Ini jam makan siang. Amira datang dengan membawa sisa-sisa isakan. Langkah kakinya tampak tak bertenaga dan otaknya ia paksa untuk berhenti berpikir. Amira meraba tengkuknya, rasa dingin yang ia rasakan. Rasa dingin yang membangkitkan memorinya tentang Vero yang selalu saja membuatnya menunggu setiap malam. Rasa dingin yang membuat rasa rindunya semakin pekat ketika ia memutuskan untuk meninggalkan Vero.
Di jarak tiga meter dari sofa ruang tengah, langkah Amira tiba-tiba terhenti. "Vero!"lirih Amira.
Vero duduk di sofa. Ia menonton film Mikcey Mouse yang bernuansa hitam putih dengan teknologi sound seadanya. Tatapannya nanar. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun ketika ada seorang kakek dengan pendengarannya yang abnormal mencoba berbicara dengan seekor kuda. Pemandangan yang kontras terjadi pada Hendry, laki-laki yang sekarang di meja makan, tidak berhenti ngakak sambil sesekali menyumpalkan timun ke mulutnya.