HAPPY READING 💛
"So... You my bitch." Dominic sedikit menjauhkan diri dan tangannya mengambil dagu agar Jean bisa menatapnya.
"Dan berhenti memasang wajah sendu dihadapanku. Kau pikir aku akan kasihan padamu?" Dominic memasang senyum smirk nya.
"Pelacur tetaplah pelacur. Aku sudah membawamu ketempat ini, berterimakasihlah. Dan kau pikir ini semua gratis? Kau adalah miliku. Dari helai rambut, tubuhmu dan semuanya adalah miliku. Jadi aku bisa saja membuangmu begitu saja." Tangan Dominic menyentuh menyentuh setiap permukaan kulit Jean.
Jean menggigit bibirnya kuat-kuat, bukan karna ia menyukai sentuhan dari Dominic, Jean hanya menahan amarah, sedih, benci yang teramat sangat pada Dominic dan dirinya.
Dominic benar, tubuhnya, dirinya bahkan sehelai rambut pun sudah milik Dominic. Ia telah membelinya dengan harga fantastis, semua perintahnya adalah mutlak.
"Pakai dan pergilah dari hadapanku." Dominic menyuruh Jean untuk pergi.
Dominic memunggungi Jean yang sedang mengambil gaun yang ia kenakan tadi dan memakainya kembali.
"Aku kira kau berbeda." Cicit Dominic sepeninggal Jean.
****
Empat hari berlalu sejak saat itu, Dominic pergi meninggalkan mension nya. Jean seorang diri di mension besar itu. Delia dan Eliot pun tidak terlihat dan diyakini oleh Jean ikut pergi dengan Dominic. Hanya sesekali Jean melihat maid datang untuk membersihkan ruangan dan menyiapkan makanan untuk Jean.
Jean menuju balkon rumah. Satu kata untuk rumah 'nyaman' kalau saja Dominic tidak membuat atmosfer menjadi buruk. Tentu saja, mansion bak istana megah dengan pekarangan rumah yang begitu wow megahnya.
Jean tidak habis pikir dengan Dominic. Ia mengingat kembali saat pertama kali bertemu dengan Dominic di club, dan dia membantunya dari om-om hidung belang. Wajahnya, cara dia menatap wajah Jean sangat berbanding balik dengan terakhir kali Jean bertemu dengan Dominic.
Jean membuang nafas kasar, ia melihat sekeliling dan juga pakaian yang ia pakai.
"Aku seperti princess yang di beri pakaian indah dan makanan enak, kalau saja prince nya bukan dia." Jean mengingat Dominic.
Tidak lama masuk mobil Lamborghini dan juga Ferrari mewah. Muncul Dominic dengan Delia satu mobil Lamborghini yang mereka pakai. Sedangkan Ferrari yang menunggangi Eliot.
"Mereka sangat cocok, cantik dan tampan." Gumam Jean.
Jean melihat kebersamaan Dominic dengan Delia. Yang menurutnya lebih seperti sepasang kekasih. Padahal Delia dan Dominic tidak melakukan apapun. Hanya berjalan berdampingan. Sangat simple, namun Jean mengartikan lebih.
Saat Jean sedang menatap Dominic dari atas balkon, Dominic yang merasa sedang diperhatikan pun menoleh ke atas tempat Jean sedang memperhatikan nya.
Jean yang ketahuan sedang memperhatikan Dominic memilih mundur perlahan dan meninggalkan balkon. Ia pergi kekamarnya.
Jantungnysa berdegegub denan cepat hanya karena Dominic menatapnya tajam tadi meski hanya beberapa detik. Tatapan mengintimidasinya membuat dirinya membeku.
Tidak lama, pintu terbuka dan menutup kembali dengan keras. Dominic datang dengan langkah lebar membuat Jean takut. Jean mundur selangkah demi selangkah saat Dominic semakin mendekatinya. Pelipisnya mengeluarkan keringat saat Dominic sudsah tepat dihadapannya.
"M-mau a-apa kau." Jean tergagap karena Dominic begitu dekat, sampai-sampai deru nafas Dominic terasa di indra penciumannya.
Tanpa di duga, Dominic mendorong jean hingga terlentang dan menaikinya.
"mau apa aku kesini? Tentu saja merindukan jalangku." Kata Dominic tepat di tengkuk Jean dan menyesapnya.
Jean mengepalkan tangannya erat-erat, takut jika Dominic bertindak jauh padanya.
Gelenyar aneh merasuk dalam inti tubuh Jean, sesuatu menginginkan lebih bukan hanya sekedar sesapan.
Jean menutup matanya, menahan diri meski tubuhnya berkata lain.
"Kau menyukainya? " Kata Dominic disela ceruk Jean.
Jean membuka matanya tersadar. Ia pun mendorong tubuh Dominic agar menjauh darinya.
Dominic tertawa sinis.
"Kau menikmatinya, tadi."
"A-ku, t-tidak-"
Ucapan Jean terpotong.
"Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyentuh jalang sembarangan."
Perkataan Dominic benar-benar menohok Jean. Jalang, jalang dan jalang. Hanya itu yang selalu diucapkan Dominic padanya.
"Ganti pakaianmu. Kita akan pergi kesuatu tempat." Perintah Dominic pada Jean dan berjalan keluar hendak meninggalkan Jean. Namun langkahnya terhenti ketika Jean mengucapkan sesuatu yang membuatnya menghentikan langkahnya.
"Aku bukan jalang." Kata Jean dengan susah payah memberanikan diri membentak Dominic.
Dominic membalikan badan dan kembali menghampiri Jean.
"Aku membelimu di tempat pelacuran. Lalu kalau bukan di sebut jalang apa? Wanita penghibur? Pelacur? Pemuas nafs-"
Sebelum Dominic mlelanjutkan ucapannya Jean lebih dulu menampar Dominic dengan keras.
Tangan Dominic menyentuh pipi sebelah kanan bekas tamparan Jean.
"Panas." Kata Dominic sedikit meringis karena tamparan Jean cukup kuat dan sedikit menimbulkan bekas di pipi Dominic.
"Bisakah kau berhenti menyebutku jalang, apa kau tidak pernah mau tahu kenapa aku bisa ada ditempat pelelangan sialan itu. Kau mengeluarkan uang cukup banyak untuk ku. Aku sangat berterima kasih tentang itu. Tapi aku bukan jalang yang seperti kau sebutkan berulang-ulang padaku." Jean memberanikan diri untuk berkata seperti itu. Air matanya jatuh begitu saja. Dominic benar ia seorang jalang, tapi bukan mau Jean ada di tempat pelelangan itu.
"Izinkan aku untuk keluar dari sini. Dan aku berjanji akan melunasi semua uang yang telah kau keluarkan untukku." Jean mencoba negosiasi dengan Dominic.
"Dengan? " Tanya Dominic singkat.
"Hah!!" Jean terlihat gelagapan menjawab pertanyaan Dominic. Sebenarnya ia juga tidak tahu dengan apa bisa melunasi uang yang telah di keluarkan oleh Dominic. Yang yang tidak berjumlah sedikit.
"Dengan apa kau membayarnya? " Tanya Dominic lagi.
"A-aku, aku akan membayar dengan apapun, meski aku harus menjual organ dalam tubuhku." Kata Jean sedapatnya. Hanya itu yang ada di dalam otaknya. Yang terpenting saat ini, ia bisa keluar dari rumah milik Dominic.
"Pembangkangan mu membuatku menginginkan tubuhmu."
Dominic mencengkram pinggang ramping Jean dan menempelkan nya pada tubuhnya.
"Kau bisa merasakannya? Dia terbangun karena kau membentaknya. " Dominic menggesekkan kejantanannya yang tertutup oleh celana ke paha Jean.
Jean memundurkan diri, namun Dominic mencengkram erat agar tidak terlepas.
"Kau tidak mau bertanggung jawab? " Kata Dominic sensual.
"L-lepas. Kau pikir aku juga mau kau sentuh." Jean memberontak dalam pelukan Dominic.
"HAHA!!" Dominic tertawa keras mendengar penolakan Jean padanya.
"Baru kali ini aku di tolak." Dominic menyeka air matanya karena tertawa terpingkal.
'Apa dia sudah gila.' batin Jean.
"Kau benar-benar membuatku sangat menginginkanmu nona Flo, but not now, meskipun aku menginginkanmu saat ini juga. Karena hari ini kita akan pergi kesuatu tempat." Dominic melepas cengkraman nya pada Jean.
"Sekarang mungkin kau bilang tidak ingin ku sentuh. Tapi nanti jangan menjerit nikmat ketika sudah di bawahku. " Dominic mengambil tangan Jean dan mencium punggung tangannya.
"Cepat ganti pakaian, atau ingin ku robek semua benang yang menempel di tubuhmu. " Ancam nya?
Jean pun berlari ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.
*****
Jean dan Dominic sedang dalam perjalanan menuju entah kemana. Jean tidak bertanya kemana hendak mereka pergi, Dominic pun tidak memberitahu kemana mereka akan pergi.
Mereka duduk bersebelahan, namun tidak ada yang mengeluarkan satu katapun. Jean sibuk memandang jalanan, Dominic sibuk dengan laptop di pangkuannya.
Ketika Jean melihat rumah besar, lebih besar dari mansion milik Dominic. Ia menoleh pada Dominic yang masih sibuk dengan laptopnya, entah apa yang dilakukannya.
"Apa kau tertarik tidur denganku sekarang?" Dominic sadar Jean menoleh dan memperhatikannya.
Jean pun kembali memalingkan wajahnya ke jendela mobil. Bertanya pada Dominic pun tidak akan ada gunanya.
Mobil pun terparkir tanda perjalanan mereka sudah sampai. Tinggal meid menghambur untuk membukakan pintu untuk Jean dan juga Dominic.
Mata Jean tak lepas dari setiap sudut ruangan. Interior rumah yang luar biasa mewah dan juga dapat dipastikan berharga fantastis ini membuat siapapun berdecak kagum yang melihatnya.
Jean tersentak saat tangan Dominic menggenggam erat tangannya. Bukan hanya digenggam ia juga mengaitkan jari jemarinya ke sela-sela jari Jean.
"Jangan terkejut. Kita akan sering melakukan ini, dan kau juga akan berada dalam kungkungan di bawahku." Dominic mengucapkan itu sambil sengaja mencium cuping Jean.
Bulu kuduk Jean terasa meremang. Namun ia juga berpikir keras dengan perubahan sikap Dominic padanya.
"Berhenti bermesraan di hadapanku, Dominic Archer. " Pria tua datang menghampiri Dominic dan Jean dengan wajah berwibawa nya.
'Dia siapa?' batin Jean bertanya.
"Grandpa." Dominic mendekati pria tua itu yang ternyata kakeknya.
"Anak nakal, kenapa baru berkunjung." Kakek Dominic memukul kepala dengan tongkat yang di genggamnya. Tentu saja dengan pelan.
Kakek Dominic, Wilson Bernard Archer. Adalah seorang miliuner yang disegani sepenjuru Amerika. Perusahaan yang sangat disegani oleh siapapun yang menjadi rivalnya. Semua asetnya saat ini ia bagi menjadi tiga, pertama empat puluh empat persen untuk ayah Dominic, yaitu Adam Archer dua puluh persen untuk Dominic sepuluh persen untuk karyawan yang sudah berdedikasi untuk perusahaannya dan sisanya untuk Wilson sendiri.
"Your girlfriend? " Tanya Wilson saat matanya bertemu dengan sosok wanita yang tak mengeluarkan sepatah katapun.
"Dia adalah calon ku, grandpa. Aku datang kesini untuk meminta izin untuk menikah." Dominic dengan lancar mengucapkan kata itu.
Jean yang mendengar Dominic berucap seperti itu langsung terkejut dan melepas genggaman Dominic. Namun Dominic malah menariknya agar lebih dekat dan mencium pipi Jean dihadapan Wilson.
"Benarkah itu, wanita cantik? " Wilson bertanya kepada Jean.
Jean pun hanya mengedip-edipkan matanya. Bingung karena semua terjadi begitu saja dalam tempo yang sangat cepat. Terlebih, Dominic tidak mengatakan apapun perihal pernikahan.
"Jangan tatap dia seperti itu, grandpa. Dia takut. " Dominic mencoba bergurau.
"Apa aku melewatkan sesuatu." Datang seseorang pria tiba-tiba.
"Adam." Wilson menyapa Adam Archer, ayah Dominic Archer, dengan antusias. Lain halnya dengan Dominic. Bukan senang, Dominic malah mengeraskan wajahnya, tanda ia tidak suka akan kehadiran Adam, ayahnya.
"Hai son, long time no see." Sapa Adam kepada Dominic. Yang disapa hanya berdiam diri, tidak mengindahkan sapaan ayahnya.
Jean yang berada didekat antara mereka merasakan aura yang begitu mencekam dari ayah dan anaknya. Jean tidak tahu mengapa, begitu dingin di antara Adam dengan Dominic.
'Ada apa dengan mereka? ' batin Jean bertanya-tanya dengan situasi antara keluarga Archer.
*****