan cepat Nadine mencekal lengan Marvin dengan kuat.

"Duduklah Marv, kita harus bicara." lirih suara Nadine namun tegas di telinga Marvin.

Marvin kembali duduk tanpa melihat Nadine,

"Kamu pasti marah padaku kan Marv? katakan padaku sekarang jika kamu marah dan kecewa dengan sikapku? aku siap menerimanya." ucap Nadine menatap Marvin yang belum juga menatapnya.

"Aku tidak marah padamu Nad." akhirnya Marvin membuka suaranya dengan suara yang berat.

"Aku hanya marah pada diriku sendiri yang begitu saja mau kau permainkan, aku tahu..kamu mencintai paman Ardham, dan sampai sekarangpun kamu tidak bisa berpaling darinya. Lalu bagaimana dengan diriku? dengan janjimu padaku?" ucap Marvin dengan sangat kecewanya.

"Aku kira, aku bisa percaya padamu Nad...tapi ternyata sama saja seperti wanita lainnya." lanjut Marvin dengan suara dingin.

Nadine menarik nafas panjang, tak tahu lagi harus menjelaskan apa pada Marvin. Tentang perasaannya yang tidak bisa berpaling, atau janjinya pada Marvin yang akan melangsungkan pertunangan.

Sekarang Nadine di hadapkan pada dilema, kembali pada cintanya Ardham atau pada janjinya pada Marvin.

"Menurutmu jika kamu menjadi aku, apa yang harus kamu lakukan Marv?" tanya Nadine dengan perasaan bersalah.

Marvin terdiam, mungkin jika dia menjadi Nadine pasti dia akan memilih orang yang dia cintai.

"Katakan Marv, siapa yang harus kamu pilih?" tanya Nadine lagi.

"Kamu pasti memilih orang yang kamu cintai kan Marv?"

"Jika kamu tahu aku pasti memilih orang yang aku cintai..pasti kamu juga tahu, aku akan mempertahankan wanita yang aku cintai, yaitu kamu? apakah aku salah Nadine?" tekan Marvin menatap wajah Nadine dengan serius.

Nadine membalas tatapan tajam Marvin, dengan perasaan yang semakin bersalah.

"Maafkan aku Marv, kamu tidak ada salah, aku yang salah yang telah mempermainkan hatimu." lirih suara Nadine, tak mampu lagi meredakan kekecewaan Marvin.

Marvin sangat terluka dengan permintaan maaf Nadine padanya.

"Begitu mudahnya kamu meminta maaf padaku Nad, dan begitu mudahnya saat kamu berjanji untuk berusaha mencintaiku dan mau bertunangan denganku. Apakah aku hanya mainan bagimu Nad?" jerit lirih Marvin di telinga Nadine.

Airmata Nadine berlinang, apa yang di katakan Marvin benar adanya. Marvin tidak salah dan dirinya yang bersalah.

"Maafkan aku Marv, aku memang bersalah. Aku salah telah mempermainkan hatimu, marahi aku Marv! hina aku! atau jika perlu kamu bisa menamparku atau memukulku! asal kamu bisa memaafkan kesalahanku." ratap Nadine dengan airmata yang sudah mengalir.

Hati Marvin seakan teremas-remas dan sangat terluka, dengan perkataan Nadine yang siap menerima hukuman apapun darinya demi memilih cintanya pada Ardham.

Tubuh Marvin bergetar, tak sanggup lagi menahan kekecewaannya dan kesedihannya. Nadine telah memilih cinta nya daripada janjinya kepadanya.

Hati Marvin menangis lara. Di lihatnya wajah Nadine tertunduk masih dengan isak tangisnya.

"Bangunlah Nad, berdiri...kamu ingin mendapatkan hukuman dariku bukan?" tanya Marvin yang sudah berdiri di hadapan Nadine yang masih duduk.

Berlahan Nadine berdiri, hatinya sudah bertekad untuk siap menerima segala amarah dari Marvin.

"Lakukanlah Marv, keluarkan semua amarahmu, kecewamu, semua rasa sakitmu padaku. Aku siap menerima apapun itu, asal setelah ini kamu tidak akan terluka lagi, dan tidak marah padaku lagi." ucap Nadine lirih menatap penuh wajah Marvin yang terlihat sangat terluka.

"Baiklah, jika kamu siap dengan hukuman yang aku berikan." ucap Marvin putus asa, hilang sudah harapan cintanya serta impiannya hidup bersama Nadine.

Nadine menutup matanya berlahan, bersiap menerima hukuman apapun dari Marvin.

"Lakukan sekarang Marv." ulang Nadine.

Marvin menatap penuh Wajah Nadine yang terlihat pucat dan lelah. Wajah yang cantik, hati yang cantik, sungguh telah meruntuhkan hatinya.

Airmata Marvin menggenang di sudut matanya seiring hatinya yang menangis dalam, berusaha melepas cinta dan mulai melupakan cintanya dari sekarang.

Dengan hati yang sakit dan terluka, Marvin menarik keras tubuh Nadine dalam dekapannya. Marvin menangis terisak dalam ceruk leher Nadine. Berlahan Nadine membuka matanya, masih dengan keterkejutannya melihat Marvin menangis dengan memeluk dirinya dengan sangat erat.