"Aduh, udah dong, Dok, nangisnya!" Amira mengusap-usap punggung Hendry. Sudah hampir satu jam sejak Vero bertanya, "Apa mereka nyata?" dan sudah lebih dari dua ratus lembar tisu terbuang karena Hendry yang tidak juga berhenti menangis.
"Lo tau nggak sich, Mir, gue ini sahabatnya. Udah kayak saudaranya sendiri, selama ini gue selalu khawatir sama dia. Dan lo liat sendiri 'kan apa yang udah gue lakuin buat dia. Gue mandiin dia, masakin makanan buat dia dan nemenin dia tidur. Masa tega sich dia ngelupain gue dan yang dia ingat cuman…cuman…," dan Hendry meraung lagi, sepertinya sulit buatnya mengucapkan nama 'Reina'. "Sakitnya tuh di sini…Mir… di sini!" ujar Hendry sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri.